Tulisan ini dimulai dari pertanyaan beberapa orang terhadap beberapa teman, yang menanyakan soal kira-kira konten yang cocok untuk Generasi milenial, baby Boomer, Gen Z dan Gen Alfa. Suguhan yang seperti apa yang menarik, Sehingga mereka mau nonton apa yang kita ekspose ke media sosial. Mungkin pertanyaan ini juga mewakili banyak orang yang memiliki kepentingan dan harapan terhadap para generasi hari ini.
Pertanyaan diatas dimulai dengan menjelajahi google dengan keyword “survei generasi hari ini”, kita akan disuguhkan dihalaman awal artikel Deloitte (edisi Tahun ke 13 Survei Gen Z dan Milenial Deloitte tahun 2024 responden 22.800 di 44 negara) menjadi halaman awal dalam pencarian. Salah satu survei yang sangat menarik menyoroti lebih dalam tentang setiap aktivitas yang dilakukan karena bicara banyak menemukan satu pandangan yang berbeda tentang generasi milenial dan zilenial, salah satu temunnya adalah kemapanan finansial masih terus menghantui sebagian Gen Z dan milenial. Tiga dari 10 (30% Gen Z dan 32% milenial) mengatakan mereka tidak merasa aman secara finansial. Dan sekitar enam dari 10 (56% Gen Z dan 55% milenial) hidup pas-pasan.
Mungkin temuan diatas perlu menjadi perhatian yang lebih serius bagi semua kalangan, dimana generasi ini sangat mempengaruhi potensial dan keberlanjutan kepemimpinan kedepan, apalagi saat ini bagi generasi milenial dan generasi zilenial yang paling penting adalah punya cuan yang banyak untuk shoping, healing, nongki-nongki dan memenuhi kebutuhan entertainment dan mungkin untuk kegiatan lainnya. Kiranya akan sulit dalam posisi ini bicara Indonesia Emas tahun 2045.
Belum lagi kita bertemu dengan Gen Alfa yang cenderung lebih praktis melihat kedepan, ungkapan sederhananya kerja hari ini untuk saat ini. generasi ini dianggap sebagai generasi yang paling rentan dan mudah tergoda dengan sesuatu yang baru contohnya generasi ini tidak boleh lepas dari Handphone, ada ungkapan yang agak nyeleneh (lebih baik tidak punya temen dari pada tidak punya HP).
Agaknya kita perlu bercerita jauh kebelakang, karena ada sebagian orang merindukan masa-masa kecil saat itu, dimana listrik masih sulit kejangkau, televisi hanya sebagian orang yang punya, dan komunikasi jarak jauh masih menggunakan kabel telephone. Kenangan itu dianggap sebagian orang sebagai wahana mini dunia, karena setiap anak dapat terlibat langsung mengeksplore potensi alamiah dalam eksekusi permainan yang sederhana seperti petak umpet, main kelereng dan lainnya.
Perkembangan dunia global dan perubahan kehidupan dunia saat ini mengubah semuanya mulai dari pergeseran sudut pandang , tekanan globalisasi dan arus kehidupan global yang semakin pesat, ia mengingkan dunia berada dalam genggamannya. Inilah situasi yang kemudian ditangkap oleh sebagian orang menjadi senjata atau kekuatan untuk memberikan afirmasi lebih besar agar mampu mengubah generasi ini menjadi ekosistem baru dalam dunia ekonomi, kita bisa lihat dengan adanya platform yang mampu mengakses potensi besarnya menjadi uang, seperti tiktoker, youtuber, selebgram dan lainnya.
Namun dalam dunia politik potensi generasi ini menjadi sangat penting karena sering kali membawa isu-isu baru dalam dinamika demokrasi, Dalam konteks partai politik, generasi muda sering kali menjadi objek politik praktis sehingga posisinya menjadi daya tawar yang menarik untuk memenangkan salah satu calon, mungkin perlu juga kita memperkaya pendapat ini dengan memperhatikan Teori “youth bulge” oleh Richard Cincotta dan Jack Goldstone, dimana ia menyatakan bahwa populasi generasi muda yang besar dapat menjadi sumber ketegangan politik di tengah-tengah masyarakat.
Peran generasi muda dalam perubahan konstalasi politik di Indonesia sangatlah krusial, terutama di tengah dinamika masyarakat yang terus berkembang, memiliki potensi besar untuk mempengaruhi arah politik negara melalui partisipasinya. Karena memiliki akses yang cepat terhadap informasi dan teknologi. saat ini Ia bukan hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga produsen konten yang mampu mempengaruhi opini publik.
Namun, tantangannya dalam dunia politik. Masih banyak generasi muda yang enggan atau apatis terhadap politik karena kurangnya kepercayaan terhadap elit politik. Stigma bahwa politik adalah arena yang kotor dan tidak baik sering kali membuat mereka tidak ingin terlibat.
Gema Bangsa yakin dan percaya generasi muda akan mampu menghadapi tantangan global, mereka akan siap mengadvokasi perubahan-perubahan iklim politik, ekonomi, kesejahteraan dan ketidakadilan sosial, mungkin kita bisa mendalami pendapat Muhammad Sopiyan selaku Sekjen Gema Bangsa, ia mengatakan
“Generasi muda sangat di harapkan menjadi motor penggerak dalam siklus kehidupan berbangsa dan bernegara, karena negara ini bergantung dari pada kekuatan generasi muda dalam menangkap gejala dan perubahan sosial, mereka tidak boleh hanya menjadi penonton dalam konstelasi politik, generasi muda harus menjadi pendobrak, pemecah masalah dan kebuntuan yang dialami bangsa ini, kami berharap mereka terlibat aktif dan juga menjadi pelaku masa depan yang lebih baik. Dengan spirit inovatif dan gagasan kritisnya, generasi ini akan dapat membantu membangun Indonesia maju dan mandiri.”
Bagi Gema Bangsa, masa depan demokrasi Indonesia bergantung pada keterlibatan generasi muda, kehadirannya dalam proses politik bukan hanya tentang memilih dan memberikan suara, tetapi juga memastikan bahwa suara mereka dapat dikonversi dalam pengambilan keputusan. Bila kita cek melalui data KPU RI tahun 2024, terdapat sebanyak 66,8 juta pemilih dari generasi milenial, Selain itu, pemilih dari gen Z juga mendominasi yaitu sebanyak 46,8 juta pemilih. Gabungan Gen Z dan Milenial berada dingka 113 juta dari DPT Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih. Populasi yang besar tersebut tidak boleh dimanfaatkan oleh orang lain melainkan harus mampu digunakan oleh diri sendiri menjadi sumber kekuatan dalam menentukan arah kebijakan publik baik didaerah maupun tingkat nasional.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI