Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mewaspadai Digital Dementia di Kalangan Anak dan Remaja

19 Oktober 2019   14:30 Diperbarui: 19 Oktober 2019   14:52 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo: Shutterstock

Dementia atau yang kita kenal secara umum sebagai pikun biasanya diasosiasikan dengan penurunan daya ingat seiring dengan bertambahnya  usia.  Jadi pikun tidak heran jika pikun  biasanya dikaitkan dengan ketuaan. pun Namun kini dementia jenis baru melanda anak dan remaja  yang dicirikan juga dengan penurunan daya ingat yang dikenal sebagai "digital dementia".

Kita tentunya sering mengalami misalnya untuk menghitung 8 x 9 atau 7 x 6 saja  kita harus menggunakan pertolongan kalkulator, padahal generasi sebelum berkembangnya teknologi digital sebagian besar dari kita akan melatih dan mengolah informasi di otak kita sehingga tanpa kalkulator kita dapat menjawab hasil  perkalian ini.

Demikian juga kalau  ditanya ibukota negara tertentu, nama penyakit, rute kereta api, lokasi pasar dll sebagainya kita serta merta dengan mudahnya mengambil smartphone kita dan mencari jawabannya dengan bantuan google atau mesin pencari lainnya, padahal sebelum berkembangnya teknologi digital kita menghafalnya dan menggunakan otak kita untuk mengolah informasi ini.

Secara tradisional kalau kita tanya penduduk setempat, pemilik warung   ataupun abang becak terkait alamat, dengan lancarnya mereka dapat memberi tau dan menerangkan  arah menuju tempat tersebut tanpa harus menggunakan bantuan gadget.

Kebiasaan yang semakin meluas dan melanda generasi muda ini dikhawatirkan akan menjadi wabah dementia baru di kalangan generasi muda yang dikenal sebagai digital dementia

Apa itu Digital Dementia?

Digital Dementia  oleh para pakar didefinisikan sebagai kondisi penurunan fungsi otak akibat penggunaan teknologi digital yang berlebihan.  Penggunaaan komputer, smartphone dan internet yang berlebihan akan berakibat ketidak seimbangan perkembangan otak yang dicirikan dengan perkembangan otak kiri yang berlebihan, sementara itu   otak bagian kanannya kurang berkembang.

Sebagaimana yang kita ketahui bagian otak kiri kita bertanggung jawab dan berfungsi dengan hal hal yang berkaitan  dengan rasional, kemampuan menghitung dan kemampuan mencari dan menganalisa  fakta, sedangkan  bagian otak kanan kita berkaitan dengan kreativitas dan emosi.

Kurangnya penggunaan otak  kanan yang dapat berujung pada kurang berkembangnya bagian  otak kanan dikhawatirkan oleh pakar kesehatan akan memicu kepikunan.

Hasil studi yang mendukung kekhawatiran ini adalah semakin intensifnya penggunaan teknologi digital dimana rata rata anak anak menghabiskan waktu 7,5 jam untuk menikmati hiburan dengan menggunakan teknologi digital dan 50% rumah tangga memiliki TV.  Disamping itu sekitar 68% anak usia dini   secara rutin sudah mengenal tablet, 50% sudah terbiasa menggunakan smartphone dan 44% akrab menggunakan video game.

Pada tahun 2017 The Wall Street Journal memperkirakan bahwa 85% penduduk suatu negara memiliki telpon pintar.

Di dunia diperkirakan ada sebanyak     1.8 milyar penduduk dunia memiliki smartphone dan menggunakannya secara rutin setiap hari.  Data lain yang cukup mengejutkan bahwa rata rata setiap harinya orang mengecek smartphone lebih dari 100 kali per harinya. Penggunaan teknologi digital yang semakin masif ini tentunya sangat mengkhawatirkan.

Kekhawatiran pakar  kesehatan akan fenomena digital dementia  ini memang sangat beralasan.  Sebagai contoh di Korea Selatan yang 83.8 penduduknya kini sudah dapat mengakses internet, sekitar 10-15% kalangan mudanya mengalami gejala dementia ringan dan mengalami gangguan kognitif nya.

Gelaja digital dementia  yang dapat kita amati meliputi kesulitan mengingat, kurang perhatian dan emosinya datar saja. Para pakar menghubungkan digital dementia  ini penurunan sensory akibat kurangnya gerak, perubahan postur tubuh seperti bagian leher, pundak dan punggung yang berujung sakit kepala dan sakit punggung,

Disamping itu penggunaan teknologi digital yang berlebihan akan mengakibatkan perlambatan perkembangan tubuh, menimbulkan  kegelisahan, gangguan kemampuan belajar pada anak. Tidak hanya sampai disitu saja ternyata, kurangnya akvitas fisik ini dalam jangka panjang akan menyebabkan obesitas jika nantinya anak ini dewasa.

Cara Mengatasinya

Seiring dengan mewabahnya digital dementia  dikalangan generasi muda ini, beberapa negara seperti di Korea Selatan telah mendirikan klinik untuk mengatasi dan menangani penderita untuk menyeimbangkan kembali fungsi otaknya.

Digital dementia  tidak dapat dianggap enteng karena pakar kesehatan telah mengkategorikan kecanduan internet ini sebagai salah satu bentuk kelainan mental yang harus ditangani.  Keterlambatan menangani hal ini akan berkibat fatal ke depannya.

Jika anak kita sudah terlanjut kecanduan teknologi digital ini diharapkan orangtua dapat membatasi waktu anak mengakses teknologi digital ini dengan posisi tubuh tertentu dan memintanya untuk berhenti sejenak dan mengubah posisi tubuhnya secara rutin.

Disamping itu sangat bijak jika orang tua tidak membiarkan anaknya menggunakan gadget tanpa kontrol, melainkan sebaliknya mulai membatasi waktu penggunaannya.

Cara lain yang oleh para pakar dianggap sangat efektif untuk mencegah pikun digital ini adalah dengan cara mengajak anak keluar rumah dan bermain bersama anggota keluarga  secara rutin.

Mulai mewabahnya fenomena digital dementia menunjukkan bahwa kemajuan teknologi ada sisi gelapnya yang perlu kita waspadai karena secara perlahan namun pasti akan berpengaruh pada penurunan fungsi otak kita.

Rujukan: Satu,  Dua, Tiga, Empat, Lima

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun