Karina tidak mampu berkomentar apapun atas mimpi bapaknya itu. Sebenarnya, ia juga ingin menceritakan tentang mimpinya itu. Akan tetapi, ia ragu untuk menyampaikan. Sepertinya, mimpi itu adalah sebuah rahasia yang tidak perlu untuk diketahui orang lain.Â
Biarlah mimpi itu hanya ia sendiri yang mengetahui. Mungkin suatu saat bila ada keadaan yang lebih baik, barulah akan disampaikan kepada bapak. Lagi pula, sebagai seorang gadis muda yang hidup di zaman modern seperti sekarang ini sepertinya ia kurang begitu percaya pada sebuah mimpi. Dalam hati ia mengatakan, kok aneh ya. Mosok orang yang sudah berumur bisa berjalan jauh sendirian hingga  dapat mendaki gunung Merapi yang setinggi itu. Secara logika, hal tersebut sangat tidak mungkin terjadi.
"Semoga mimpinya Bapak sebagai pertanda baik, Pak." jawab Karina akhirnya.
Pada sore hari menjelang  petang, terlihat beberapa anak berjalan ke arah timur melewati rumah Karina.
"Kalian pada mau ke mana kok ramai - ramai begitu?"
"Ada traktor Mbak. Katanya mau untuk membajak sawah."
Traktor apaan atuh? Demikian kata hati Karina.
Usai menyelesaikan kegiatan menyapu halaman rumah, Karina mengikuti anak - anak itu.
Dari kejauhan ia melihat segerombolan anak - anak, bahkan ada beberapa orang dewasa yang berdiri terpaku di pinggir sawah. Terdengar pula suara menderu dari mesin baru yang sedikit asing di telinga Karina.
"Itukah suara mesin traktor itu? Betapa menariknya hingga orang - orang menyempatkan diri dan meluangkan waktu untuk menyaksikannya."
Seolah ada yang menuntun Karina untuk turut mendekat ke sana. Semakin dekat, suara mesin traktor semakin keras. Karina mencoba berdiri di antara kerumunan orang- orang itu. Dari sela- sela kepala mereka, ia mencoba mencari - cari sumber suara.