Mohon tunggu...
ROCHADI TAWAF
ROCHADI TAWAF Mohon Tunggu... Dosen -

Dosen Fapet Unpad

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Tahun 2016, Bisnis Sapi Potong Cerah (?)

19 Desember 2015   06:01 Diperbarui: 19 Desember 2015   13:36 2099
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sapi Impor Siap Potong Asal Australia (Kompas.com)

Sejak tahun 2012 hingga 2015 ini, gonjang-ganjing harga daging sapi terjadi berturut turut dan berulang. Bila diamati, sejak BPS melakukan pendataan sapi dan kerbau di tahun 2011, dilanjutkan dengan kebijakan menurunkan rasio impor sapi dan daging sapi dari 53% menjadi 17,5% menyebabkan melambungnya harga daging sapi dari sekitar Rp. 70 ribuan per kg, menjadi sekitar Rp. 90 ribuan. Dampaknya tampak pada hasil sensus pertanian 2013, bahwa populasi ternak sapi merosot tajam dari 14,8 juta ekor menjadi 12,3 juta ekor dengan kata lain telah terjadi pengurasan populasi sapi sekitar 2,5 juta ekor.

Melihat kondisi ini pemerintah melakukan perobahan kebijakannya; yaitu dari “pendekatan produksi” menjadi “pendekatan harga”, dicirikan dengan keluarnya Permendag No. 699/2013 tentang stabilisasi harga daging sapi;. Pendekatan produksi dimaksudkan, bahwa melalui peningkatan produksi domestik akan menyebabkan terjadinya peningkatan pasokan sapi dalam negeri sehingga berdampak terhadap penurunan harga. Namun, pendekatan ini ternyata memerlukan waktu yang panjang, oleh karenanya pemerintah mengambil inisiatif dengan merobahnya menjadi pendekatan harga, yaitu dengan cara instan dengan menggelontorkan pasokan daging dan sapi yang berasal dari impor. Nyatanya, kebijakan ini pun belum mampu menjawab turunnya harga daging sapi di pasar.

Di ahir tahun 2014 lalu, pemerintah telah menetapkan kebutuhan daging sapi nasional dan kemampuan pemenuhannya di publikasikan oleh SBY di Sumatera Barat. Namun, dalam pelaksanaannya di tahun 2015 (era Jokowi), kinerja realisasi impor masih belum mampu menurunkan harga daging sapi yang terus melonjak tajam terutama setelah Hari Raya Idul Fitri. Kondisi ini yang memaksa  menteri Pertanian, memangkas izin impor yang semula di kuartal ke tiga di tetapkan 250 ribu ekor, menjadi hanya 50 ribuan ekor. Pada kasus ini, pemerintah meminta bantuan Bulog dan BUMN dengan memberikan izin impor bagi sapi siap potong sebanyak 50 ribuan ekor dan 10 ribuan ton daging sapi. Sebenarnya kebijakan ini melanggar UU No. 41/2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan, yaitu pada pasal 36B ayat 2, dinyatakan bahwa pemasukan ternak ke dalam negeri harus merupakan bakalan, bukannya sapi siap potong.

kerugian

Sesungguhnya, karut marut masalah daging sapi yang terjadi selama ini tidak ada yang diuntungkan, semua stakeholder peternakan sapi potong mengalami kerugian. Misalnya, peternak rakyat; dengan kenaikan harga daging sapi telah mendorong naiknya harga sapi bakalan di dalam negeri. Sehingga peternak penggemukan sapi di dalam negeri mengalami kesulitan untuk mendapatkan harga sapi bakalan. Dampaknya, peternak rakyat di wilayah produsen tidak lagi mampu memasok wilayah konsumen daging sapi di Jabodetabek. Karena di wilayah konsumen telah dibanjiri oleh sapi-sapi impor yang harganya lebih murah daripada sapi lokal.

Demikian pula para pengusaha penggemukan (feedloter), mereka menghadapi berbagai macam masalah sejak diturunkannya jumlah izin impor oleh pemerintah sampai saat ini kegiatan usahanya masih berada dibawah skala usaha idealnya. Kerugian demorage akibat gagalnya pelaksanaan impor dan beralihnya pasokan bakalan dari negara pengeksport ternak di Australia ke Vietnam dan China, melemahnya nilai tukar rupiah turut menekan bisnis para pengusaha feedlot. Sedangkan bagi konsumen dan pemerintah, ternyata penurunan harga daging sapi tidak terjadi seperti yang diharapkan, konsumen tetap harus membeli daging sapi dengan harga yang tinggi.

Menurut hemat penulis dan para pengamat bidang peternakan sapi potong nasional juga berbagai kalangan, berkesimpulan bahwa semua fenomena perjalanan karut marut masalah sapi potong, berawal dari kesalahan data, sehingga berakibat terhadap kebijakan yang diterapkannya tidak sesuai dengan harapannya. Selain itu, masih terdapat berbagai kebijakan kontra produktif yang tidak didukung oleh infra struktur yang ada, sehingga cita-cita menyediakan daging sapi yang terjangkau tidak dapat direalisasikan.

Bisnis 2016

Belajar dari pengalaman yang sangat mahal tersebut, selayaknya pemerintah mengambil pelajaran dan menurunkan kebijakan-kebijakan kondusif, sehingga bisnis sapi potong di tahun 2016 kembali cerah. Kondisi ini telah ditunjukkan dengan penetapan bersama permintaan dan penawaran daging sapi oleh pemerintah (kemenko ekuin) bersama pelaku bisnis pada tanggal 10 November 2015 lalu di Jakarta. Pada  tahun 2016 diprediksi kebutuhan daging sapi berkisar (674-800)ribuan ton. Kekuatan pasokan lokal berkisar (400-500)ribuan ton, sisanya dipenuhi oleh impor (260-270)ribuan ton. “kesepakatan” penggunaan data ini merupakan langkah awal yang sangat kondusif dalam rangka menapaki tahun 2016.

Krusial point berikutnya adalah upaya penyelamatan pemotongan sapi betina produktif yang mencapai 31,08 % (Tawaf, 2013)  atau sekitar satu juta ekor pertahun. Seandainya kebijakan pemerintah diintensifkan terhadap penyelamatan sapi betina produktif yang terbantai dan juga mengintesifkan program perbibitan sapi sawit. Implikasinya terhadap harga daging sapi di dalam negeri akan jauh lebih terasa, dengan demikian juga akan berdampak positip bagi pengembangan sapi potong dan kesejahteraan peternak. Sebenarnya pemerintah telah memiliki progran ‘tunda potong’ dan ‘penyelamatan sapi betina produktif’ yang kini di moratorium. Penghentian program ini lebih disebabkan pola operasionalisasinya tidak melibatkan secara intensif para pelaku bisnis, sehingga seolah-olah merupakan kegiatan ‘sinterklas’ yang membagi-bagi hadiah bagi peternak di pedesaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun