Mohon tunggu...
Ruki Setya
Ruki Setya Mohon Tunggu... Guru - momong anak-anak

menghabiskan waktu bersama anak-anak di kampung dengan bermain bola dan menulis untuk berbagi pengalaman.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terhempas

4 Desember 2023   08:43 Diperbarui: 4 Desember 2023   08:51 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari itu, jadwal arisan ibu-ibu PKK akan bergulir untuk kesekian kalinya. Dewi sebagai ketua arisan sibuk menyiapkan segala sesuatunya. Arisan kali ini akan bertempat di rumah sekretaris PKK, Bu Laras. Sudah menjadi kebiasaan Dewi, setiap acara arisan ia selalu datang lebih awal. Tas yang berisi buku daftar peserta arisan, gulungan kertas kecil-kecil yang dimasukkan dalam potongan sedotan, dan yang pasti uang berbagai pecahan rupiah. Tas kecil itu dibawa dengan cara diselipkan diantara lengan kanan dan badannya, kalau orang Jawa bilang “dikempit”. Dewi duduk bersimpuh di lantai yang sudah dialasi karpet coklat bermotif bunga. Tak beberapa lama rumah Bu Laras telah ramai ibu-ibu anggota arisan. Suara mereka riuh bersahutan. Saling bersapa. Saling curhat. Saling berkelakar dengan tawa yang renyah. Tak ayal ruang tamu yang cukup lebar itu bagai pasar pindah. Riuh suara ibu-ibu itu mendadak terhenti oleh loudspeaker di pojok ruangan. Itu adalah suara Dewi yang telah mengawali membuka acara arisan.

“Assaalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh...”

Serempak ibu-ibu yang hadir menjawab salam dari Dewi, Ketua Arisan.

“Ibu-ibu, saudara semua, perlunya arisan ini tidak sekedar kumpul-kumpul, mengumpulkan uang terus dikocok lalu selesai kita pulang. Yang terpenting dari itu kita bisa mempererat tali silaturahmi dengan semua anggota arisan. Ada yang penting lagi yaitu kita bisa curhat, barangkali ada masalah-masalah terkait rumah tangga. Mungkin dari masalah itu kita bisa membantu memecahkannya. Pesan dari kami, kita sebagai istri sebisa mungkin menjadi pribadi yang disayang suami, bisa menempatkan posisi yang baik untuk suami dan anak-anak.” sambil beringsut, Dewi membetulkan letak duduknya agar nyaman.

“Tugas kita di rumah tidak cuma jadi ibu rumah tangga, masak, nyuci, ngurus anak dan sebagainya. Kita sebagai istri harus bisa menjaga nama baik suami, pandai memberi pelayanan yang terbaik bagi suami baik lahir maupun batin," tutur Dewi semakin memikat para anggota arisan. “Selain itu kita harus bijak dalam mengelola keuangan atas kepercayaan suami yang telah menyerahkan keuangan rumah tangga kepada istri, harus hati-hati, teliti dan cermat dalam mengatur keuangan. Syukur kalau bisa menabung. Kita harus membuat suami selalu setia dan sayang kepada istri. Meskipun kita cuma ibu rumah tangga, harus tetep bersolek bilamana di rumah agar suami tetap kerasan di rumah, tidak tergoda dengan wanita lain. Misal di acara seperti ini kita juga bisa menyesuaikan kondisi. Berpakain yang rapi dan pantas supaya suami tidak malu dengan kita.”  Dewi menutup sambutan dengan semangat sambil mengepalkan tangan, “Kita harus menjadi the power women!”

Tegas dan jelas tutur kata Dewi kepada anggota arisan. Namun sambutan Dewi yang panjang itu, ibu-ibu yang ada di pojok ruangan, dekat jendela, berbisik sambil tangannya menutupi mulutnya agar suaranya tidak lolos ke telinga ibu-ibu di sebelahnya. Entah apa yang dibicarakan.

Dalam berpakaian, Dewi memang terkenal glamour. Mewah. Semua perhiasan yang ada dipakai. Kalung, gelang, cincin, bros untuk baju dan hijab. Gaya pakaiannya tidak kalah dengan generasi milenial.

Busana Dewi yang kelihatan mewah itu sebenarnya bukan tracking dari mall atau belanja online, namun usut punya usut ternyata kiriman dari teman suami satu kantor. Belakang diketahui, suaminya, Prasetya Wibawa, sering mendapat titipan baju-baju dari temannya untuk istri tercinta. Teman suaminya itu tidak hanya sekali tapi sudah berulang kali kirim baju kebaya atau dress. Bahkan Prasetya ketika pulang dari kantornya sering membawa makanan yang menggoda selera. Roti, Ayam Bakar, Gorengan, Buah-buahan dan lainnya. Maka dari itu Dewi sudah menganggap teman sekantor suami, Pras, seperti saudara sendiri.. Meskipun Dewi belum sekalipun ketemu dengan teman suaminya itu, Dewi menganggap lebih dari saudara. Teman Pras sekantor itu namanya Astuti. Lewat cerita Pras lah Dewi tahu siapa Astuti. Di mata Dewi, Astuti adalah sosok wanita yang baik dan ramah. Kelak Dewi akan diperkenalkan oleh Pras dalam suatu acara.

***

Bulan Besar dalam kalender Hijriyah disebut Dzulhijjah atau bulan Haji. Bulan ini telah dipercaya oleh masyarakat Jawa bahwa bulan Besar adalah bulan keberuntungan. Maka di bulan ini orang-orang akan berlomba mengadakan acara keluarga. Baik pernikahan maupun khitan atau acara lainnya. Di bulan Besar menjadi booming orang orang punya hajat.

Disuatu masa, Pras mendapat undangan dari teman kantornya dalam acara pernikahan. Pras sudah pasti akan mengajak Dewi. Maka hari itu, Dewi telah siap dengan berpakaian style dengan dandanan sekelas selebritis ibukota. Dewi begitu anggun dengan kebaya hijau dengan hijab serasi banget. Bawahan lurik coklat muda. Tidak ketinggalan perhiasan yang melekat pada beberapa jari manis dan jari tengah, gelang ada beberapa di kedua tangannya, bros kecil menghiasi hijab di bawah leher. Semua nampak indah dan mempesona. Sementara Pras memakai hem batik panjang warna coklat dengan kombinasi celana hitam. Pras dan Dewi  ketika berdiri berdampingan kelihatan pasangan yang serasi sekali. Namun, hampir delapan tahun pernikahannya belum juga memperoleh keturunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun