Mohon tunggu...
Mohamad Rozkit Bouti
Mohamad Rozkit Bouti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Trying Everything

.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kali Ini Kita Menjadi Tak Berakal

21 Juli 2022   14:17 Diperbarui: 21 Juli 2022   14:31 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam beberapa waktu seringkali kita bertemu dengan orang yang berbeda. Mungkin saja berbeda bentuk rupa, pola pemikiran, langkah pengambilan keputusan, dan pengalaman hidup.

Kita selalu menjalani hidup dengan konsep yang berbeda dengan setiap orang. atau mungkin seringkali kita membaca buku dan merasa bahwa kita harus melakukan sesuai dengan apa yang tertera di atas kertas.

Kita memulainya dengan kebingungan. Bahkan kebingungan membawa kita pada sesuatu yang belum pernah tergambarkan sebelumnya. perlahan kita melangkah dan menjejali perjuangan bak menguji nyali sendiri.

Tak jarang atau sering pertanyaan bahkan pernyataan yang menusuk, Keduanya sama saja yang terlontar dari mulut yang tak pernah berpikir sebelumnya. Mungkin mereka berpikir hanya saja kurang peka. Tapi apa peduli orang dengan perasaan orang lain? Kita pun bukan cenayang yang katanya bisa membaca isi pikiran orang lain. Atau tirakat apa yang sudah pernah kita lakukan, nihil.

Kita selalu bodoh melakukan banyak hal. Rencana tinggal rencana, semuanya bertahap bahkan sangat teknis, tapi tak kunjung mendapat hasil. Hasilnya selalu kita serahkan pada takdir. Kita tetap takluk oleh takdir.

Saat obrolan pun tiada daya semuanya hilang saat gambaran takdir berada benar di depan wajah. Alasannya kita makhluk yang harus benar-benar taat dan yakin. Karena keyakinan membawa kita kepada ketenangan. Ya ketenangan yang kita dambakan.

Bukan tanpa alasan kita menjalani semuanya apa adanya, hanya saja kita berpasrah. Dan kali ini bukan mungkin kita kalah bersama takdir. Hanya saja ini jalan menjalani orang yang waras.

Dari jarak jauh aku melihatnya, titik-titik hujan selalu jatuh di bumi dan tanah menyerapnya, lalu menghidupkan ia yang telah mati. Bahkan itu menjadi rezeki bagi mereka yang tidak terbayangkan oleh pikiran sempit ini.

Jadi, sampai dimana batas kita berpikir? Sampai saat benar kita yakin bahwa ini permulaan dan itulah proses serta menerima bahwa hasil menjadi kausalitas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun