Tak ada yang lebih menyakitkan daripada dibandingkan. Saat kau belum sempat menunjukkan dirimu, orang lain sudah lebih dulu menentukan siapa dirimu. Sejak kecil, aku tumbuh dengan bayangan-bayangan orang lain yang dianggap "lebih baik". Setiap kesalahan kecilku seolah menjadi bukti bahwa aku memang tak layak dibanggakan. Setiap keberhasilanku, tak pernah cukup untuk membuat mereka berhenti membandingkan.
Mungkin kisah ini tampak biasa saja bagi sebagian orang. Tapi bagiku, ini luka yang ku pendam terlalu lama. Aku tak pernah benar-benar menceritakannya pada siapa pun, karena aku takut dianggap lemah. Tapi hari ini, aku ingin jujur setidaknya sekali saja dalam hidupku tentang betapa sakitnya menjadi seseorang yang terus diremehkan.
"Apa kamu nggak bisa kayak kakakmu?"
"Lihat tuh kakakmu, rajin, pintar, kamu ngapain aja seharian?"
"Kayaknya kamu nggak akan jadi siapa-siapa deh nanti."
Kalimat-kalimat seperti itu bukan hanya terdengar sesekali. Itu seperti nyanyian sumbang yang terus diputar ulang di kepalaku. Dulu, aku mencoba mengabaikannya. Aku bilang ke diriku sendiri, "Kamu kuat." Tapi semakin aku berusaha, semakin mereka mencibir. Seolah usahaku tak ada artinya. Seolah aku ditakdirkan untuk gagal.
Aku mulai menjauh, dari rumah, dari teman, dari banyak hal yang dulu kusukai. Aku merasa tidak berharga. Ketika orang-orang lain bangga mengenalkan diri mereka, aku justru bertanya dalam hati, "Apa aku layak diperkenalkan?" Aku menjadi pribadi yang pendiam, mudah marah, dan kehilangan semangat.
Namun, di balik semua rasa sakit itu, diam-diam aku mulai menulis. Bukan untuk dibaca siapa-siapa, hanya untuk melegakan hati. Aku menuliskan semua rasa marah, kecewa, dan luka yang tak pernah bisa kuucapkan. Dan dari situlah, perlahan aku sadar: aku bukan tidak berharga. Aku hanya belum diberi kesempatan untuk bersinar dengan caraku sendiri.
Aku tak sehebat yang lain, memang. Tapi aku belajar bangkit pelan-pelan. Aku mulai menerima bahwa tak semua orang akan mengerti perjuangan kita. Aku juga belajar memaafkan mereka yang melukai, karena mungkin mereka pun tak tahu cara mencintai dengan benar.
Kesimpulan
Hari ini, aku masih berproses. Luka itu belum hilang sepenuhnya, tapi aku tak lagi membiarkannya menguasai hidupku. Aku belajar berjalan dengan langkahku sendiri, meski sering tertatih.
Jika kamu pernah merasa diremehkan, dibandingkan, atau dianggap tak akan punya masa depan percaya padaku, kamu tidak sendiri. Kita banyak. Tapi justru dari luka itulah, kita tumbuh menjadi sosok yang lebih kuat, lebih peka, dan lebih menghargai hidup.