Mohon tunggu...
Masrully
Masrully Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati Kebijakan Publik

Alumni Universitas Andalas

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Proyek Konstruksi Indonesia Darurat K3

23 Februari 2018   16:47 Diperbarui: 24 Februari 2018   08:47 2609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah Tinjauan Atas Implementasi Kebijakan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di Indonesia

Selasa, 20 Februari 2018 publik kembali dikejutkan oleh berita tentang kecelakaan kerja yang terjadi pada proyek kontruksi pemerintah. Tiang Girder dalam proyek pembangunan Tol Becakayu (Bekasi-Cawang-Kampung Melayu) ambruk di dekat Gardu Tol Kebon Nanas Jl. DI. Panjaitan Jakarta Timur . Sedikitnya ada tujuh pekerja proyek mengalami kritis akibat kecelakaan kerja tersebut, seperti yang diberitakan www.merdeka.com (20/2/2018) .  Kejadian ini menambah daftar kecelakaan kerja yang terjadi pada proyek pemerintah selama lima bulan terakhir. Sebelumnya, Minggu, 4 Februari 2018, Crane proyek jalur kereta Double Double Track (DDT) di Jatinegara, Jakarta Timur ambruk dan menimpa pekerja yang berada dibawahnya (https://news.detik.com).  Lalu, pada tanggal 22 Januari 2018, kontruksi Light Rail Transit LRT di kawasan Pulogadung, Jakarta Timur ambruk dan menyebabkan lima orang korban (http://megapolitan.kompas.com)

Akhir tahun 2017 juga diwarnai dengan berbagai kecelakaan kerja proyek kontruksi. Pada tanggal 30 Desember 2017 sempat terjadi kecelakaan konstruksi di proyek Tol Pemalang-Batang. Dalam sebuah video yang viral di media sosial perpesanan, tampak sebuah girder ambruk ketika hendak dipasangkan (https://finance.detik.com). Sebelumnya, pada 3 November 2017 pembatas beton proyek Mass Rapid Transit (MRT) jatuh di Jalan Wijaya II, Jakarta Selatan dan menimpa sepeda motor, untungnya pengendara sepeda motor tak mengalami cedera parah (https://news.detik.com). Lalu tanggal 15 November 2018, beton proyek Light Rail Transit ( LRT) jatuh dan menimpa sebuah mobil di Jalan MT Haryono, Jakarta Timur  (http://megapolitan.kompas.com). Kemudian pada  17 Oktober 2017, Crane proyek Light Rail Transit (LRT) juga roboh dan  menimpa ruko di Jalan Kelapa Nias Raya Blok, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Kejadian tersebut menyebabkan satu rumah warga rusak dan satu orang mengalami luka (http://poskotanews.com).

Rentetan kejadian kecelakaan kerja yang terjadi pada beberapa proyek kontruksi pemerintah selama 5 bulan terakhir tersebut menimbulkan pertanyaan di benak kita tentang bagaimana implementasi kebijakan  Keselamatandan Kesehatan  Kerja (K3) saat ini di Indonesia? Persoalan ini penting untuk kita perhatikan, karena selain akan mengakibatkan kerugian material, ada hal penting yang dipertaruhkan disini melebihi kerugian material tersebut, yaitu nyawa manusia.

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KECELAKAAN KERJA

Beberapa kasus kecelakaan kerja pada proyek pemerintah tersebut masih sedang dilakukan investigasi secara intensif oleh pihak kepolisian dan instansi terkait. Namun, terdapat beberapa kasus dari hasil penyelidikan yang telah dinyatakan penyebabnya. Hasil investigasi Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur, menyimpulkan bahwa penyebab kecelakaan kerja yang terjadi pada proyek jalur kereta Double Double Track (DDT) di Jatinegara adalah akibat adanya kelalaian operator. Bantalan beton yang akan dipasang belum tepat pada posisinya, namun sudah dilepas dengan alat yang mengangkat. Akibat tidak pas, bantalan tersebut jatuh dan menimpa pekerja (http://wartakota.tribunnews.com). 


Begitu juga dengan ambruknya kontruksi beton pada proyek Tol Pemalang-Batang, Dirjen Bina Kontruksi Kementerian PUPR menyatakan bahwa kecelakaan kontruksi tersebut terjadi karena tidak dilaksanakannya SOP (http://properti.kompas.com). Meskipun kejadian tersebut hanya menimbulkan kerugian material, namun merupakan kondisi yang mengancam keselamatan kerja pekerja dan orang-orang yang berada disekitarnya. Lalu, Sekretaris Perusahaan PT MRT Jakarta, menyatakan bahwa penyebab jatuhnya pembatas beton proyek Mass Rapid Transit (MRT) yang menimpa sepeda motor adalah karena lengan crane (boom) yang goyang (http://www.tribunnews.com). Beberapa hasil investigasi tersebut mengindikasikan faktor  kelalaian manusia (human errors) sebagai penyebab dalam kecelakaan kerja.

Kecelakaan kerja yang disebabkan oleh kelalaian manusia merupakan salah satu faktor klasik. Faktor tersebut tidaklah berdiri sendiri namun kausalitas dari faktor lainnya, yaitu - kondisi kerja, tindakan tidak aman, kecelakaan, dan cedera -seperti yang dinyatakan H.W Heinrich melalui Teori Domino (http://www.pusdiklatk3.com). Dari hasil penelitiannya, 98% penyebab kecelakaan disebabkan "tindakan tidak aman" sehingga untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dengan cara mengeliminasi faktor tersebut. Disamping itu, kecelakaan kerja berkaitan dan/ atau bersumber dari faktor organisasi dan manajemen. Ketika terjadi kecelakaan kerja, dapat diasumsikan bahwa ada prosedur (SOP - K3) yang tidak dipatuhi dalam pelaksanaan kegiatan dan indikasi lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh pihak manajemen.

RENCANA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (RK3) SEHARUSNYA TIDAK HANYA SEKADAR DOKUMEN PELENGKAP

Kebijakan publik menjadi salah satu komponen utama, disamping lembaga-lembaga negara, warga (citizen), dan wilayah(Nugroho, 2014: 26-27) dari sebuah negara sebagai entitas formal.  Kebijakan publik dalam bentuk peraturan perundang-undangan merupakan salah satu instrumen penting yang digunakan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara untuk mengendalikan, mengelola negara dan mengatasi berbagai persoalan yang sedang dan mungkin akan terjadi di masyarakat dan dalam bernegara.

Terkait dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang mengatur tentang K3 dengan menerbitkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-Undang tersebut mewajibkan diterapkannya K3 di tempat kerja baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Keharusan menerapkan K3 juga diatur didalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pada pasal 86. 

Selanjutnya Pemerintah mengeluarkan PP No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang mewajibkan setiap perusahaan untuk menerapkan SMK3 di perusahaannya yang sebelum diberlakukannya PP tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga  Kerja  Nomor: PER. 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Menurut PP No. 50 Tahun 2012, pasal 6 dijelaskan, bahwa SMK3 yang dimaksud adalah penetapan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kinerja K3, dan peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3.

Peraturan lainnya yang terkait yaitu dari Kementerian PUPR melalui PermenPUPR Nomor: 05/PRT/M/2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum. Peraturan tersebut memberikan pedoman bagi  Pengguna  Jasa dan Penyedia Jasa Kontruksi dalam penerapan SMK3 Konstruksi Bidang PU.

Kebijakan negara (UU) beserta peraturan turunannya tersebut menjadi wajib dan mengikat yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap perusahaan dalam menerapkan SMK3. Seperti halnya didalam PP No. 50 Tahun 2012 telah mengatur dan memberikan pedoman kepada perusahaan dalam menerapkan SMK3, dimana perusahaan harus  menetapkan kebijakan di bidang K3, lalu perusahaan juga harus menyusun Rencana K3 (RK3), melaksanakan, memantau, dan mengevaluasinya.

Sejatinya didalam RK3 telah dilakukan identifikasi potensi bahaya pada setiap tahapan pekerjaan, kemudian juga disusun rencana pengendalian yang dilakukan untuk memitigasi dan meminimalisir potensi bahaya tersebut. Perusahaan juga harus menyusun instruksi dan prosedur kerja untuk setiap jenis pekerjaan. Semua itu bertujuan agar setiap pekerjaan dilakukan sesuai persyaratan K3 yang telah ditetapkan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah sejauhmana RK3 tersebut dilaksanakan dan diawasi oleh perusahaan maupun pihak-pihak yang ditunjuk oleh perusahaan.

Dalam kegiatan konstruksi, RK3 yang telah disusun mestinya tidak hanya dijadikan sebagai dokumen pelengkap yang diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan sebagai syarat normatif guna mengikuti kegiatan aktivitas bisnis, misalnya pengadaaan barang dan jasa tetapi hal yang tak kalah pentingnya adalah komitmen dan konsistensi pelaksanaannya. 

Karena, dokumen tersebut memiliki fungsi dan tujuan yang lebih penting dalam kegiatan kontruksi yaitu tidak hanya menjadi pedoman quality assurance teknis dalam membangun infrastrukturtetapi upaya untuk menjaga keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja dan masyarakat di sekitar pelaksanaan proyek kegiatan. Oleh karenanya, dalih mengejar tenggat waktu(deadline) menjadi suatu alasan yang tidak dapat diterima hukum dan norma jika menafikan keselamatan dan kesehatan kerja atau sampai dengan merenggutjiwa pekerja maupun masyarakat.

 ACTION WILL DAN KOLABORASI ANTAR PEMANGKU KEPENTINGAN

Berbagai kasus yang terjadi dalam pekerjaan konstruksi tidak dapat disalahkan hanya pada satu pihak atau faktor saja, namun menjadi tanggung jawab semua pihak yang memiliki kepentingan (stakeholder). Implementasi K3 membutuhkan action will dan kolaborasi para stakeholder, yang paling tidak melibatkan tiga pihak, yaitu Perusahaan, Pemerintah dan Pekerja. Adapun peran Perusahaan dan Pemerintah yang sangat perlu ditingkatkan adalah fungsi Pengawasan, sedangkan bagi Pekerja adalah kesadaran akan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Peran-peran yang seharusnya dilakukan para pemangku kepentingan tersebut adalah:

  • Perusahaan, memiliki kewajiban untuk memastikan terlaksananya RK3 sebagai bagian dari implementasi SMK3. Peran manajemen dalam berbagai tingkatan khususnya manajer tingkat bawah (supervisor) dan ahli/ petugas K3 untuk melakukan pengawasan secara intensif untuk memastikan semua kegiatan proyek dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur atau instruksi kerja yang telah ditetapkan. Disamping itu, perlu dioptimalkannya peran Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) yang bertugas membantu melaksanakan dan menangani usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja yang keanggotaannya terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja sebagaimana amanatUU No. 1 Tahun 1970 mengamanatkan dibentuknya disetiap perusahaan termasuk perusahaan penyedia jasa kontruksi. Mestinya peran lembaga tersebut lebih dioptimalkan lagi di perusahaan agar kegiatan kontruksi tetap memperhatikan  keselamatan pekerja dan masyarakat.
  • Pemerintah,  dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan melalui Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 bertanggungjawab mengawasi implementasi K3 secara nasional. Hal tersebut sebagaimana amanat Undang-Undang No. 1 Tahun 1970, pasal 5 yang menyebutkan bahwa Direktur (pejabat yang ditunjuk Kementerian Ketenagakerjaan) melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang Keselamatan Kerja. Kemudian pada pasal tersebut juga disebutkan bahwa  "Pegawai Pengawas Keselamatan Kerja" ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-Undang Keselamatan Kerja. Pegawai pengawas yang dimaksud adalah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri. Kemudian juga ada istilah ahli K3, yaitu tenaga teknis yang berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi Undang-Undang K3.
  • Sementara itu pada tingkat daerah, Perangkat Daerah Provinsi maupun Perangkat Daerah Kabupaten/ Kota  yang melaksanakan urusan bidang Tenaga Kerja juga memiliki tanggungjawab dalam pengawasan pelaksanaan kebijakan K3. Hal ini sebagaimana diatur dalam PP No. 50 tahun 2012, bahwa pengawasan pelaksanaan kebijakan K3 dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan pusat, provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
  • Pekerja seharusnya meningkatkan kesadaran akan pentingya mengutamakan keselamatan kerja dalam melakukan pekerjaan, terutama pada proyek kontruksi yang padat karya dan memiliki potensi bahaya yang tinggi. Pekerja harus menyadari bahwa aktivitasnya di lokasi proyek tidak hanya berdampak pada dirinya, namun juga berdampak terhadap keselamatan pekerja lainnya, dan masyarakat yang berada di sekitar lingkungan proyek.

Pada akhirnya, komitmen dan konsistensi para pemangku kepentingan menjadi key success factors dan juga perlunya inovasi baru dalam mengimplementasikan K3 secara efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun