"Sebenernya apa sih, isi tas kamu?"
Aku hanya tersenyum sambil terus mengubek-ubek isi tas tanganku yang tidak bisa disebut kecil. Warnanya hitam, tidak terlalu mencolok. Biasa sekali. Murah, tidak bermerk. Aku lebih memperhatikan fungsi daripada tampilan luar, harga, hingga gaya.
Kalau bisa sih, bahan tasnya juga awet. Soalnya, aku paling malas belanja lagi. Biar saja dibilang perempuan aneh. Memangnya semua perempuan secara otomatis harus suka belanja? Itu sama saja berasumsi semua laki-laki pasti suka main sepak bola.
"Ahh, ini dia!"Â seruku lega, saat akhirnya menemukan benda yang kucari-cari selama lima hingga sepuluh menit terakhir. Ini sering banget terjadi. Kadang ponsel atau charger-nya. Kadang dompet. Kadang tisu atau sabun cair dalam botol untuk cuci tangan.
Kadang...ah, masa harus kuceritakan semua, sih? Memangnya siapa yang segitu kepo-nya sama isi tas perempuan? Kecuali kalau lagi di bandara atau stasiun, saat dompet kecil berisi koin-koin recehan tanpa sengaja mengaktifkan alarm di metal detector mereka.
Makanya, jangan heran bila aku sering terlihat sibuk mencari-cari barang di dalam tasku sendiri. Mama pasti akan berkomentar begini:
"Kamu sama aja kayak Tante Emmy. Isi tasnya nggak pernah rapi."
Aduh. Gimana, ya? Ada kalanya aku terburu-buru dan asal cemplung barang ke dalam tasku. Aku harus merapikannya.
Hmm, mungkin ini bisa jadi pelajaran buat kalian. Meskipun terdengar kuno, jangan pernah mengabaikan nasihat orang tua.
Malam itu, kencanku dengan sosok yang kukenal lewat dating app tidak berakhir baik. Singkat cerita, ternyata dia sama saja dengan kencanku sebelumnya. Brengsek, maunya langsung ngamar.
Kutinggal, dia mengejar. Dasar sial, di luar resto dia menarik lenganku. Secara otomatis, tanganku yang masih bebas terhujam ke dalam tas tanganku yang masih terbuka. Seperti biasa, aku mencari-cari sesuatu.