Mohon tunggu...
Roy Soselisa
Roy Soselisa Mohon Tunggu... Guru - Sinau inggih punika Ndedonga

Sinau inggih punika Ndedonga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tak Mengejar Pamrih Dunia, Tak Mengejar Pahala Surga

29 Desember 2016   22:35 Diperbarui: 29 Desember 2016   23:00 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Bertindak nyata bagi sesama itu tanpa memandang latar belakang agama, bahkan bila agama hanya menjadikan kita penuh kebencian, sehingga membuat kita tidak bisa damai dan toleran, yuk bareng-bareng menanggalkan agama kita, biar bahasa cinta yang menjadi pegangan kita dalam rumah bersama di bumi yang indah ini. Urusan surga adalah urusan Sang Pencipta, yang terpenting selama di dunia ini kita bisa bertindak nyata bagi sesama.

Bertindak nyata bagi sesama itu tanpa pamrih dari sesama, bertindak nyata bagi sesama itu tanpa pamrih pula dari Sang Pencipta. Kata pamrih menurut KBBI adalah maksud yang tersembunyi dalam memenuhi keinginan untuk memperoleh keuntungan pribadi, maka setiap kita melakukan perbuatan baik hanya berlandaskan pada harapan akan memperoleh pujian, pengakuan, mencari muka dan lain sebagainya dari sesama, hal itu berarti hanya berusaha memperoleh keuntungan pribadi. Begitu pula bila melakukan perbuatan baik hanya berlandaskan pada pahala dari Sang Pencipta, maka hal itu pun berarti hanya menjadikan perbuatan baik kita sebagai “alat pancingan” untuk mendatangkan keuntungan bagi diri sendiri.

Hendaknya setiap tindakan nyata bagi sesama dilakukan bukan karena untuk mendapatkan pahala, melainkan karena sedang menjalankan tugas dari Sang Pencipta yang tak boleh berhenti untuk dikerjakan selama di dunia, menjalankan tugas dengan menggunakan akal waras dan nurani kemanusiaan—bukan dengan agama yang salah ditafsirkan, membabi buta mengejar ganjaran di surga (pahala), yang justru hasilnya bukan membangun kebersamaan, melainkan hanya menciptakan perpecahan kemanusiaan.

Pada penghujung tahun ini, selama tiga hari terakhir, saya telah belajar kembali dari sesama—sesama yang memiliki dedikasi tinggi, sesama yang memiliki latar belakang pendidikan yang tertinggi, bahkan salah satunya merupakan lulusan Ph.D. luar negeri, namun bersedia tak dibayar sepeser pun atas apa yang telah dikontribusikannya dalam kegiatan ini—yang melakukan tindakan nyata bagi sesamanya tanpa mengharapkan pamrih. Apabila leluhur Jawa pada masa lalu mengungkapkan bahwa hidup itu hanya sekadar untuk mampir minum, maka selama tiga hari terakhir ini saya telah belajar kembali dari sesama yang telah menggunakan kebebasan memilihnya untuk meminum air yang memiliki manfaat untuk meredakan dahaga kebodohan dan kegelapan batin, sehingga yang terpancar dari dirinya adalah tindakan nyata bagi sesama, bukan kebencian yang doyan mengata-ngatai dan mengkapir-sesatkan sesama, tanpa memiliki karya bagi sesama.

Surabaya, 29 Desember 2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun