Mohon tunggu...
Akhmad RoyhanFannani
Akhmad RoyhanFannani Mohon Tunggu... Buruh - Royhan

Hanya belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pendidikan Indonesia per Januari 2020

25 Februari 2020   07:48 Diperbarui: 25 Februari 2020   08:02 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang harus dimiliki tiap orang sebagai sarana sosial untuk mencapai tujuan sosial. Masyarakat yang memiliki pendidikan tinggi cenderung memiliki kesejahteraan yang lebih baik. Akan tetapi, kesadaran akan pentingnya pendidikan di Indonesia yang
rendah mempengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia. 

Hal seperti inilah harus bisa diselesaikan oleh pemerintah sebagai bentuk implementasi dari alinea 4 UUD 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hak atas pendidikan telah diakui sebagai hak asasi
manusia oleh sejumlah konvensi, seperti pasal 13 Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR).

Penghapusan Guru Honorer yang dilakukan pemerintah ikut meramaikan pemberitaan di seluruh Indonesia mengingat jumlah guru honorer yang sangatlah banyak. Akan tetapi, yang menjadi perbincangan publik adalah isu KPKvsPDIP, Konflik natuna ,dan munculnya Kerajaan Pulau Jawa. 

Padahal, nasib guru honorer yang seharusna lebih diperhatikan pada saat ini sangat membingungkan. Munculnya fenomena kerajaan memanglah sangat jarang terjadi di Indonesia. Berbeda dengan isu guru honorer yang hampir selalu ada. Dalam membangun peradaban Pendidikan di Indonesia yang dimulaidari awal belum bisa melunasi salah satu janji kemerdekaan 74 tahun silam.

Per tahun 2017, jumlah penduduk di Indonesia 264 juta jiwa dengan jumlah sekolah 307.655. Sedangkan jumlah guru di Indonesia per tahun 2019 berjumlah 2.936.893 orang dengan rincian 852.180 orang adalah guru honorer atau 37,43% guru di Indonesia adalah guru honorer. Sekitar 77,23% Guru Honorer di Indonesia dominan berada di daerah 3T. 

Artinya, mayoritas sekolah di desa-desa memiliki lebih banyak guru honorer (GTT) daripada guru tetap. Penyebab dari menumpuknya guru honorer sendiri adalah adanya moratarium guru, kepala sekolah di Indonesia dalam mengisi kekosongan guru akibat guru tetap yang pensiun, melakukan pengangkatan guru tidak tetap.

Alhasil, terjadilah perubahan dimana guru tetap digantikan dengan guru tidak tetap, inilah yang menyebabkan guru honorer di Indonesia melonjak. Pada era Orde Lama Indonesia juga mengalami hal yang serupa, yaitu kekurangan tenaga kerja pendidik. 

Pada saat itu soluso yang dilakukan adalah mengangkat guru sebanyak- banyaknya, berbeda pada saat ini dalam mengangkat guru tetap bukan hanya sebatas kuantitas tetapi juga melibatkan kualitas. Artinya, pemerintah memperketat dalam penyeleksian guru yang menyebabkan Indonesia kekurangan guru.

Kebijakan penghapusan Guru Honorer seolah pemerintah lari dari tanggungjawab dan tidak mengenal rasa terima kasih. Persoalan kesejahteraan khususnya gaji menjadi hal sensitif yang sangat sulit untuk menemukan titik terang. Padahal guru honorer telah membantu pemerintah mengatasi
kekurangan guru. 

Sebelum berbicara kualitas, kuantitaslah yang diutamakan. Apabila jumlah guru kurang, kegiatan sekolah akan sangat sulit berjalan. Berdasarkan laporan Education Efficiency Index, Indonesia termasuk negara yang kurang mengapresiasi guru. Dari 30 negara, gaji guru di Swiss
merupakan yang paling tinggi yaitu Rp950 juta per tahun. 

Sedangkan Indonesia berada di posisi paling akhir dengan gaji Rp39 juta per tahun. Seperti halnya buruh, guru juga memiliki upah minimum yang dikenal Kebutuhan Hidup Layak (KHL), untuk daerah Malang memiliki KHL Rp2,89 juta berdasarkan keputusan Gubernur pada tahun 2019. Padahal, masih banyak guru non-PNS yang masih dibawah Rp1 juta bahkan ada yang dibawah Rp500 ribu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun