Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pemilu Distrik Hongkong, Naiknya Jumlah Pemilih, dan Kemenangan Pro-demokrasi

25 November 2019   08:42 Diperbarui: 26 November 2019   08:09 1163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendukung pro-demokrasi bersorak di tengah merayakan kekalahan kandidat politisi pendukung China Junius Ho dalam pengumuman penghitungan pemilihan distrik yang digelar di Tuen Mun, Hong Kong, pada 25 November 2019. Mayoritas dari distrik dikuasai oleh kelompok pro-demokrasi. (sumber: AFP/PHILIP FONG via kompas.com)

Tidak pelak lagi pemilu lokal Hongkong yang baru saja usai akhir minggu lalu ini merupakan pelampiasan demokrasi kelompok pro-demokrasi yang sudah mengguncang Hongkong selama 6 bulan terakhir ini.

Pemilu lokal yang mencatat rekor dengan jumlah pemilih terbanyak dalam sejarah Hongkong, yaitu mencapai 4,1 juta orang termasuk di dalamnya 400.000 pemilih baru yang akan memperebutkan sebanyak 452 kursi di 18 distrik di Hongkong.

Jumlah pemilih yang memberikan hak suaranya pada pemilu kali ini juga mencatat rekor yaitu mencapat 2.94 juta pemilih atau sekitar 71 %. Jumlah ini memecahkan rekor jumlah pemilih di tahun 2016 lalu yaitu mencapai 1,47 pemilih.

Tingginya angka pemilih ini sekaligus mencerminkan barometer opini publik setelah Hongkong diguncang demontrasi yang melumpuhkan ekonominya selama 6 bulan ini.

Pemilu lokal ini sekaligus merupakan ujian terhadap kebijakan pemerintahan yang pro-Tiongkok. Jadi tidak berlebihan bahwa pemilu lokal Hongkong ini dapat diartikan sebagai referendum untuk memilih apakah Hongkong masih "bahagia" di bawah pemerintahan yang sebagian besar pro Beijing atau sebaliknya.

Hasil pemilu lokal ini tampaknya memang mencerminkan ketidakpuasan masyarakat Hongkong yang haus akan demokrasi yang tidak puas dengan status otonomi khusus yang diberikan oleh pemerintahan Beijing.

Seperti yang telah diduga sebelumnya kelompok demokrasi mengalami kemenangan besar dengan mendapatkan kursi lebih dari 300 yang dikategorikan sebagai memenangkan secara mayoritas dari total kursi yang diperebutkan yaitu 352 kursi.

Kelompok pro-Beijing yang hanya mendapatkan 41 kursi mencerminkan bahwa rakyat Hongkong memang menjadikan pemilu lokal ini sebagai referandum yang menginginkan sesedikit mungkin campur tangan pemerintah Beijing di Hongkong.

Kelompok Pro Demrokasi merayakan kemenangan pemilu lokal. [Photo: Reuters]
Kelompok Pro Demrokasi merayakan kemenangan pemilu lokal. [Photo: Reuters]
Terlepas dari adanya dugaan skenario besar yaitu kemerdekaan Hongkong, tampaknya gejolak demokrasi di Hongkong selama 6 bulan ini memang mengarah pada tujuan yang lebih besar, bukan hanya sekedar memprotes rancangan undang undang ekstradisi saja.

Hal ini jelas tercermin walaupun pemerintah Hongkong yang dikenal dengan pro-Beijing telah membatalkan pengajuan rancangan undang undang ini, demonstrasi terus berlanjut bahkan semakin membesar sampai dilaksanakannya pemilu lokal ini.

Sapu bersih kursi oleh kelompok demokrasi di pemilu lokal ini memang sangat mengejutkan bahkan di kalangan pro-demokrasi sendiri yang tidak menyangka akan mendapatkan kemenangan besar.

Keraguan ini cukup beralasan karena sampai dengan menjelang hari H warga Hongkong belum yakin jika pemilu lokal akan dapat terlaksana.

Walaupun pemilu Hongkong kali ini hanya pemilu lokal, namun kemenangan mayoritas kelompok pro-demorasi akan memberikan tekanan baru kepada Carry Lam yang saat ini berkuasa dan dikenal dengan pro-Beijing,

Dalam sistem pemilihan di Hongkong sebanyak 117 councillor distrik akan menjadi bagian dari 1200 anggota komite yang akan memilih pimpinan eksekutif Hongkong mendatang.

Kemenangan pro-demokrasi ini tentunya akan membuat Carry Lam sebagai pimpinan ekskutif Hongkong harus berpikir lebih panjang lagi terkait dengan bagaimana nasib Hongkong ke depan sekaligus merupakan lampu kuning bagi pemerintahan Beijing.

Di bawah tekanan internasional terkait dengan demokrasi di Hongkong pemerintahan Beijing tentunya akan mencari formulasi baru yang memungkinkan demokrasi tetap berjalan namun Hongkong masih dalam kekuasaan Tiongkok sekaligus mencari formula baru agar demokrasi dan ekonomi dapat berjalan berdampingan.

Jika disimak lebih mendalam pernyataan Trump bahwa jika Trump tidak ikut campur, maka hongkong akan lenyap dalam 1,5 jam saja ada benarnya. Hal ini jelas mencerminkan jika Tiongkok ingin masuk ke Hongkong kemungkinan hanya diperlukan waktu kurang dari seminggu untuk merestorasi situasi keamanan yang artinya kelompok pro-demokrasi akan disapu bersih.

Sangat jelas sekali kemerdekaan Hongkong yang mungkin dicita citakan kelompok pro-demokrasi harus dikubur dalam dalam, karena pemerintah Beijing tidak akan pernah memberikan opsi ini dan akan mengambil tindakan tegas jika suasana di Hongkong mengarah pada kemerdekaan.

Kemenangan kelompok pro-demokrasi di pemilu lokal ini mau tidak mau menjadi ujian bagi kedua belah pihak untuk menahan diri dan mencari titik temu yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Pemaksaan kehendak di satu pihak akan berakibat fatal dan sekaligus akan mengubah kondisi Hongkong secara drastis di masa mendatang.

Situasi pasca-pemilu lokal ini memang membuat situasi politik di Hongkong menjadi semakin kompleks. Kegagalan mencapai titik temu dan kompromi akan membuat Hongkong menjadi semakin terpuruk tidak saja dari segi demokrasi dan ekonomi yang bukan tidak mungkin akan mempengaruhi keamanan regional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun