Ada lagi keterangan, konon, bisa diganti dengan akte perkawinan. Dua diantara mereka pernah menikah. Yang satu suaminya sudah meninggal, yang satu lagi, suami entah berada dimana, tak jelas keberadaannya. Tapi kemungkinan besar memiliki surat nikah.
Namun mbak S, asisten rumah tangga kami yang justru menjadi awal mula kenapa kedua asisten rumah tangga lain akan juga Insya Allah diberangkatkan umroh, si mbak yang khusus didoakan di depan Ka'bah oleh anak bungsuku dua tahun yang lalu agar suatu hari kelak bisa beribadah umroh bersama kami, tak memiliki surat nikah. Sebab dia memang tak pernah menikah.
Dulu justru dia pergi jauh meninggalkan desanya lalu bekerja pada ibuku karena pertunangannya putus di tengah jalan. Rencana pernikahan bubar. Barang- barang semacam lemari dan beberapa barang lain yang sudah diberikan oleh calon suami padanya, dia kembalikan. Kekusutan kisah cinta itu ingin dia tinggalkan di belakang dengan pergi ke tempat yang jauh.
Begitulah hingga akhirnya beberapa tahun dia bekerja pada ibu dan kemudian saat aku menikah lalu tinggal di kota lain, mbak S ditawari ibu apakah dia bersedia ikut denganku. Mbak S bersedia, dan masih tinggal bersama kami hingga saat ini.
Aku sudah bertekad dalam hati untuk memenuhi janji, mengajak mbak S dan kedua rekannya yang lain untuk berangkat umroh. Jadi urusan passport ini harus bisa diatasi.
Nah, maka... kutulis artikel ini. Dengan harapan, jika diantara kawan- kawan Kompasianer yang tahu bagaimana solusi pembuatan passport saat yang bersangkutan tak memiliki akte kelahiran, tak punya ijazah selembarpun dan tak pernah menikah, kawan- kawan bersedia memberikan informasi di kolom komentar artikel ini.
Terimakasih banyak ya, sebelumnya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H