Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Analisis

"Jokowi Effect" Masih Berlaku

19 April 2019   06:00 Diperbarui: 19 April 2019   06:05 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Undang-undang tidak memperbolehkan seorang Presiden untuk menjabat Presiden lagi untuk ketiga kalinya secara beruntun.

Pada kontestasi 2014-2019, dengan demikian Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu berpasangan dengan Wapres Boediono tidak dapat untuk mengikuti lagi kontestasi Pemilu periode tersebut.

Demi untuk kelanjutan bangsa, maka diadakan dua Paslon (pasangan calon) untuk dipilih rakyat, yaitu pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla melawan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.

Capres Jokowi kala itu diusung oleh partainya, PDI-Perjuangan, partai berlambang kepala banteng dan moncong putih.

Sementara Prabowo Subianto berasal dari Partai Gerindra.

Hasil dari Pemilu yang digelar pada 9 Juli 2014 itu akhirnya rakyat memilih pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla untuk memimpin negeri ini.

Adapun perolehan suaranya, Jokowi-Kalla 53,15 persen, sementara Prabowo-Rajasa 46,85 persen.

Dengan demikian, Jokowi dan Jusuf Kalla resmi diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden periode 2014-2019.

Berkaitan dengan bidang ekonomi, terpilihnya Jokowi-JK berdampak positif terhadap mata uang Rupiah. Ketika itu, rupiah terus menunjukkan penguatan yang sangat berarti.

Dampak penguatan atas terpilihnya Jokowi-JK itu lantas dinamakan oleh kalangan ekonomi sebagai "Jokowi Effect".

Sampai detik ini, sejumlah Lembaga Survei penghitungan cepat suara pemilu sudah hampir memastikan pasangan Paslon 01 Jokowi-Ma'ruf memenangkan kontestasi Pilpres 2019.

Katakanlah, memang resmi Paslon 01 jadi memimpin negeri ini periode 2019-2024.

Apakah dengan demikian, hal serupa akan terjadi di bidang ekonomi?

Coba kita lihat jawaban dari dua orang pakar.

Analis Muhammad Nafan Aji Gusta Utama, dari Binaartha Sekuritas, menyebutkan "Jokowi Effect" akan berlaku lagi.

Baik berdampak kepada penguatan rupiah maupun terhadap pasar modal.

Alfred Nainggolan, Kepala Riset Koneksi Kapital Indonesia, kontestasi Pilpres 2019 dan hasil hitung cepat memberikan dampak kepada pergerakan rupiah.

Data terakhir, Rabu (17/4/2019) Reuters. Rupiah sempat menguat hingga nilai Rp 14.000 per satu Dollar Amerika.

Dari Rp 14.000 beberapa jam kemudian berubah menjadi Rp 14.080. Tetapi setelah hasil survei yang terus meyakinkan akan kemenangan Paslon 01, rupiah sempat mencatat hingga Rp 13.985.

Analis Nafan yakin, rupiah akan sampai pada level Rp 13.675 di akhir tahun ini.

Alfred Nainggolan juga menyebut, pergerakan saham selama satu bulan sebelum Pemilu cukup bergejolak. Sempat berada di level 6.390, tapi terakhir bergerak lagi hingga 6.481.

Alfred yakin IHSG dapat sampai ke level 6.600.

Ya, riset yang dihasilkan beberapa Lembaga Survei berpengaruh kepada penguatan IHSG.

Untuk Kamis (18/4/2019), Nafan memprediksi IHSG berada pada 6.421-6.515.

"Para pemain pasar mengharapkan Jokowi jadi Presiden lagi," nilai Alfred Nainggolan.

Menurut Muhammad Nafan, para pemain pasar sangat menaruh apresiasi kepada hasil quick count. Bukan hanya domestik, tapi juga para pemain pasar asing.

Net buy asing terjadi.

Jadi, kedua analis di atas sudah menjawab.

Seperti "Jokowi Effect" tahun 2014. 

"Jokowi Effect" sekarang masih berlaku!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun