Mohon tunggu...
Rumah Suluh
Rumah Suluh Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Inisiatif inovasi membuat demokrasi jadi kebiasaan hidup warga, produktif, inklusif dan bermakna

Selanjutnya

Tutup

Politik

Negara Mangkir

30 Desember 2014   13:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:11 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1366875161690599416

Peristiwa tragis yang memakan korban jiwa belakangan ini telah menggenapkan masalah yang harus dihadapi rakyat. Mulai dari penjara perjuangan hidup sehari-hari demi memenuhi kebutuhan dasarnya sebagai manusia, ketidakamanan pekerjaan karena sewaktu-waktu dapat kehilangan kerja akibat dari kemacetan dalam sirkuit produksi, sampai dengan ketidakamanan, dalam makna yang seluas-luasnya. Keadaan hidup rakyat ini amat kontras dengan berbagai berita kontroversial dari panggung politik nasional. Mulai dari prilaku anggota parlemen, kebijakan yang menjauh dari aspirasi rakyat, sampai dengan pertarungan politik yang berjangka pendek dan kehilangan visi kemasyarakatan. Keadaan hidup rakyat dan dinamika politik negara, seakan memiliki jarak yang jauh, bahkan sebagian mengira bahwa negara telah “mangkir” – bukan melakukan hal yang dilarang oleh hukum, melainkan tidak menjalankan apa yang semestinya (diwajibkan) untuk dilakukan. “Mangkir”: abuse of power. Imajinasi publicterhadap apa yang dimaknai sebagai suatu bentuk abuse of power,rupanya terlanjur satu dimensi.Lantaran keyakinan lama, yang menganggap bahwa yang rahasia selalu bersembunyi atau bersarang di tempat tertutup? Jarang disadari bahwa rahasia juga dapat bersembunyi di tempat terbuka. Suatu abuse of power,apakah tersembunyi ataukah terbuka, tetaplah merupakan tantangan hukum. Justru yang menjadi pertanyaan kita adalah mengapa concernpublik, lebih kepada yang tersembunyi, dan tidak peka pada yang terbuka? Barangkali kita dapat melacak konstruksi berpikirtersebut dari beberapa kasus.Periksa apa yang dipersepsi publik sebagai kebebasan pers, yakni ketika media mampu “membongkar” tindakan (dan kebijakan) state apparatusyang dipandang tidak semestinya dilakukan: melakukan apa yang tidak boleh dilakukan. Gerakan kritik, baik yang menggunakan media massa ataupun tidak, juga mengalir pada sungai yang sama: suatu skandaladalah tindakan atau kumpulan tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan. Ritual yang paling lajim dari kritik adalah membeberkan tindakan-tindakan yang muncul bersebelahan dengan aturan (hukum) yang ada. “Para pengawas” berdiri di sisi rambu, siap meniup pluitketika batas dilewati. Apa yang kerapkali terjadi adalah ditemukannya kenyataan dimana “para pengawas” baru menyadari bahwa rambu telah dilanggar, tanpa mampu mencegah. Ibarat pemilik rumah yang suatu ketika menemukan keropos pada kayu-kayu penyangga rumahnya, akibat perbuatan semut putih (rayap, isoptera). Apa yang menarik untuk direfleksikan adalah adanya rasa gamangpemilik rumah demi menyaksikan akibat dari perbuatan rayap: pada satu sisi senang dapat menemukan yang tersembunyi, namun pada sisi yang lain ragu terhadap kemampuannya mengatasi kompleksitas masalah yang ditimbulkan. Pertanyaan yang lebih jauh adalah apa yang tidak dilakukan, sehingga terbuka peluang bagi tindakan yang dapat dikategorikan sebagai tidak sepatutnya terjadi? Inilah wajah lain dari abuse of poweryang jarang mendapatkan perhatian daripublic, yakni tindakan berupa tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau ”mangkir” dari urusan publik. Lantaran semua kecerdasan dan daya kritis terkuras untuk mengawasi tindakan yang dikategorikan sebagai melakukan apa yang tidak boleh dilakukan, maka perbuatan tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan, menjadi luput dari perhatian. Mengatasi abuse of power. Mengatasi abuse of power, pada hakekatnya adalah mendorong demokrasi bekerja dengan alamiah dan bermutu. Dalam hal ini, diperlukan pengenalan wajah abuse of powersecara utuh, agar upaya mengatasi tidak sekedar berdimensi kuratif, namun yang lebih penting adalah upaya preventif. Mengapa? Sebab, semata-mata ”kuratif”, tanpa memperkuat tindakan preventif, sama artinya tindakan pembiaran, atau sekedar menghadirkan rantai pekerjaan baru, namun tidak masuk ke dalam jantung masalah. Suatu tindakan preventif hanya mungkin dijalankan apabila rakyat ambil bagian secara aktif. Masalahnya: massa rakyat terpenjara oleh perjuangan hidup harian, sehingga sulit berpartisipasi. Membebaskan rakyat dari jerat kemiskinan, tentulah harus dimulai dari kepekaan atas apa yang menjadi tantangan hidup rakyat. Mata demokrasi, tidak lagi terpaku pada pengungkapan skandal yang tersembunyi, yang memaksa digunakannya instrumen intelegen, melainkan juga mengarah pada masalah-masalah riil yang dihadapi oleh massa rakyat. Perhatian pada masalah-masalah kongkrit yang dihadapi oleh massa rakyat, pada dasarnya adalah tindakan menjalankan apa yang memang sudah seharusnya dilakukan oleh state apparatus, terutama jika kita mengacu kepada konstitusi. Sebagai contoh, kewajiban negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tidak cukup hanya bersandar pada program formal penyediaan sarana; negara tidak berhenti pada hanya membangun saluran irigasi, melainkan menjamin distribusi yang konstan, bermutu dan adil; negara tidak berhenti pada penciptaan lapangan kerja, melainkan juga menjamin agar terbangun hubungan kerja yang manusiawi dan mensejahterakan; dst. Tentu saja kita membutuhkan pembiasaan bagi mata demokrasi, agar memiliki kepekaan baru, tanpa harus menghilangan kepekaan lama. Penutup. Mendorong mata demokrasi agar lebih peka pada kesulitan hidup rakyat, berarti mempertautkan kinerja demokrasi dengan perbaikan (riil) kualitas hidup rakyat. Perbaikan kualitas kehidupan rakyat, akan makin mendorong terjadinya perbaikan kualitas kinerja state apparatus, dimana ruang kesempatan untuk melakukan apa yang tidak boleh dilakukan akan semakin sempit, bahkan mungkin akan hilang sama sekali. Mengikuti pandangan Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi (1998), salah satu faktor yang menyebabkan kemiskinan dan ketidakberdayaan rakyat, adalah masalah aksesibilitas. Perluasan akses rakyat dan perbaikan kualitas hidup rakyat, akan menjadi fondasi pokok demokrasi yang berporos rakyat. Demokrasi jenis ini, bukan saja tidak memberikan kesempatan bagi tindakan yang melawan hukum, melainkan juga tidak memberi kesempatan pada tindakan yang tidak menjalankan apa yang sudah seharusnya dilakukan. Atau menghindari mangkirnya negara dalam urusan publik. Kondisi inilah yang dapat memutus mata rantai perkembangbiakan abuse of power. Jika semua dapat berjalan sesuai dengan aturan dan kebajikan, adakah tempat bagi pesimisme di masa depan! (dj) [sumber http://rumahsuluh.org/negara-mangkir/]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun