Sebagian kalangan penikmat bola menilai ini tidak buruk, karena kepedulian publik terhadap Timnas Indonesia. Tapi rasa kuatir, tekanan semacam ini bisa menghancurkan mental pelatih dan pemain. Di satu sisi, kita menuntut prestasi tinggi: di sisi lain, kita belum siap mendukung dalam proses panjangnya.
Kegagalan Ini Harus Jadi Titik Balik. Kalau kita mau jujur dan belajar, mungkin ini momen terbaik untuk berbenah. Indonesia tidak kekurangan talenta, yang kurang adalah sistem yang sabar dan berkesinambungan. Skuad Garuda tidak akan terhenti di sini. Tapi kita harus berhenti berharap keajaiban instan. Mulailah dari bawah: pembinaan, kompetisi sehat, transparansi, federasi, dan pelatih yang paham kultur kita.
Cinta yang Tidak Pernah Padam, Tulisan ini saya dedikasikan bukan untuk mengkritik atau karena benci kepada pemain dan pelatih Timnas Indonesia, tapi karena cinta akan Indonesia. Cinta pada Timnas Merah Putih yang selalu memberi harapan, meski sering mengecewakan. Tagar #KluivertOut mungkin jadi tanda kekecewaan, tapi di balik itu kita melihat rasa peduli yang besar buat kebaikan Indonesia di kesempatan berikutnya.
Inilah bukti bahwa kita masih mencintai sepak bola Indonesia. Kita masih ingin melihat Skuad Garuda terbang tinggi-entah di tangan siapa pun pelatihnya nanti. Karena meskipun gagal ke Piala Dunia 2026, kita tidak pernah gagal mencintai negeri sendiri.
Medan, 13 Oktober 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI