Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Advokat - Jurnalis

Menulis apa saja yang mungkin dan bisa untuk ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Alegori Goa Plato dan Ilusi Digital: Ketika Bayangan Menjadi Realitas

14 Mei 2025   11:40 Diperbarui: 14 Mei 2025   11:40 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (Kreasi Pribadi)

ALEGORI GOA PLATO DAN ILUSI DIGITAL : KETIKA BAYANGAN MENJADI REALITAS

Pendahuluan

Di era digital yang semakin dominan ini, manusia disuguhkan berbagai bentuk informasi yang tampil dalam wujud gambar, video, dan teks di layar perangkat elektronik. Kita terhubung dengan dunia luar melalui media sosial, portal berita, hingga platform hiburan yang terus mengalirkan arus informasi tanpa henti. Namun, di balik kemudahan akses tersebut, muncul sebuah pertanyaan mendasar: Apakah semua yang kita lihat di dunia digital adalah kenyataan, atau hanya bayangan semu yang diciptakan untuk membentuk persepsi kita?

Pertanyaan ini mengingatkan kita pada Alegori Goa Plato, sebuah metafora klasik yang tetap relevan hingga saat ini. Dalam dialognya yang berjudul Republik, Plato mengisahkan sekelompok tahanan yang sejak lahir diikat dalam goa gelap. Mereka hanya bisa melihat dinding goa tempat bayangan benda-benda diproyeksikan oleh api yang menyala di belakang mereka. Bagi para tahanan, bayangan tersebut adalah kenyataan satu-satunya yang mereka ketahui. Mereka tidak pernah melihat benda asli yang memproyeksikan bayangan tersebut.

Plato menggunakan alegori ini untuk menjelaskan keterbatasan persepsi manusia dalam memahami kebenaran. Ia menyiratkan bahwa manusia cenderung terjebak dalam dunia ilusi, menerima apa yang terlihat sebagai kenyataan tanpa pernah berusaha keluar dari goa untuk melihat realitas sejati. Namun, bagaimana jika goa itu kini berwujud layar ponsel dan komputer?

Di era digital, goa Plato tidak lagi berupa ruang fisik yang gelap dan sempit, melainkan ruang maya yang luas dan penuh warna. Bayangan yang dahulu diproyeksikan oleh api kini digantikan oleh algoritma yang terus menerus menyuguhkan konten yang dianggap relevan bagi kita. Sementara itu, api yang menciptakan bayangan di dunia digital bukanlah api fisik, melainkan jaringan algoritma yang dirancang untuk mempertahankan perhatian kita.

Menurut Jean Baudrillard, filsuf postmodern yang terkenal dengan konsep hiperrealitas, manusia modern hidup dalam dunia simulasi, dunia yang dipenuhi oleh citra dan representasi yang lebih nyata daripada kenyataan itu sendiri. Dalam bukunya Simulacra and Simulation (1981), Baudrillard menyatakan bahwa manusia semakin sulit membedakan antara realitas dan ilusi, antara fakta dan fiksi. Seperti tahanan Plato yang hanya mengenal bayangan, manusia digital hanya mengenal "realitas buatan" yang diproyeksikan oleh media dan teknologi.

Shoshana Zuboff, seorang pakar sosiologi digital, dalam bukunya The Age of Surveillance Capitalism (2019), juga mengungkapkan bahwa algoritma media sosial berfungsi layaknya api dalam goa Plato. Ia memproyeksikan konten yang menarik perhatian pengguna tanpa mempertimbangkan kebenaran atau dampak sosialnya. Kita menjadi tahanan yang diikat oleh rantai digital, terikat pada layar, terpikat oleh konten yang sebenarnya tidak lebih dari bayangan semu.

Namun, apakah semua ini berarti kita tidak pernah dapat melihat realitas sejati? Plato menawarkan harapan dalam alegorinya. Ia menggambarkan seorang tahanan yang berhasil melepaskan diri, keluar dari goa, dan melihat dunia luar yang penuh cahaya. Ia menyadari bahwa bayangan yang selama ini dilihatnya hanyalah ilusi. Dunia di luar goa adalah kenyataan sejati yang selama ini tersembunyi.

Di era digital, proses pencerahan tersebut tidaklah mudah. Meninggalkan dunia ilusi digital berarti berani mempertanyakan apa yang kita konsumsi setiap hari, berani keluar dari filter bubble yang diciptakan oleh algoritma, dan berani mencari kebenaran di luar konten yang disajikan. Dengan demikian, Alegori Goa Plato tidak hanya sekadar cerita filsafat kuno, tetapi juga peringatan bagi manusia modern agar tidak terjebak dalam dunia ilusi digital yang penuh manipulasi.

Ilusi Digital: Bayangan di Dinding Goa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun