Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia-Australia sedang diobok-obok?

6 Maret 2015   13:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:05 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : http://www.oxygengroup.com/

[caption id="" align="aligncenter" width="540" caption="Sumber : http://www.oxygengroup.com/"][/caption]

Berdasarkan catatan sejarah hubungan Indonesia-Australia yang cukup panjang sejak Australia tercacat sebagai negara pertama yang mendukung kemerdekaan Indonesia di forum PPB sampai saat ini memang hubungan kedua negara tidaklah selalu mulus.

Dua catatan "distorsi" hubungan kedua negara yang dinilai tidak mulus adalah ketika terjadi permasalahan Timor Timur dan peristiwa penyadapan.Kedua peristiwa “besar” ini mengakibatkan ditariknya duta besar Indonesia untuk sementara.Selain kedua peristiwa besar ini memang ada riak-riak kecil yang mewarnai hubungan kedua negara yang bertetangga dekat ini.

Turun naiknya hubungan Indonesia ini tidak mengakibatkan dampak yang bersifat permanen dalam arti hubungan itu akan kembali pulih dan bahkanmenguat setelah terjadinya ketegangan.

Mau tidak mau, suka atau tidak suka,  Indonesia dan Australia adalah dua negara bertetangga dekat yang memilki kepentingan masing-masing dengan  budaya  yang berbeda.Hubungan baik kedua negara tentunya akan mempertemukan kepentingan ini.Norma hubungan kedua negara seharusnya adalah hubungan yang saling menguntungkan dan saling menghormati.

Tidak ada yang dapat mempertanyakan pentingnya Indonesia sebagai negara penentu kestabilan regional.Bahkan Jenderal Martin Dempsey yang merupakan US top military officer yang sekaligus sebagai The Chairman of the Join Chief of Staff dalam pertemuannya dengan Australian Defense Force Commander di Sydney beberapa waktu lalu, memperingatkan bahwa hubungan baik Indonesia dan Australia adalah kunci kestabilan wilayah regional. Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa perbaikan hubungan Indonesia – Australia akan membawa kestabilan di wilayah Asia Tenggara.

Hasil analisa empiris menunjukkan adanya indikasi bahwa ada pihak-pihak “berkepentingan” yang tidak menyukai hubungan baik Indonesia – Australia berjalan mulus.Bukti yang cukup kuat tentang hal ini adalah ketika hubungan Indonesia-Australia pada tahap yang "paling baik" muncul bocoran dokumen dari Snowden yang berisikan keterlibatan Australia dalam penyadapan pejabat tinggi Indonesia termasuk Presiden SBY.

Tak pelak lagi hubungan yang sudah "sangat baik" itu kembali terjun bebas ke titik nadir dengan ditariknya duta besar Indonesia selama sekitar 6 bulan.Setelah kejadian tersebut pihak Australia tampak berupaya keras untuk memulihkan hubungan baik kedua negara.

Setelah hubungan tersebut “pulih” muncul ketegangan baru yang berkaitan dengan akan dihukum matinya 2 warga Australia yang terlibat dalam penyelundupan heroin.

Hebohnya kasus hukuman mati 2 anggota kelompok Bali Nine ini juga mengundang pertanyaan? Mengapa reaksi Australia demikian hebatnya sampai-sampai terlontarkan isu boycott Bali dan mengungkit-ungkit bantuan tsunami.

“Keterkejutan” Australia atas reaksi Indonesia ketika Indonesia menyatakan bahwa tidak akan merespon ancaman dan ancaman itu bukan merupakan bagian dari dunia diplomatic sempat membuat petinggi Australia membatasi diri memberikan pernyataan secara terbuka.

Pertanyaannya adalah mengapa Australia tidak menempuh cara diplomatic seperti yang ditempuh oleh Perancis yang melakukan “silent diplomacy” yang cukup terukur dengan memanggil Duta Besar Indonesia untuk Perancis dan menyatakan sikap pemerintah Perancis yang tidak setuju dengan hukuman mati sebagai bagian tanggung jawab pemerintah Perancis melindungi warganya?

Taruhlah Australia ingin menunjukkan bahwa pemerintah  ingin memberikan perlindungan maksimal bagi warganya yang terlibat masalah, mengapa dilakukan secara terbuka yang berakibat timbulnya ketegangan?

Hingar bingar berita hukuman mati dan pernyataan petinggi Australia dapat dikategorikan “unusual” mengingat kasus ini menyangkut kriminal dan dilakukan di negara lain yang memiliki sistim hukum yang berbeda.Australia tentunya sangat menyadari tidak mungkin memaksakan system hukumnya diberlakukan di Indonesia untuk menangani warganya yang bermasalah.

Ibarat api unggun yang sudah menyala, kemaren muncul lagi pemberitaan di media tentang “bocoran baru” Snowden yang kembali menyatakan keterlibatan Australia dan New Zealand dalam penyadapan terhadap Telkomsel.

Pertanyaannya sekarang adalah mengapa timing ketegangan dan bahan informasi yang menambah ketengan itu muncul demikian tepat waktunya?Apakah semuanya ini terjadi secara kebetulan saja?

Dimunculkannya berita penyadapan Telkomsel ini secara kasap mata mungkin ditujukan untuk mengundang reaksi Indonesia seperti yang pernah terjadi pada kasus penyadapan yang lalu, sehingga membuat suasana tambah panas.

Indonesia dapat diibaratkan seorang gadis cantik yang baru beranjak dewasa dan memikat banyak para pemuda.Dalam 35 tahun ke depan Indonesia diprediksi sebagai salah satu superpower dengan kekuatan ekonominya yang di atas Australia.

Hasil study yang baru dirilis kemaren menunjukkan bahwa pada saat yang besamaan pada tahun 2050 Australia diprediksi akan bertambah “miskin” dengan penduduk yang mencapai 40 juta dengan komposisi penduduk banyak dari kelompok “tua (aging)”.Separuh penduduk Australia saat itu diperkirakan adalah imigran.

Hal unik lainnya adalah ciri khas Indonesia yang walaupun bukan negara islam memiliki penduduk yang beragama dengan jumlah terbesar di dunia.Dengan ciri khas Islamnya, Indonesia dipandang sebagai negara yang “berbeda” dengan negara yang secara resmi menyatakan sebagai negara Islam. Keunikan ini tentunya akan menambah kekuatan Indonesia di masa mendatang sebagai faktor yang turut menentukan kestabilan politik dunia.

Dengan kekuatan ekonomi, kekuatan demografi, dan kekuatan politiknya yang sangat memungkinkan Indonesia menjadi “The Rising Star” yang akan menjelma menjadi salah satu negara superpower.Dalam perjalanan menuju tahun 2050 tersebut tentunya ada saja pihak-pihak yang tidak menghendaki hal ini terjadi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun