Mohon tunggu...
Rudy Tantra
Rudy Tantra Mohon Tunggu... -

Writer. Blogger. Mentor. Executive in IT Company

Selanjutnya

Tutup

Money

Bisnis Sampingan

4 November 2013   08:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:37 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Kebanyakan dari kita, apabila bekerja sebagai pegawai kantoran, hampir pasti menjalankan rutinitas yang sama. Bekerja sebulan, terima gaji, sebagian habis untuk biaya, sebagian lagi tabungan. Kalaupun ada bonus, biasanya dihabiskan untuk sesuatu yang lama diimpikan, seperti pergi berlibur, mengganti mobil, renovasi rumah dan sebagainya. Sedangkan tabungan, biasanya akan dikeluarkan pada suatu saat untuk alasan yang sama, atau bisa jadi untuk sesuatu yang sifatnya darurat seperti menambah bayaran sekolah anak, atau bahkan untuk biaya berobat (makanya, jaga kesehatan itu penting sekali!). Namun, pernahkah ada yang berpikir, bahwa bonus atau tabungan, merupakan sebuah potensi yang bisa kita kembangkan menjadi investasi.

Saya yakin, banyak yang pernah mendengar nama Robert T. Kiyosaki. Bukunya tentang ayah kaya dan ayah miskinnya sempat menjadi best seller. Sebenarnya, secara pribadi, saya tidak terlalu tertarik dengan bukunya, tetapi karena penasaran, akhirnya saya beli juga. Hal penting yang saya tarik dari tulisannya adalah bagaimana kita harus berpindah kwadran sumber penghasilan kita. Apabila saat ini kita masih di posisi “E” (employee) sebagai karyawan, tahap berikutnya adalah pindah ke “S” (self employee) yaitu bekerja sendiri secara independent (jadi BO nya MLM mungkin termasuk di sini. Selanjutnya ada tahap “B” (businessman), dimana kita sudah punya usaha dan orang-orang yang bekerja di sana, tapi kita juga masih ikut terlibat. Yang terakhir adalah “I” (investor). Nah, menurut Pak Robert tadi, posisi inilah yang terbaik, dimana kita hanya menanam modal, lalu modal itu yang bekerja untuk kita memberi penghasilan pasif. Artinya, nganggur tapi duit datang terus sendiri. Untuk itu, kita harus memperbanyak asset yang dapat menghasilkan uang secara kontinyu dan stabil. Karena, menurut Pak Robert, kekayaan bukan dinilai dari value, tetapi dari waktu. Artinya, kalau kita bisa mencukupi hidup kita secara layak (menurut ukuran kita), selama mungkin, bekerja ataupun tidak, itu baru bisa disebut kaya.

Bagus memang pelajaran itu. Setidaknya filosofi om-om yang bilang lebih baik punya usaha sendiri meskipun kecil-kecilan daripada kerja sama orang lain, sedikit banyak klop dengan gagasan di atas. Hanya biasanya om-om suka lupa, sudah tua tetap mau pegang bisnisnya sendiri, jadi dia sampai almarhum tetap di posisi “B” saja.

Kalau bercermin pada diri sendiri, saat ini saya ada di poisi “B” juga. Masih ikut ramai-ramai di kantor, masih ikut pusing kalau jualan sepi, masih ikut prihatin kalau cashflow macet. Bahkan kadang-kadang, masih ikut coding. Tapi, benar kata Kiyosaki, bagaimanapun kita harus berpindah ke “I”. Pertimbangan saya, setelah capek-capek bekerja keras membangun usaha, tentunya harus ada waktu untuk menikmatinya. Nah, sekarang tinggal bagaimana kita bisa mulai melepaskan usaha yang sudah jalan ini ke tangan professional, namun tetap bisa kita monitor. Selain itu, karena saya suka tidak percaya suatu usaha bisa terus menerus stabil memberi hasil, maka filosofi China kuno, yang bilang “jangan meletakkan semua telur dalam satu keranjang” selalu menjadi pedoman saya.

Di posisi “B” ini, usaha saya bersama tiga orang partner lainnya saat ini memang sudah cukup stabil, dalam artian bisa memberi gajian tepat waktu kepada karyawan, dan bisa kita ambil sedikit-sedikit untuk keperluan sendiri. Karena mengikuti prinsip telur tadi, saya secara pribadi juga mencari keranjang-keranjang lainnya. Jadi ada bisnis sampingan pribadi juga. Jadilah saya punya investasi di daerah asal istri saya, juga ada usaha supply snack ke beberapa toko, supply keperluan pesta ultah anak-anak dan sebagainya. Semuanya serba kecil-kecil. Tetapi, saya percaya, seperti benih, nantinya mungkin ada yang layu karena kurang air, tetapi ada juga yang tumbuh besar dan berbuah banyak.

Jadi, yang penting adalah jika ada peluang, tebarlah benih, meskipun sedikit dan kecil. Dan sekali kita menebar, seperti tanaman, tentu harus kita pelihara dengan baik. Maksud dari memelihara dengan baik adalah, kita harus belajar mengelola bisnis baru ini, kita mencari relasi agar ia semakin besar, kita harus menyuntikkan modal jika memang diperlukan, dan juga kita harus berani menghadapi resiko, jika memang bisnis ini pada akhirnya bisa saja tidak berkembang, bahkan merugi dan mati. Namun, percayalah, pada saatnya nanti, diantara yang kita tabor, tentu ada yang berkembang, bahkan mungkin bisa menjadi penghasilan utama kita, dan bahkan bisa membuat kita di posisi “I”.

Biasanya memang, ketakutan yang utama dari orang-orang yang terbiasa bekerja dan punya penghasilan rutin adalah keluar dari zona kenyamanan. Tiap bulan penghasilan sudah cukup, ngapain mesti susah-susah. Tetapi, tahukah saudara, bahwa itu bukan berarti aman. Salah seorang partner saya adalah mantan eksekutif sukses di sebuah perusahaan minyak. Entah karena sial atau apa, suatu saat di tahun 2003, dia dikeluarkan dengan tuduhan penggelapan yang tidak dilakukannya. Saya tahu persis karakternya, karena itu saya percaya bahwa dia memang tidak melakukan penggelapan itu. Dari sanalah saya dan dia belajar, bahwa zona kenyamanan itu semu, karena zona itu ada di wilayah orang lain. Dahulu, setiap bulan ia menerima total gaji dan bonus yang lebih dari cukup, sekarang dia harus berjuang bahwa kadang-kadang kita harus hidup pas-pasan jika jualan lagi jelek. Tetapi, saya dan dia juga menyadari, kalau dulu sekeras apapun kita bekerja, jika atasan hendak mengeluarkan (baca: memecat) kita, tak banyak yang bisa kita perbuat. Tetapi sekarang, semakin keras kita bekerja, kita bisa menyaksikan sendiri, bahwa benih usaha ini sekarang sudah mulai berbatang dan berdaun, dan suatu saat nanti akan berbunga dan berbuah.

Jadi, sudah siapkah saudara untuk berani berinvestasi, dan menahan diri untuk tidak menghabiskan bonus dan tabungan untuk sesuatu yang konsumtif?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun