Mohon tunggu...
Ruki Setya
Ruki Setya Mohon Tunggu... Guru - momong anak-anak

menghabiskan waktu bersama anak-anak di kampung dengan bermain bola dan menulis untuk berbagi pengalaman.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kepadamu Asa Kutambatkan

18 Februari 2023   08:07 Diperbarui: 18 Februari 2023   08:09 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ingatanku melayang pada 22 tahun silam. Ingatan kepada almarhumah ibuku yang selalu memberi semangat untuk bermanfaat kepada sesama dengan ilmu yang aku miliki.

"Menjadi guru memang gajinya kecil, Nak. Tapi dengan ilmu yang kau tebarkan kepada murid-murid, kau akan merasa bahagia melihat mereka bisa sukses kelak. Kepadamu asa kutambatkan."

Begitu pun almarhum ayah , mempunyai harapan yang sama dengan ibu. Ayah ingin aku bisa melanjutkan harapan-harapan orang tua untuk menebarkan benih-benih kebaikan lewat pembelajaran kepada murid-murid yang nantinya akan menjadi tulang punggung pembangunan di Negeri tercinta. Siapa lagi tongkat estafet pembangunan akan diteruskan selain kepada generasi muda.

Oleh karena itu, orang tuaku mengantarkan aku ke Sekolah Pendidikan Guru (SPG). Aku tidak menolak maupun protes ketika ayah mendaftarkan aku ke SPG. Karena aku paham, lewat pendidikan keguruan inilah cita-citaku sebagai guru kelak akan tercapai. Pendidikan di SPG aku jalani selama tiga tahun. Aku lulus dengan menggenggam ijazah SPG. Namun, aku tatap masa depan dengan harapan agak bimbang. Ada pertanyaan besar di benakku.

"Untuk apa dengan selembar ijazah ini?", tanya hatiku yang paling dalam.

Saat itu harapan bisa menjadi guru PNS sudah tertutup. Karena Pemerintah memberlakukan aturan tidak mengadakan pengangkatan guru PNS dari lulusan SPG. Bagi lulusan SPG diharuskan melanjutkan ke jenjang diploma dua. Sedangkan aku tak mampu melanjutkan karena kedua orang tua sudah lebih dulu dipanggil oleh Sang Khalik. Otomatis tidak ada biaya untuk itu. Meskipun begitu aku tidak putus asa. Pesan-pesan dari orang tua masih segar terpatri dalam memoriku. Dan aku sadar diri. Menata hati, menyiapkan mental untuk bangkit dan bergerak menyambut masa depan yang lebih gemilang. Tidak lupa segala urusan aku pasrahkan kepada Allah, Sang Penguasa makhluk di darat, di laut serta penguasa makhluk di antara keduanya.

Waktu terus berjalan, pelan namun pasti. Tak menunggu berlama-lama , aku diijinkan ikut mengajar di Sekolah Dasar yang tidak jauh dengan tempat tinggalku sebagai tenaga wiyata bakti. Aku tidak peduli besarnya honor. Dan tidak berharap diangkat sebagai PNS. Bagiku yang paling utama, aku telah menjalankan amanah orang tua. Ingin orang tuaku tersenyum bahagia di Surga-Nya.

Di Sekolah Dasar tempatku mengabdi, Kepala Sekolah memberi kepercayaan kepadaku untuk mengajar di kelas empat. Dengan jumlah siswa 28 orang. Jumlah siswa di kelas yang lumayan besar untuk ukuran sekolah di desa. Pun, rekan-rekan guru lainnya selalu memberi semangat kepadaku untuk terus berkembang. Dari sinilah aku mulai paham dan memperoleh hal-hal baru tentang profesi sebagai guru yang sebenarnya.

Pekerjaan seorang guru ibarat petani yang mempersiapkan lahan untuk ditanami. Tanaman akan tumbuh di tanah yang subur. Petani akan merawat dan menjaga sampai akhirnya memetik buahnya. Begitu pula seorang guru memiliki tanggung jawab untuk membekali ilmu kepada anak didiknya, menumbuhkan kepercayaan diri mereka dan menjadikan mereka mampu untuk menyelesaikan masalah-masalah penting yang menjadi tujuan hidupnya. Semua itu dilakukan dengan tujuan agar bisa menjadi manusia yang beretika, berbudaya dan berdaya guna.

Seorang guru harus mampu mengajar sekaligus mendidik. Meskipun seorang guru mungkin memiliki tantangan selama menjalankan profesinya. Seorang guru harus mampu menghadapi dan menyelesaikan segala hal yang dirasa menghambat selama menjalankan tugasnya. Bahkan menghadirkan solusi untuk setiap permasalahan yang muncul.

Kini aku telah berada di masa milenial. Masa dimana semua tidak terbatas ruang dan waktu. Semua menjadi dekat, semua menjadi serba cepat. Dua puluh dua tahun menjadi guru, aku menyaksikan murid-muridku telah beranjak dewasa. Mereka rata-rata telah menggapai cita-citanya. Bekerja pada bidangnya masing-masing. Dan statusku sebagai honorer telah lama berubah menjadi PNS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun