Mohon tunggu...
Royan Hanung Anindito
Royan Hanung Anindito Mohon Tunggu... Research

Royan Hanung Anindito adalah seorang sejarawan maritim asal Indonesia yang menaruh perhatian besar pada sejarah pelabuhan, diplomasi maritim, dan warisan maritim dunia. Dengan latar belakang pendidikan Magister Sejarah ini aktif menulis di berbagai platform seperti Medium, Substack, dan Kompasiana, dengan gaya historiografis yang memadukan ketelitian akademik dan narasi populer. Karya-karyanya tidak hanya mengangkat kisah pelabuhan terlupakan dan dinamika laut, tetapi juga mengajak pembaca untuk memahami laut sebagai bagian penting dari identitas dan strategi bangsa. Royan Hanung Anindito juga terdaftar secara resmi dalam ORCID ID sebagai bagian dari kiprahnya di ranah akademik internasional. ORCID ID : https://orcid.org/0009-0005-0261-2670

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Warisan Budaya Maritim Minangkabau: Dari Kapalo Banda ke Nakhoda Nusantara

6 Oktober 2025   12:59 Diperbarui: 6 Oktober 2025   12:59 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam masyarakat Minangkabau, konsep raso jo pareso (rasa dan periksa) adalah keseimbangan antara intuisi dan nalar. Para pelaut membacanya lewat arah angin, warna air, dan gerak burung. Mereka berlayar bukan sekadar dengan peta, tetapi dengan kepekaan yang dilatih oleh pengalaman dan adat.

Kini, ketika teknologi menggantikan naluri, nilai ini terasa seperti pesan dari masa lalu. Raso jo pareso bisa menjadi dasar pendidikan maritim yang menggabungkan sains dan budaya, teknologi dan empati ekologis.

Kebangkitan maritim Indonesia tak akan lengkap tanpa kebangkitan nilai bahari. Dari pesisir barat Sumatera, kita belajar bahwa kekuatan laut bukan hanya pada kapal dan pelabuhan, tetapi pada jiwa manusia yang menghormatinya.

Penutup: Dari Pesisir ke Nusantara

Kapalo Banda adalah simbol pemimpin yang lahir dari laut. Ia tak berdiri di menara komando, tapi di antara ombak dan manusia. Kepemimpinan seperti inilah yang dibutuhkan Nusantara: adil, tangguh, dan berakar pada adat.

Warisan budaya maritim Minangkabau bukan kenangan romantis, melainkan cermin masa depan. Dari pantai Pariaman dan Air Bangis, nilai-nilai kepemimpinan itu terus berlayar, menjelma dalam generasi baru yang memimpin dengan keberanian dan kebijaksanaan samudra para Nakhoda Nusantara.

Referensi:

  • Dobbin, Christine. Islamic Revivalism in a Changing Peasant Economy: Central Sumatra, 1784–1847. London: Curzon Press, 1983.

  • Kathirithamby-Wells, J. Maritime Trade and State Development in Early Southeast Asia. Honolulu: University of Hawaii Press, 1990.

  • Suryadi, S. “Tradisi Lisan dan Budaya Bahari Minangkabau.” Jurnal Humaniora Vol. 27, No. 3 (2015): 312–328.

  • Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Daghregister Batavia, Vol. 13 (1620–1640).

  • HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
    Lihat Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun