Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Nikotin dalam Rokok Elektrik Lebih Banyak 2-5 Kali

28 Juni 2019   06:00 Diperbarui: 28 Juni 2019   06:09 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: dampforum.nu

Orang yang kecanduan merokok memang sulit untuk menghilangkan rasa kecanduan itu. Padahal rokok sangat membahayakan kesehatan.

Adapun rokok elektrik yang beredar sekarang ini dimaksudkan sebagai upaya terapi untuk berhenti merokok.

Akan tetapi, menurut Reri Indriani belum ada bukti ilmiah kalau rokok elektrik bermanfaat sebagai terapi kecanduan merokok. Menurut Pelaksana Harian Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif BPOM ini dampak yang dihasilkan rokok elektrik lebih banyak menghasilkan dampak buruknya ketimbang kegunaannya.

Rokok elektrik tetap saja tidak aman. Hal tersebut diungkapkan oleh beberapa ahli yang berkaitan dengan kesehatan kanker dan jantung. Beberapa ahli yang dimaksud antara lain dari dari Yayasan Kanker dan Jantung, Komnas Pengendalian Tembakau, dan berbagai profesi serta kelompok masyarakat.

"Rokok elektrik tetap berbahaya," papar Agus Dwi Susanto, dokter spesialis paru, awal Juni 2019 lalu di gedung Kementerian Kesehatan RI.

Rokok elektrik memiliki kandungan yang berbahaya seperti karsigonik penyebab kanker, pula tetap menyebabkan kecanduan.

Menurut Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia ini, tidak sedikit kalangan yang menyatakan bahwa rokok elektrik memiliki dampak less harmful. 

"Kendati demikian, rokok elektrik tetap saja tidak aman. Istilah less harmful itu dibuat oleh perusahaan produk itu untuk menimbulkan imajinasi bahwa produk itu berbahaya tetapi sedikit," jelasnya.

Agus menjelaskan lebih lanjut, berdasarkan temuan-temuan di luar negeri, produk ini tetap berbahaya walaupun tidak mengandung tar, tapi tetap mengandung karsigonik.

Selama ini rokok elektrik rentan digunakan untuk pengonsumsian narkoba. Kerugian lain adalah dampak sosial dan ekonomi.

Diskusi di Jakarta, pada Selasa (25/6/2019) berjudul "Tinjauan Kebijakan Rokok Elektrik" menyimpulkan bahwa seiring semakin meningkatnya angka perokok, baik yang konvensional maupun yang elektrik di kalangan anak-anak dan remaja. Namun di sisi lain daya pemerintah untuk mengendalikan rokok elektrik masih lemah. Belum memadainya pengawasan produk itu karena belum adanya regulasi tentang hal tersebut.

Beberapa lembaga seperti akademisi, KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), Kementerian Kesehatan, dan BNN (Badan Narkotika Nasional) sepakat akan adanya regulasi larangan pemakaian rokok elektrik di Indonesia.

Beberapa pakar yang terkait mengungkapkan alasannya. 

Ranti Fayokun, seorang ilmuwan dari Organisasi Kesehatan Dunia WHO menjelaskan bahwa rokok elektrik memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan anak-anak dan remaja. Hal itu disebabkan karena rokok elektrik memiliki kemasan yang terlihat modern dan produk memiliki rasa yang bervariasi. Lebih lanjut, Ranti mengemukakan mereka melihat produk itu tidak berbahaya. "Tapi mengandung racun," paparnya.

Kepala Pusat Lab Narkotika BNN Mufti Djusnir berpendapat ada lima jenis narkotika yang dihisap pengguna rokok elektrik, antara lain cannabidiol, 5-fluoro ADB, dan ganja.

Berkaitan dengan BNN, dalam memperingati Hari Anti Narkoba Internasional 2019, pada Rabu (26/6/2019), Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa kendati pemerintah sudah mengeluarkan berbagai peraturan untuk menanggulangi penyalahgunaan narkoba, tapi masih diperlukan keterlibatan semua pihak untuk menghentikan peredaran serta penyalahgunaan narkoba.

Untuknya, Tri Asti Isnariani, seorang direktur bagian pengawasan narkotika BPOM, menghimbau dibuatnya regulasi dengan mendesak penggunaan produk rokok elektrik.

Senada dengan Tri, seorang pengamat kesehatan masyarakat, Prof. Hasbullah Thabrany menyatakan pengendalian rokok elektrik jauh lebih sulit ketimbang pengendalian rokok konvensional. Hal itu disebabkan karena tidak adanya regulasi. "Produk ini bakal menjadi epidemi tembakau baru," ujarnya.

Sebuah penelitian di Perancis, menyimpulkan kadar nikotin yang ada di rokok elektrik lebih banyak 2-5 kali lipat ketimbang rokok konvensional.

Lalu mengapa sulit membuat regulasi?

Untuk itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dari Kementerian Kesehatan RI, Anung Sugihantono menerangkan mengapa tidak gampang membuat regulasi. Anung menjelaskan, hal itu disebabkan karena zat-zat yang ditemukan terus berubah-ubah seirama berjalannya waktu.

Apabila dulu zat itu dimasukkan ke dalam daftar, sekarang ditemukan ada zat baru. "Maka kita harus merubahnya, dirubah lagi. Itu kesulitannya," jelas Anung.

Hanya karena itu kesulitannya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun