Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Fenomena "Kids Zaman Now" dan Marwah Bahasa Indonesia

2 Desember 2017   10:22 Diperbarui: 2 Desember 2017   21:06 6435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: iread.one

Berkembangnya penggunaan "jargon" slang seperti misalnya tercyduk, kids zaman now, HQQ, dan panutanque yang akhir akhir ini marak digunakan mengandung makna posistif sekaligus negatif bagi perkembangan dan pengembangan Bahasa Indonesia ke depan.

Fenomena ini dapat dianggap sebagai sesuatu yang positif jika diartikan sebagai berkembangnya kosakata dan istilah baru yang menandakan menggeliatnya tumbuhnya Bahasa Indonesia. Sebaliknya juga dapat diartikan negatif karena jika perkembangan ini menjadi tidak terkendali yang akan merusak marwah Bahasa Indonesia.

Saya sengaja menggunakan kata "marwah" dalam tulisan ini sebagai ungkapan kata yang sudah diadopsi dan tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sekaligus untuk menggambarkan Bahwa bahasa Indonesia saat ini sedang tumbuh dan berkembang.

Kata "marwah" yang saya maksudkan sekaligus mengungkapkan tiga kata dalam bahasa Inggris, yaitu dignity (martabat, kehormatan, gengsi, kemuliaan), manliness (kejantaan, kewiraan, kelelakian-lakian) dan pride (kebanggaan, rasa bangga, harga diri).

Di samping menandakan gejala tumbuhnya penggunaan istilah baru dalam bahasa Indonesia di kalangan akar rumput, sekaligus menunjukkan bahwa kosakata Bahasa Indonesia saat ini masih sangat minim untuk mengungkapkan sesuatu dengan cara yang lebih menarik.

Sumber: i.pinimg.com
Sumber: i.pinimg.com
Tantangan

Tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya jika dibandingkan dengan bahwa Inggris sebagai salah satu bahasa dunia utama dunia, kosakata bahasa Indonesia masih sangat minim sekali. Oleh sebab itu, jika kita perhatikan dalam kurun 5 tahun terakhir ini banyak muncul kosakata baru yang sudah diadopsi sebagai kata resmi dalam Bahasa Indonesia, seperti misalnya kata "unduh" dan "laman" untuk mengganti kata "download" dan "website" dll.

Minimnya kosakata dalam Bahasa Indonesia ini mungkin pernah kita rasakan karena banyak istilah dalam bahwa Inggris dan istilah ilmiah sulit mencari kata penggantinya dalam Bahasa Indonesia, sehingga kita cenderung mengunakan kata dalam bahasa aslinya.

Minimnya kosakata ini bukanlah satu satunya yang sedang dihadapi oleh Bahasa Indonesia yang sedang diupayakan akan dijadikan bahasa ASEAN di masa depan. Sistem pengajaran Bahasa Indonesia yang masih menggunakan metode baku yang cenderung kurang mengikuti perkembangan zaman seringkali membuat pengajaran bahasa Indonesia menjadi tidak menarik.

Saya memiliki teman yang sangat pandai sehingga seluruh mata kuliah yang diambilnya nilainya A dan satu satunya mata kuliah yang nilainya B adalah Bahasa Indonesia. Kasus ini sekaligus mengundang pertanyaan mengapa fenomena ini terjadi? 

Saya menduga hal ini terjadi karena metode pengajaran yang digunakan sulit sekaligus tidak menarik sehingga membuat siswa dan mahasiswa kurang tertarik dalam pelajaran Bahasa Indonesia.

Sebaliknya di negara lain justru sistem pengajaran Bahasa Indonesia yang tradisional yang lebih banyak menekankan tatabahasa dan gaya bahasa sudah mulai ditinggalkan. Sebagai contoh dalam kongres persatuan pengajar Bahasa Indonesia di Australia (ASILE) misi pengajaran bahasa Indonesia lebih ditekankan pada kegunaan Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun