Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Harapan Terlalu Besar terhadap Rio Haryanto yang Menjadi Semakin Tidak Realistis

24 Juli 2016   06:50 Diperbarui: 24 Juli 2016   10:26 1203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo: cdn0-a.production.liputan6.static6.com

Hasil kualifikasi GP Hongaria kembali menunjukkan keunggulan pembalap F1 papan atas seperti Nico Rosberg dan Lewis Hamilton. Pada kualifikasi tersebut, Rio Haryanto pembalap Indonesia dari tim Manor kembali menempati urutan ke-22, yaitu paling akhir.

Dalam musim kali ini Rio memang dalam hasil kualifikasi hampir selalu berada di paling bawah atau pernah menempati urutan 2 paling bawah. Tidak ada yang salah dengan Rio Haryanto, mengingat Rio sebagai orang baru dalam F1 ini dan ajang F1 merupakan salah satu olahraga yang paling ketat dan kompetitif di dunia.

Dalam lomba F1 kita tidak lagi berbicara masalah perbedaan detik saja, melainkan sepersepuluh detik dan bahkan dalam berbagai kesempatan kita berbicara perbedaan per seratus detik. Lihat saja perbedaan waktu antara urutan pertama pole position F1 Hongaria yang akan berlangsung hari minggu ini di Hongaria yang dipegang oleh Nico Rosberg dari tim Mercedes, yaitu 1m 19.965s dengan waktu yang dicapai oleh Lewis Hamilton yang juga dari tim Mercedes pada urutan kedua, yaitu 1m 20.108s.

Pada perlombaan yang sedemikian ketat ini, coba kita bandingkan waktu yang diraih oleh Rio Haryanto pada sirkuit yang sama, yaitu 1m 50.189s artinya hampir 30 detik lebih lambat dari waktu yang diraih oleh pembalap papan atas. Maka dengan perbedaan waktu yang sangat besar ini dalam balapan sebelumnya paling tidak Rio tertinggal 1 putaran setalah memasuki garis finish dari pemenang lomba.

Sekali lagi tidak ada yang salah dengan Rio, karena ajang balap ini merupakan kombinasi 3 faktor, yaitu keahlian pembalap, teknologi, dan dana. Oleh sebab itu, tidak heran ajang F1 ini dikuasai oleh pembalap yang berpengalaman panjang dan fabrikan ternama dunia dan tentunya yang memiliki dukungan dana sangat besar.

Mengingat sudah hampir separuh balapan F1 sudah dilalui musim ini, kita dapat menyimpulkan memang dalam kasus Rio ini, yang terjadi adalah kalah kelas fabrikan yang menyangkut teknologi mobil dan juga keahlian dan pengalaman pembalap. Rio pastilah sudah semaksimal mungkin berusaha berprestasi, tapi kendala kecanggihan mesin dan pengalaman membuat prestasi Rio Haryanto memang terbatas dan jauh dari harapan yang banyak didengungkan di berbagai media.

Rame rame melepas Rio di Melbourne. Photo: RRI
Rame rame melepas Rio di Melbourne. Photo: RRI
Kita harus dapat membedakan antara olah raga profesional dan amatir. Photo: cdn-2.tstatic.net
Kita harus dapat membedakan antara olah raga profesional dan amatir. Photo: cdn-2.tstatic.net
Kita tentunya masih ingat ketika di ajang F1 Melbourne bagaimana euforia itu bergelora mengingat Rio merupakan pembalap Indonesia pertama yang masuk ke ajang F1. Para pejabat mulai dari menteri dan pejabat lainnya berbondong-bondong hadir dengan harapan yang sangat besar dibebankan pada pundak Rio.

Rio adalah seorang anak muda yang berprestasi, namun tentunya dengan tingkat pengalamannya dan juga dukungan teknologi mobilnya harapan bahwa Rio dapat berbuat sesuatu di F1 terlalu berlebihan dan tampaknya justru menjadi beban Rio.

Harapan itu terlalu besar dan sedemikian rupa diolah oleh media massa dan media elektronik seolah-olah Rio akan dapat "berbuat sesuatu" yang spektakuler dalam ajang F1 ini. Mengingat tiga faktor yang diungkapkan di atas, justru harapan yang terlalu berlebihan inilah yang bermasalah yang dapat berujung pada cibiran kepada Rio.

Saya masih ingat ketika euforia Ellyas Pical yang pernah menjadi juara dunia tinju dengan keunggulan pukulan kiri yang sangat keras. Artinya dengan kekuatan tangan kirinya, Ellyas dapat memukul roboh lawannya dalam waktu singkat jika pukulan kiri tersebut telak mengenai lawannya.

Setelah menjadi juara dunia, orang di sekitarnya juga waktu ini beberapa unsur dari pemerintah mencoba mendorong prestasi Ellyas lebih tinggi lagi, yaitu melawan Galaxy petinju Thailand yang saat itu sedang berada di puncak prestasinya. Hasilnya dapat kita duga bersama dalam pertandingan tersebut jelas sekali Ellyas Pical kalah pengalaman, kalah teknik, dan kalah stamina yang akhirnya berhasil dipukul KO oleh Galaxy.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun