Mohon tunggu...
Rusli Sosal
Rusli Sosal Mohon Tunggu... Politisi - Kebahagianku, telah ku wakafkan kepada mereka yang menderita

Pemerhati Masalah Kemanusiaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Derita Tak Berujung di Jalan Trans Seram, Kisah Nestapa Pasutri yang Miskin Papah dan Sakit Parah

2 Maret 2019   10:10 Diperbarui: 5 Maret 2019   07:01 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanganku yang tadinya hendak mengetuk pintu, seolah lumpuh tak berdaya ketika menyaksikan drama penderitaan perempuan malang itu. Ingin sekali ku rampas segala derita bathin yang menderanya. Kemudian ku hempaskan ke alam bebas agar dibawa terbang oleh tiupan angin barat. Namun apalah daya, aku tak kuasa.

Sumber: dokpri
Sumber: dokpri
Setelah sadar dari ketidakberdayaan, diri ini kembali dibuat terperangah oleh keadaan isi rumah sekaligus keberadaan Pak Samsudin yang lagi duduk bersandar lemas pada sebuah kursi plastik usang di pojok ruang depan. Kondisinya sangat memprihatinkan.

Badannya kurus kering, rupa muka pucat pasih dengan tarikan nafas tak beraturan. Sejenak, aku pun terdiam. Tatapan mata ini lalu ku arahkan ke bagian langit-langit rumah. Tak nyana, pandanganku tembus hingga ke cakrawala. Sebab atap rumah yang menaungi Samsudin dan Murni, sudah tak lagi sempurna.

Telah empat tahun lamanya, Samsudin dan Murni hidup serumah berdasarkan perintah agama. Namun hingga dipenghujung kalender 2018, keduanya belum jua dikaruniai seorang pewaris marga. Dalam mengisi hari-hari sunyi, mereka menjalaninya hanya dua orang diri dengan kondisi sakit parah serta miskin papah tanpa ada keluarga yang mendampingi.

Samsudin adalah pria asli Flores yang lahir dengan nama kecil yakni Silas Bang pada 20 Mei 1968. Ia berangkat merantau demi menambah pengalaman hidup, semasa usianya masih remaja. Tepat tahun 1984, Samsudin menginjakan kaki ditanah seram. Dua tahun kemudian, Ia berpindah keyakinan dari sarani ke salam. Sesudah menjadi seorang muallaf, Samsudin lalu menetap sebagai warga Namatotur semenjak 1986.

Sementara Murni, gen aslinya adalah buton siompo. Ia terlahir dari rahim Wa Uda pada 14 April 1975. Sebelum mengahkhiri masa lajang, Murni tinggal bersama kedua orang tuanya di Pulau Saparua, Kabupaten Maluku Tengah. Ketika maluku dilanda bencana kemanusiaan 99, keluarganya pulang ke Buton. Hijrah dari saparua, Murni memilih tinggal di pulau ambon, hingga akhirnya dipinang oleh Samsudin pada tahun 2014.

Selepas tiga bulan mereka resmi menyandang status sebagai suami-istri, mendadak dua kaki milik Murni mengalami mati rasa alias lumpuh permanen. Ada keinginan besar dari Samsudin untuk menyembuhkan sakit yang diderita oleh tulang rusuk kiri kesayangannya itu. Namun keinginannya hanya sekedar menjadi pajangan gambar yang tak bernilai. Sebab dia tak punya biaya. Pada akhirnya Samsudin pun hanya pasrah kepada yang maha kuasa.

Imbasnya, harapan keduanya untuk saling menghidupi dalam mengarungi bahtera rumah tangga, seketika sirna. Dan sejak saat itu, beban kerja yang semestinya menjadi tanggung jawab Murni, terpaksa harus dipikul semuanya oleh Samsudin.

Guna memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga, kesehariannya Samsudin bekerja sebagai pekebun kacang tanah dan ubi kayu. Lahan yang digarap untuk bercocok tanam, adalah pinjaman empunya tetangga rumah. Hasil panen yang diperoleh cukup menjanjikan. Sayangnya, hasil itu tak jua mampu memenuhi seluruh kebutuhan keluarga. Olehnya, sesekali Pak Samsudin terpaksa harus banting tulang menjadi kuli kopra.

Rutinitas ganda Pak Samsudin ini, dijalani kurang lebih dua tahun. Seiring usianya yang hampir memasuki senja, tenaga Pak Samsudin perlahan melemah. Ia kemudian jatuh sakit pada akhir tahun 2016. Semasa itu pula Samsudin tak lagi mampu menafkahi murni, baik secara lahiriyah maupun bathiniyah.

Semenjak Samsudin menderita sakit, ujian penderitaan yang dihadapi Mirna kian bertambah. Karena dalam kondisi diri yang sudah tak sempurna, Ia musti kembali berjibaku dengan segala urusan dalam rumah, semisal masak, mencuci termasuk mengurusi kesehatan suaminya. Sementara untuk makan sehari-hari dan kebutuhan lainya, ada kalanya mereka puasa. Selebihnya, mereka bergantung hidup dari warga sekitar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun