Di sebuah ruang rapat yang megah dan penuh suasana serius, para petinggi sebuah organisasi sepak bola sedang berkumpul. Seorang pria dengan jas hitam dan kepala plontos duduk di ujung meja.
Dia adalah Bapak Pencetus Ide Besar, yang baru saja melontarkan gagasan luar biasa soal cara menyelamatkan tim nasional dari keterpurukan.Â
"Apa masalah utama kita? Mentalitas pemain, kurang skill? Salah besar. Masalah kita ada di genetik!", tanyanya dengan nada penuh percaya diri. Â
Ruang rapat langsung sunyi. Beberapa orang terlihat mencoba mencerna maksud ucapan tersebut, sementara yang lain sibuk mencatat, entah karena setuju atau takut dipecat.Â
"Kita butuh pejantan unggul," lanjutnya sambil memukul meja untuk menegaskan maksudnya.
"Lihat tim nasional kita! Naturalisasi pemain muda saja tidak cukup. Kita harus mencari pemain asing yang bagus dan sudah pensiun, lalu dinaturalisasi dan dijodohkan dengan perempuan lokal. Bayangkan generasi berikutnya! Anak-anak mereka pasti jadi pemain sepak bola kelas dunia!"Â
Seorang peserta rapat yang duduk di pojok ruangan mencoba angkat bicara.
"Maaf, Pak. Jadi maksudnya, kita seperti memilih pejantan unggul untuk ternak sapi?"Â
"Tepat sekali! Kita harus realistis. Dalam dunia peternakan, memilih pejantan unggul itu sudah lazim. Kenapa tidak kita terapkan pada sepak bola?" Bapak Pencetus Ide Besar tersenyum lebar. Â
Semua orang terdiam. Di benak mereka terbayang sebuah katalog pemain naturalisasi yang disusun seperti katalog sapi pejantan. Ada nama, usia, tinggi badan, berat badan, statistik permainan, dan tentu saja potensi genetik.Â
"Pak, tapi bagaimana kita memastikan mereka mau dijodohkan?" tanya salah satu peserta rapat dengan hati-hati.Â
"Itu mudah. Kita adakan acara speed dating," jawabnya santai.
"Pemain-pemain naturalisasi kita undang ke sebuah hotel mewah. Perempuan-perempuan terbaik dari seluruh Indonesia juga diundang. Lalu mereka saling mengenal. Kalau cocok, ya langsung kawin."Â
Seorang peserta lain mengangkat tangan, "Pak, bagaimana kita menentukan 'perempuan terbaik' itu?"Â
Bapak Pencetus Ide Besar berpikir sejenak, "Kriteria itu harus jelas. Misalnya, tinggi minimal 170 cm, IQ di atas 120, dan harus bisa masak rendang atau minimal nasi goreng lah. Kita ini tidak main-main, ini proyek nasional!"Â
Beberapa peserta mulai berbisik-bisik. Ada yang terlihat khawatir ide ini akan menjadi bahan tertawaan publik, tapi tak ada yang cukup berani untuk menentang secara langsung.Â
"Pak, bagaimana kalau anak hasil jodoh ini nantinya tidak mau jadi pemain sepak bola? Misalnya, mereka malah mau jadi seniman atau ilmuwan?" ujar seorang peserta rapat.
"Ah, itu soal kecil. Kita wajibkan mereka masuk akademi sepak bola sejak usia lima tahun. Kalau perlu, kita keluarkan aturan baru: setiap anak hasil program ini harus menandatangani kontrak dengan tim nasional sejak lahir," jawabnya sambil melambaikan tangan.
Seisi ruangan kembali hening. Dalam hati, beberapa orang mulai bertanya-tanya apakah ide ini serius atau hanya skenario acara reality show pencarian jodoh.Â
Lalu seorang peserta rapat yang sudah tidak tahan akhirnya berbicara.
"Pak, saya rasa ini terlalu jauh. Bukankah lebih baik kita fokus meningkatkan kualitas pelatihan dan membangun infrastruktur?"Â
"Kamu tidak paham visi besar saya. Pelatihan dan infrastruktur butuh waktu bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun. Sedangkan program ini, hasilnya jelas. Lima belas tahun lagi, kita akan punya generasi emas. Percayalah, ini solusi instan untuk semua masalah kita," kata Bapak Pencetus Ide Besar sambil tertawa kecil.
Setelah itu, rapat berakhir dengan keputusan untuk membentuk tim khusus yang akan mengkaji lebih dalam implementasi ide ini. Tim itu diberi nama "Program Genetik Garuda."Â
Di luar ruang rapat, seorang peserta tak bisa menahan diri untuk berkomentar kepada koleganya.
"Aku tak tahu apakah ini ide brilian atau justru bahan meme. Tapi aku yakin, kalau ini sampai bocor ke publik, kita semua bakal di-bully."Â
Benar saja, dua minggu kemudian, ide itu bocor ke media. Judul-judul berita pun bermunculan: "Ide Gila Jodohkan Pemain Naturalisasi: Masa Depan Sepak Bola atau Reality Show?"Â
Di media sosial, netizen ramai-ramai memberikan komentar sarkastik. Ada yang membuat meme katalog pemain dengan tulisan, "Beli satu, gratis generasi emas!"
Ada pula yang menyarankan agar ide ini difilmkan dengan judul "Cinta Bersemi di Kandang Naturalisasi."Â
Namun, yang paling viral adalah cuitan seorang netizen: "Jodoh memang di tangan Tuhan, tapi untuk sepak bola ada di tangan manajer tim."Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI