Mohon tunggu...
Roy Soselisa
Roy Soselisa Mohon Tunggu... Guru - Sinau inggih punika Ndedonga

Sinau inggih punika Ndedonga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengasah Kecerdasan Spasial Visual Buah Hati

30 Juni 2019   18:34 Diperbarui: 30 Juni 2019   19:25 2
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lokasi Pengambilan Foto: Batu Flower Garden (Jumat, 28 Juni 2019) - dokpri

Beberapa kali kami harus menunda memberikan pengalaman bagi sang buah hati untuk menaiki berbagai ragam moda transportasi, karena pertimbangan masih terlalu dini untuk bisa mengingat semua pengalaman belajar yang akan diberikan. Namun, saat mengetahui buah hati memiliki kemampuan mengingat dan mengidentifikasi suatu objek dengan sangat baik, maka kami menggugurkan pertimbangan murahan yang merendahkan buah hati semacam itu.

Kemampuan mengingat dan mengidentifikasi suatu objek yang dimiliki oleh buah hati yang masih berusia dua puluh enam bulan ini benar-benar di luar dugaan kami, seringkali saat kami bersama dalam sebuah perjalanan, buah hati kami bisa menunjuk dengan spontan sebuah objek yang memiliki hubungan dengan pengalamannya. Salah satunya bisa menunjuk sebuah gedung rumah sakit sebagai tempat dirinya pernah dirawat inap, selain itu bisa menunjuk sebuah toko perhiasan sebagai tempat pembelian kado ulang tahun Mamanya.

Tak jarang pula saat bersama dalam sebuah perjalanan yang biasa kami lalui, buah hati kami bisa menunjuk arah jalan mana yang harus dilalui, seperti arah jalan pulang ke rumah, arah jalan menuju ke rumah Opa Omanya, dan sebagainya.

Kemampuan mengingat dan mengidentifikasi suatu objek seperti demikian oleh Howard Garner disebut sebagai kecerdasan spasial visual yang merupakan salah satu dari teori kecerdasan majemuk (multiple intelligences) yang dikembangkannya, dan berangkat dari teori ini (salah satu yang mempengaruhi) kami menjadi tidak ragu untuk mengasah kecerdasan spasial visual buah hati.

Pada akhirnya kami pun memutuskan untuk memberikan pengalaman bagi buah hati dengan menaiki moda transportasi kereta api Mutiara Selatan kelas eksekutif dengan rute Stasiun Surabaya Gubeng (SGU) menuju Stasiun Malang (ML).

Keberangkatan ini (26/6/2019) telah kami rencanakan sejak sebulan sebelumnya, termasuk setibanya di Kota Malang akan melanjutkan perjalanan menuju Kota Batu untuk memberikan berbagai pengalaman belajar lainnya dengan menginap selama tiga hari di salah satu penginapan yang terletak tepat di depan lokawisata Jawa Timur Park 2.

Selama tiga hari di Kota Batu, kami memberikan pengalaman belajar dengan mengunjungi berbagai lokawisata. Hari yang pertama, kami mengunjungi Alun-Alun Kota Wisata Batu, Pupuk Bawang dan Batu Night Spectacular (BNS). Hari yang kedua, kami mengunjungi Eco Green Park, Museum Satwa, Batu Secret Zoo, dan malam harinya kembali lagi ke Alun-Alun Kota Wisata Batu. Kemudian pada hari yang ketiga, kami mengakhiri pengalaman belajar bagi buah hati di Batu Flower Garden, dan seusainya kami melanjutkan perjalanan ke Kota Malang untuk bersiap kembali ke Kota Surabaya.

Kepulangan kami ke Kota Surabaya (28/6/2019), menaiki kembali moda transportasi kereta api Mutiara Selatan kelas eksekutif dengan rute Stasiun Malang (ML) menuju Stasiun Surabaya Gubeng (SGU). Kini semuanya menjadi nyata bagi buah hati kami, bukan sekadar mainan kereta api, bukan pula sekadar menyanyikan lagu naik kereta api---dua hari sebelum keberangkatan sering dinyanyikannya, setelah menontonnya melalui situs jejaring berbagi video yang diakses melalui gawai kami---melainkan buah hati kami turut merasakan sendiri (memiliki pengalaman belajar) menaiki moda transportasi kereta api.

Perjalanan kepulangan kami di atas kereta api pun ditutup dengan manis, sepanjang waktu perjalanan kami berinteraksi dengan seorang psikolog yang hendak kembali ke Kota Surabaya setelah menjadi narasumber seminar di Kota Batu---berdasarkan penelusuran kami setibanya di rumah, beliau memiliki rekam jejak digital yang baik. Semuanya bermula saat kami baru memasuki gerbong kereta, kami bergegas menata barang bawaan di dalam kabin, dan segera mengganti pakaian buah hati dengan baju santai, berharap buah hati akan tertidur sepanjang perjalanan.

Berdasarkan pengakuan dari seorang psikolog tersebut, telah jatuh cinta pada pandangan pertama kepada buah hati kami, karena mendengar suaranya yang lantang pertanda jiwanya merdeka dan pemberani. Beliau memperhatikan kami pula saat sedang bergumul dengan buah hati yang banyak bergerak---sembari mengotak-atik fasilitas kereta api yang ada di tempat duduk penumpang---saat diganti pakaiannya, dan dalam kondisi seperti demikian tak ada kata-kata larangan yang kami berikan, melainkan kata-kata yang berisi arahan yang seharusnya dilakukan.

Singkat cerita, buah hati kami tanpa dipaksa bersedia menerima tawaran roti coklat dari seorang psikolog tersebut, kemudian duduk manis di samping beliau. Dinamika kebersamaan terus berlangsung, hingga tiba pada satu momen buah hati kami mulai mencoret-coret kertas dengan bolpoin yang disediakan oleh beliau. Arahan demi arahan diikuti oleh buah hati kami, saat diarahkan untuk menggambar balon, digoreskan coretan berpola lingkaran, sedangkan saat diarahkan untuk menggambar kereta api, digoreskan coretan berpola memanjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun