Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Asa di Tengah Penantian Eksekusi Hukuman Mati Hakamada Selama Lebih 50 Tahun

14 Maret 2023   07:32 Diperbarui: 16 Maret 2023   03:35 956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hakamada mendapat kesempatan untuk pengadilan ulang atas hukuman mati yang dijatuhkan pada dirinya. Photo: IAP: Kyodo News 

Beberapa hari ini media internasional dihebohkan dengan berita perintah pengadilan tinggi Tokyo untuk melakukan pengadilan ulang atas kasus pembunuhan yang terjadi di tahun 1966 lalu yang menyebabkan matinya seorang manajer perusahaan dan tiga anggota keluarganya.

Peristiwa yang melibatkan Iwao Hakamada yang kini berusia 87 tahun ini mencatat rekor dunia sebagai terpidana mati yang paling lama menunggu eksekusinya yaitu mencapai lebih dari 5 dekade.

Peristiwa yang mengubah jalan hidup

Peristiwa yang terjadi di tahun 1966 lalu yang menurut pihak keamanan dan pengadilan Jepang melibatkan Hakamada ini juga menyangkut pembakaran rumah manajer perusahaan tersebut.

Hakamada yang tercatat sebagai karyawan di perusahaan yang juga mantan petinju tersebut akhirnya dijatuhi hukuman mati setelah melalui proses peradilan 2 tahun kemudian.

Sejak awal Hakamada memang membantah melakukan tindakan sadis tersebut namun akhirnya menurutnya dia mengaku karena tidak tahan akan siksaan yang dilakukan oleh penyidik dan polisi selama proses interogasi.

Rupanya cerita Hakamada ini tidak berakhir segera karena Hakamada melakukan proses banding yang memakan waktu sangat lama termasuk melalui berbagai persidangan ulang.

Dari catatan yang ada ternyata dalam kasus Hakamada ini Mahkamah Agung memerlukan waktu sekitar 27 tahun untuk menolak banding pertamanya untuk melakukan persidangan ulang.

Penolakan ini tidak membuat Hakamada surut karena di tahun 2008 dirinya kembali mengajukan banding yang kedua yang akhirnya berbuah manis karena beberapa hari lalu pengadilan akhirnya memutuskan kasus Hakamada harus disidang ulang.

Dasar dari dikabulkan permintaan Hakamada oleh pengadilan Tokyo ini adalah argumentasi dan bukti bahwa Hakamada dipaksa untuk mengaku dan penggunaan bukti palsu yang direkayasa oleh polisi.

Sejak tahun 2014 lalu Hakamada memang telah dibebaskan namun masih belum dibebaskan dari tuduhan, ketika Pengadilan Distrik Shizuoka di Jepang tengah menangguhkan eksekusinya dengan pertimbangan usianya yang sudah tua dan resiko melarikan diri sangat kecil karena kesehatannya sudah sangat menurun.

Rekayasa bukti?

Bukti yang diperdebatkan pada kasus Hakamada ini adalah lima potong pakaian berlumuran darah yang menurut penyelidik diduga dikenakan Hakamada selama kejahatan itu.

Pakaian ini yang menurut penyidik disembunyikan di tong fermentasi miso ini ternyata ditemukan lebih dari setahun setelah penangkapan Hakamada.

Dasar dari pertimbangan pengadilan Tokyo ini adalah hasil dari penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa pakaian yang direndam dalam tong Miso selama setahun ternyata membuat kain menjadi gelap dan akan mengaburkan noda darah.

Hal inilah yang membuka celah ada kemungkinan penyidik merekayasa bukti yang diajukan di pengadilan di tahun 1967 lalu karena bukti pakaian yang diperlihatkan di pengadilan noda darahnya sangat jelas.

Dengan berkembangnya teknologi pengacara juga mendukung pengadilan sebelumnya yang menyatakan bahwa sampel darah yang ditemukan pada pakaian tersebut tidak cocok dengan DNA Hakamada.

Disamping itu ukuran celana panjang yang ditemukan tidak cocok dengan ukuran tubuh Hakamada saat itu.

Menegakkan keadilan

Jepang merupakan salah satu negara yang masih menerapkan hukuman mati dengan pelaksanaannya yang dirahasiakan.

Jika seorang terpidana akan dihukum mati, terpidana baru diberitahukan pada pagi hari di hari H eksekusinya dengan cara digantung.

Perjalanan hidup Hakamada selama menjalani proses hukum ini memang telah mengubah jalan hidupnya.

Kesehatan mental Hakamada telah menurun drastis karena hampir setengah abad penahanannya yang kebanyakan di sel isolasi, dirinya dirundung rasa ketakutan yang luar biasa karena setiap saat dirinya berpeluang diberi tahu akan digantung.

Kasus Hakamada ini memang mengundang perhatian dunia sekaligus mencerminkan bagaimana pengadilan dan pihak penegak hukum harus bertindak secara hati hati jangan sampai mengeksekusi orang yang tidak bersalah.

Lima dekade telah berlalu tapi hak Hakamada untuk mendapatkan pengadilan yang fair ternyata masih dijunjung tinggi oleh pengadilan Jepang.

Apakah Hakamada, berdasarkan bukti baru yang ada, akan terlepas dari tuduhan pembunuhan ini sekaligus terlepas dari hukuman mati atau tetap dieksekusi sepenuhnya akan tergantung pada proses pengadilan ulang ini?

Jika seandainya Hakamada memang terbukti bersalah di pengadilan ulang ini maka Hakamada telah menggunakan semua hak hukumnya sebagai seorang warga negara.

Sebaliknya jika dirinya dinyatakan tidak bersalah maka kasus Hakamada ini juga akan mencatat rekor dunia bagaimana seseorang mengalami kehancuran hidupnya akibat rekayasa penyidik yang membuat Hakamada harus menderita selama beberapa dekade akibat kesalahan hukuman yang seharusnya ditegakkan oleh pengadilan.

Jika seandainya saat itu penegak hukum segera memerintahkan pelaksanaan hukuman mati Hakamada, maka tentunya kebenaran yang seharusnya ditegakkan tidak akan pernah terungkap dan terkubur selamanya bersama Hakamada.

Rujukan : satu, dua, tiga, empat, lima

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun