Mohon tunggu...
Humaniora

Diri dalam Media

27 September 2017   11:07 Diperbarui: 27 September 2017   11:12 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Media dengan segala produk dan informasi yang dimilikinya telah bergerak beribu langkah lebih cepat daripada manusia. Menciptakan suatu image baru yang secara mulus berusaha untuk terus menggeser otentisitas identitas diri manusia. Bisa dikatakan bahwa sebelum manusia berintensi untuk mengonsumsi media, media telah menyergap dirinya terlebih dahulu di luar kesadaranya. 

Ironisnya, pergerakan media bahkan menjadi semacam keadaan pra-eksistensialdiri manusia itu sendiri. Seolah- olah wewenang untuk membentuk dan mengarahkan inti kehidupan diri manusia ada di tangan media. Di bawah media, manusia kehilangan wibawa. Apa yang disebut sebagai "identitas" tak lagi jelas maknanya. Media mengalienasi manusia dari makna eksistensialnya, menukarnya dengan suatu false imageyang artifisial, secara cuma-cuma. False imageini tidak hanya bersemayam di dalam diri manusia, tapi juga meyakinkan manusia agar percaya bahwa identitas otentiknya sebagai manusia adalah identitas yang ditawarkan oleh false imagetersebut. 

Menariknya, karena hal ini media kemudian juga dianggap sebagai alter-ego. Seperti yang dikatakan Aristoteles, alter-ego merupakan diri kedua manusia; sesuatu yang teramat dekat dengan diri manusia hingga dianggap sebagai bagian dari dirinya sendiri. Anggapan bahwa media merupakan alter-egodiri manusia membawa suatu konsekuensi. Manusia tidak lagi berkaca dan menemukan dirinya pada orang lain, tetapi pada segala yang ditawarkan oleh media.

Lambat laun, jejak otentisitas diri manusia menjadi semakin sulit terlacak karena pada akhirnya seluruh latar belakang dan sejarah hidup personal setiap orang tak lagi dimiliki oleh dirinya sendiri. Melalui media, identitas seseorang terus berpapasan bahkan bertukar tempat dengan identitas orang lain, juga identitas hasil konstruksi media itu sendiri. 

Dengan demikian, yang tersisa dalam diri manusia bukan lagi the individual self, melainkan the shared self (diri yang terbagi). Maka, definisi seorang "saya" di antara lalu lalang media dan diri-diri lain berubah menjadi: kumpulan acak dari segala bentuk identitas yang temporer. Namun, meskipun secara sekilas perjumpaan-perjumpaan tersebut tampak bersifat temporer, rupanya perjumpaan itu memiliki tendensi untuk menetap secara permanen dalam diri seseorang. 

Kelekatan antara diri seseorang dengan perjumpaan-perjumpaan acak yang terfasilitasi oleh media mengindikasikan bahwa perjumpaan tersebut tidak melulu dapat diartikan sebagai perjumpaan yang dangkal. Media mempertemukan apa saja secara serentak dengan mengangkat hal-hal dianggap mendasar oleh manusia. Sesuatu yang mendasar yang diangkat oleh media inilah yang mampu menciptakan suatu kelekatan atau interdependence. Media menegaskan eksistensi manusia dengan memberitahu apa yang ia butuhkan sekaligus memenuhi kebutuhan tersebut. Melalui dan di dalam media, manusia menemukan kenyamanan karena media seolah adalah pihak yang paling mengerti dan dapat mengakomodasi dirinya.

Saya rasa, yang sesungguhnya tidak lagi manusia miliki bukanlah identitas itu sendiri, melainkan kemauan dan kemampuan untuk selalu berusaha selangkah lebih maju daripada media. Ini berarti, mau dan mampu membentuk serta menentukan makna eksistensi diri dengan segenap kesadaran pribadi. Sebab di antara pergerakan berbagai hal yang begitu cepat di dalam media, manusia telah secara sukarela membiarkan dirinya diidentifikasikan dan didefinisikan oleh "hal-hal yang tak sengaja diserap" dibandingkan oleh "proses pembentukan kreatif" yang dimulai dari dirinya sendiri. Ketika manusia melupakan kenyataan bahwa makna eksistensial diri dan kehidupannya berada pada tangannya sendiri, yang digadang-gadang sebagai "saya yang sebenarnya" hanyalah suatu konstruksi sosial sebagaimana adanya media.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun