Mohon tunggu...
Rudi Cahyono
Rudi Cahyono Mohon Tunggu... -

Creative Learning Designer | Parenting Consultant | Writing Coach | Lecturer

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

#Menulis-nya @rudicahyo dan #Primadona-nya @sherinamunaf

2 Januari 2012   16:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:25 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_153440" align="alignleft" width="291" caption="Sumber Gambar: albumexp.blogspot.com"][/caption] Barusan baca #MusicJourney di lini masa @sherinamunaf. Tergerak hati untuk menulis. Kenapa? Karena ingin juga menulis perjalanan seperti itu, meski tidak dalam bidang musik. Nah, dalam hal apa? menulis tentunya. Meskipun jika dibandingkan dengan Sherina, aku masih belum punya karya sebesar #Primadona. Aku dilahirkan sebagai Rudi. Iya, hanya sebagai Rudi. Nah loh, apa maksudnya coba? Iya, aku tergolong orang yang lama banget panasnya, termasuk dalam menemukan, apa yang sebenarnya aku sukai. Mulai dari SMP sampai SMA, aku sebenarnya anak yang aktif melakukan banyak kegiatan, tetapi tidak suka secara resmi tergabung di organisasi tertentu. Dari sini ada untungnya juga, karena aku punya banyak teman, bahkan dari organisasi yang sedang bertentangan. Waktu kuliah baru bergabung dengan organisasi resmi, seperti Sie Kerohanian Islam (SKI) dan Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM). Karena memang agak susah untuk tergabung dalam organisasi secara resmi, maka aku bergerak bersama teman-teman untuk membuat kelompok studi. Dari sinilah kegiatan tulis menulis dimulai. Nama kelompok studinya adalah Kelompok Studi Belenggu atau KSB. Sempat jadi bahan lelucon karena mirip dengan produk susu yang ngetrend pada waktu itu, KSB (Koperasi Susu Batu). Kegiatan KSB adalah diskusi dan menulis. Salah satu dari kami bikin tulisan untuk didiskusikan. Hasil diskusi dituliskan kembali. Setelah 1 bulan, kami terbitkan tulisan-tulisan itu menjadi buletin. Buletin ini kami jual dengan harga yang semurah-murahnya. Bagian ini lupakan saja hehe. Masa mahasiswa adalah masa dimana idealisme meledak-ledak, termasuk dalam kata-kata yang tertuang di tulisan. Waktu itu tulisanku masih berbahasa tinggi dan butuh mengernyitkan dahi untuk bisa dipahami. Itupun, hari ini baca, tiga hari kemudian baru bisa manggut-manggut. Itu juga belum tentu berarti paham *duerrr.

Menulis berpanjang-panjang tidak hanya membuahkan keringat diri sendiri, tapi juga bikin bermandi peluh bagi yang membacanya. Ternyata eh ternyata (bukan berjudi itu haram), tulisan yang hanya 3 paragraf, tidak ada selembar kertas, mendapat pujian dari seorang teman yang sekarang menjadi wartawan senior di sebuah surat kabar nasional. Sejak itu semangat menulis jadi menggebu. Bahkan ada kalanya seluruh mading bagian mading kelompok studi berisi tulisanku semuanya. Sampai-sampai temanku pernah bikin edisi 'dolph'. Aku biasanya pakai nama itu untuk menulis.

Tenang, tulisan yang berjudul "3 Manusia Genial" yang mendapat pujian dari seorang wartawan senior itu masih kalah jauh dengan #Primadona nya Sherina Munaf. Jelas tidak ada apa-apanya. Tapi tetap ada kesamaannya, rasa puas dengan hasil karya sendiri yang diapresiasi orang lain.

[caption id="attachment_153441" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber Gambar: onnetvayundra.blogspot.com"]

[/caption]

Hobi menulis bersambut trendnya media menulis di internet yang disebut blog (boleh tengok blogku, Mosaic Learning). Meski masih menjadi blogger kambuhan, tapi tulisanku sudah bisa diwadahi dan dipamerkan. Bahkan beberapa blog sudah almarhum dan lupa alamat serta password-nya.

Cerita pendek yang tersimpan di hard disk ku posting dalam blog tersendiri yang berisi kumpulan cerita-pendekku. Karena merasa puas dengan hasil karya sendiri, aku merasa ini sudah waktunya dibukukan. Beberapa cerpen ku baca berulang-ulang. Suka sekali dengan isinya. Bahkan pernah diminta membuat cerpen oleh seorang mahasiswa UGM untuk tugasnya #ups.

Aku pelajari semua cerpen dan ku kumpulan yang mempunyai karakter yang sama. Terkumpullah cerpen yang akhirnya menjadi buku setelah duaratusan halaman berjudul Suara Bisu.

Sebenarnya, sebelum Suara Bisu lahir, aku sudah menulis novel berjudul Sacrifice. Sebuah novel bergenre misteri dengan nuansa psikologi yang kental. Satu penerbit menolaknya dan dua lagi sampai sekarang tidak ada kabarnya. Akhirnya novel ini teronggok tak berdaya. Tidak sepadan kan jika dibandingkan dengan Sherina yang berjibaku dengan #Primadona-nya?

[caption id="attachment_153443" align="alignright" width="383" caption="Sumber Gambar: iphototv.blogspot.com"]

[/caption]

Sebenarnya juga ada novel separoh jalan. Karena novel ini rumit dan butuh mempelajari banyak hal, memadukan kenyataan lewat riset kecil dan imajinasi, maka novel ini juga tetap berjalan di tempat sampai separoh jalan. Judulnyapun belum terpikirkan. Masih belom sebanding dengan apa yang dilakukan Sherina atas #Primadona-nya.

Waktu menyajikan banyak pilihan dengan inovasi-inovasi. Hadirlah self publishing yang memungkinkan setiap orang membukukan tulisannya. Aku mempublish Suara Bisu di nulisbuku.com. Jadi masih belum ada ISBN-nya. Menurutku, Suara Bisu yang paling potensial diterbitkan oleh penerbit meanstream.

Meski belum diterbitkan oleh penerbit meanstream, hikmahnya dapat dipetik dari sini. Aku semakin keranjinan menulis. Karya yang menyusul kemudian adalah Suara Kecil yang ku tulis bersama penulis Palembang dan Bandung. Aku juga terlibat dalam berbagai antologi cerpen, diantaranya Pelangi, Sahabat, Gincu Merah. Karya yang menyusul kemudian adalah 7 Things yang masih menunggu desain cover dari teman.

Jika dibandingkan dengan Sherina, memang masih belum seberapa. Apa kesamaannya? Aku dan Sherina membangun karya ini atas dasar kesukaan. Orang bilang ini passion. Aku dan Sherina juga membangunnya dalam jangka waktu yang panjang. Sherina melahirkan #Primadona sejak 2004, sementara aku memulai menghimpun tulisanku sejak 2002.

Apa perbedaannya? Sherina melejit tak terjangkau. Padahal aku sangat mengidolakan penyanyi satu ini. Seperti langit dan bumi ya hehe. Tapi aku masih tetap yakin, suatu saat kami akan berkolaborasi, entah dalam bentuk apa. Tapi percaya keajaiban itu pasti ada. Sherina melaju dengan dasar yang sudah dibangun semenjak ia jadi penyanyi cilik. Sekarang #Primadona lahir dipermudah oleh nama yang dibangun sekian lama itu. Sementara aku, Suara Bisu saja masih belum punya fondasi yang kuat, namaku belum setenar Sherina Munaf.

Semua itu masih harus diusahakan secara keras agar juga bisa memperoleh capaian yang sama dengan #Primadona-nya Sherina. Barangkali saja, jika Sherina membaca tulisan ini, dia malah mendoakan tulisanku punya prestasi yang lebih :). Selain itu, ketika Sherina membaca tulisan ini, juga berefek buat Resolusi Juara 2012 tentang Sherina (baca di sini).

1325525720872059127
1325525720872059127

Demikian kisahku tentang #menulis yang terinspirasi oleh #MusicJourney dari Sherina Munaf tentang hasil karyanya, #Primadona. Apa inspirasi yang Kamu dapatkan dari cerita ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun