Mohon tunggu...
Rulia Christine
Rulia Christine Mohon Tunggu... -

An ordinary worker living in Jakarta since 2001. Try to enjoy my life with lots of thanksgiving, understanding and clear conscience.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengurangi Jumlah Perokok di Indonesia... Mungkinkah?

14 Oktober 2013   15:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:33 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Setiap hari aku naik kendaraan umum menuju tempat kerja. Tidak pernah seharipun aku mengalami hari dimana tidak ada orang yang merokok di dekatku. Mulai dari sesama penumpang, kenek ataupun sopir angkot.

Meskipun demikian pernah di suatu pagi sang kenek dengan keras memperingatkan seorang penumpang yang akan naik metro mini dengan rokok yang masih menyala di tangannya, " Mas, kalau mau naik matiin rokoknya! Kalau tidak mau matiin turun saja !!" Wow...salut ! Tetapi hal itu baru kualami satu kali selama hampir 2.5 tahun aku naik metro mini dengan rute yang sama.

Seringkali perokok tidak sadar atau tidak mau tahu bahwa asap yang keluar dari rokoknya sangat mengganggu orang - orang yang ada di sekelilingnya. Perokok pasif terpapar resiko kesehatan yang lebih tinggi daripada perokok aktif. Selama ini penumpang non perokok mempunyai toleransi yang sangat tinggi terhadap perokok. Jarang sekali ada penumpang yang mau memperingatkan sang perokok untuk mematikan rokoknya saat ia naik mobil angkutan umum. Mereka menunggu dengan sabar sampai sang pengekspor asap mematikan rokoknya.

Diperkirakan ada 61.7 juta perokok di Indonesia, terbesar ketiga di dunia di bawah China dan India, dengan persentase perokok remaja yang semakin meningkat setiap tahunnya. Industri rokok selain menyumbangkan 55 trilliun rupiah per tahun kepada pemerintah lewat cukai rokok, juga turut mengkontribusikan penghuni daftar orang-orang terkaya se Asia setiap tahunnya, dan juga menjadi penyebab utama kematian 400.000 orang per tahun di Indonesia, termasuk di dalamnya 25.000 orang perokok pasif (sumber).

Dengan semakin dibombardirnya masyarakat Indonesia dengan iklan rokok yang begitu berkelas, elegan sekaligus merakyat, lewat televisi dan majalah, aktivitas sebagai sponsor utama pertunjukan live music (festival jazz, rock, pop), kejuaraan olah raga yang paling populer di Indonesia (sepak bola, bulutangkis, motor cross) bahkan pertunjukan seni, tidak heran bahwa jumlah perokok di Indonesia akan terus meningkat.

Pemerintah berusaha meregulasi dengan menetapkan kawasan tanpa rokok dan mewajibkan produsen rokok mencantumkan tanda peringatan bahaya merokok dengan lebih dominan, yakni 40% dari kemasan rokok dengan gambar-gambar yang memvisualisasikan dampak merokok dengan lebih jelas (Peraturan Pemerintah 109/2012). Ada juga Permenkes No 28 Tahun 2013 yang akan membatasi iklan, promosi, dan sponsorsip rokok termasuk yang bersifat pendidikan, kesenian, olah raga maupun kegiatan CSR perusahaan. Pembatasan iklan akan dilakukan di seluruh media cetak maupun elektronik.

Akankah peraturan - peraturan ini akan membuat jumlah perokok di Indonesia semakin berkurang? Peraturan ada untuk dilanggar (bisa kita buktikan setiap hari di jalan raya) dan setiap manusia mempunyai kehendak bebas untuk memilih. Tidak sedikit orang yang sudah jelas - jelas tahu bahaya merokok toh tetap merokok. Kenikmatan merokok jauh melebihi resiko gangguan kesehatan yang dapat dia alami ataupun orang - orang di sekitarnya.

Mungkin apabila perokok menemukan pengganti kenikmatan sekaligus sumber inspirasi seharga 1 batang rokok, maka jumlah perokok akan berkurang. Rokok adalah cara pelepasan stress yang mudah didapat, murah (bisa dibeli satuan seharga Rp. 600,- ) dan bisa dinikmati sambil melakukan hal yang lain seperti menyetir, mengetik ataupun membaca.

Mungkin apabila media bisa menyampaikan dampak negatif merokok dengan cara yang sama menariknya seperti iklan - iklan rokok yang ditayangkan, maka perokok bisa mempunyai perspektif lain tentang dampak jangka panjang merokok bagi keluarga dan masa depannya.

Mungkin jika perokok pasif lebih vokal untuk mengingatkan perokok agar tidak merokok di ruang publik, maka perokok dapat lebih menyadari bahwa non perokok juga berhak menghirup udara tanpa nikotin.

Jadi mungkinkah mengurangi jumlah perokok di Indonesia? Kalau dijawab tidak mungkin, sungguh meredupkan harapan akan munculnya generasi muda Indonesia yang sehat jasmani dan rohani. Kalau dijawab mungkin, begitu besar pekerjaan rumah yang harus dikerjakan. Demi menjaga harapan agar tetap ada...aku akan jawab MUNGKIN..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun