Pagi itu, matahari Surabaya baru saja menembus awan tipis ketika saya melangkah turun dari Stasiun Gubeng menuju ke area Balai Yasa Surabaya Gubeng. Saya tempuh dengan jalan kaki sekitar 5 menit saja. Hari ini saya akan melakukan eksplorasi Balai Yasa Surabaya Gubeng bersama Kompasianer lainnya. Acara disambut oleh Vice President Balai Yasa Surabaya Gubeng, Bapak Agus Nadi yang menjelaskan apa saja yang dilakukan di Balai Yasa dan apa yang akan kita lakukan nanti. Setelah itu, Perwakilan Humas KAI Pusat Bapak Suprapto juga melakukan sambutan. Kita dijelaskan terlebih dahulu tentang sejarah singkat Bali Yasa dan tentang perawatan P24 serta P48.
P24 (setiap 24 bulan) adalah Perawatan besar skala menengah yang meliputi pembongkaran komponen tertentu, pemeriksaan sasis, overhaul subsistem rem, perbaikan bodi/karoseri, pengecatan, kalibrasi sistem kontrol. Sedangkan P48 (setiap 48 bulan adalah overhaul besar, yaitu pembongkaran/renovasi menyeluruh pada unit; penggantian komponen kritis, rekondisi bogie, dan pemeriksaan struktural mendalam.
Dari Era Kolonial ke Masa Kini
Balai Yasa Surabaya Gubeng resmi beroperasi pada tahun 1912, dibangun oleh Staatsspoorwegen, perusahaan kereta api Hindia Belanda yang mengurus jalur timur (Oosterlijnen). Saat itu, lokomotif uap dan gerbong kayu menjadi pasien tetapnya. Perbaikan memakan waktu beragam—dari lima hari untuk masalah ringan hingga dua minggu untuk overhaul besar.
Yang paling ikonik di bengkel kereta ini adalah crane kuno bernama Baladewa. Baladewa dioperasikan sejak 1938 dengan sistem operasi menggunakan tangan. Ini adalah mesin buatan John Wilson & Co, Liverpool (and Birkenhead) UK tahun 1918. Kapasitasnya 15 ton dengan 6 roda. Baladewa berhenti beroperasi di tahun 80-an.
Selepas kemerdekaan, namanya sempat berubah menjadi Balai Karya Surabaya Gubeng, sebelum kembali pada nama lamanya. Uniknya, bengkel ini mampu bertahan dari krisis Staatsspoorwegen berkat efisiensi pengelolaan.
Modernisasi besar dimulai pada 2011, ketika Balai Yasa SGU meraih sertifikasi manajemen quality control. Standar perawatan pun naik kelas. Jika sebelum 2018 mereka fokus pada gerbong ballast dan gerbong terbuka, kini yang dirawat adalah kereta penumpang, kereta pembangkit (genset), serta modifikasi rangkaian istimewa—mulai dari Kereta Gaya Baru Malam Selatan hingga yang paling fenomenal: Kereta Panoramic.
Panoramic: Jendela Lebar, Pandangan Lapang
Melihat prototipe Kereta Panoramic yang diparkir di sudut bengkel seperti mengintip masa depan. Jendela besar membentang dari lantai ke langit-langit, kursi reclining siap dimiringkan, meja lipat rapi di hadapan setiap kursi, dan interiornya terang memanjakan mata. Semua ini lahir dari inovasi kru Balai Yasa SGU—dan pertama kali dipamerkan saat Open House 2022.
Open House: Dapur yang Terbuka
Bagi sebagian orang, bengkel kereta mungkin terdengar seperti dunia yang jauh dari kehidupan sehari-hari. Tapi pada September 2022, pintu Balai Yasa terbuka untuk publik—untuk pertama kalinya dalam lebih dari seratus tahun. Selama tiga hari, pengunjung bebas menyusuri lorong-lorong kerja, melihat rem dibongkar, bogie diukur bobotnya, dan rangkaian kereta dicek satu per satu. Bagi railfans, ini seperti mendapat tiket VIP ke konser idaman.
Kini, giliran saya dan teman-teman Kompasianer melakukan eksplorasi di Balai Yasa Surabaya Gubeng. Kami menaiki Roll Wagon, kereta terbuka, yang berjalan pelan mengantarkan kami ke tempat perawatan kereta. Di sisi kanan tampak kereta panoramic sedang dimodifikasi untuk menjelma menjadi Kereta Panoramic Generasi 3. Ini sebuah hadiah kejutan buat ultah KAI nanti.