Mohon tunggu...
Roy Soselisa
Roy Soselisa Mohon Tunggu... Guru - Sinau inggih punika Ndedonga

Sinau inggih punika Ndedonga

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Memainkan Drama di Ruang UGD Rumah Sakit

30 Desember 2018   11:49 Diperbarui: 30 Desember 2018   12:24 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi (25/12/2018)

Tepat pada saat perayaan hari Natal (25/12/2018), seorang bayi terlentang di Ruang UGD dari salah satu Rumah Sakit yang ada di Kota Surabaya. Dalam keadaan terlentang ini, kain lampin berusaha dibebatkan ke seluruh tubuh bayi oleh kedua perawat yang sedang bertugas pada pagi hari (pukul 08.00 WIB) itu. Dengan menyisakan bagian kepala dan lengan kanan bayi pada sisi luar kain lampin.

Kami berdua (saya dan istri) berusaha pula untuk memautkan kedua tangan pada bagian lain dari tubuh bayi yang sedang (memberontak) melakukan penolakan saat akan dipasang jarum infus pada punggung tangan kanannya.

Meski disertai dengan tangisan bayi yang memohon pertolongan kepada kami untuk dibebaskan dari bebat kain lampin, kami tak menyerah dan tetap berusaha menegarkan hati untuk membantu proses pemasangan jarum infus.

Drama di atas lah yang sedang kami mainkan tepat pada saat perayaan hari Natal yang lalu, sebuah drama yang bukan dimainkan di atas panggung sandiwara untuk kepentingan pertunjukan perayaan Natal, melainkan sebuah drama yang kami lakoni atas realitas yang sedang terjadi.

Sudah seminggu, batuk pilek dialami oleh buah hati kami. Hingga puncaknya pada dua hari sebelum perayaan hari Natal (23/12/2018), kami memutuskan untuk membawanya ke dokter spesialis anak, setelah semalaman kami menjumpai (detak) nafasnya mencapai 50 kali per menit.

Kala itu, diagnosa awal yang diberikan oleh dokter yaitu buah hati kami sedang terserang Pneumonia, atau kalau tidak sedang menderita Asma. Dokter menyarankan untuk dilakukan observasi lebih lanjut dengan memberikan tindakan rawat inap.

Kami tidak menerima begitu saja hasil diagnosa tersebut, mengingat kami telah memberikan vaksin Pneumokokus secara lengkap sebanyak empat kali kepada buah hati kami, setidaknya dengan vaksin itu bisa meminimalisir kemungkinan terserang Pneumonia.

Diagnosa tentang Asma pun bisa terbantahkan, karena kami berdua tidak memiliki riwayat penyakit Asma. Demikian pula dengan (setidaknya) dua generasi di atas kami tidak memiliki riwayat penyakit Asma, jadi kecil kemungkinannya akan dialami oleh buah hati kami.

Pada akhirnya, rawat jalan lebih menjadi pilihan kami. Selama dua hari kami memberikan pengobatan sesuai yang telah diresepkan oleh dokter. Namun, selama dua hari tak kunjung membaik, (detak) nafasnya pun masih mencapai 47 kali per menit, maka kami tak ingin berspekulasi untuk menunggu yang lebih baik (atau malah yang lebih buruk) terjadi.

Singkat cerita (25/12/2018), setelah jarum infus terpasang dan sampel darah didapatkan--kadar oksigen dalam darah kala itu juga baik, mencapai 86 mmHg--buah hati kami harus melalui tahapan foto Rontgen Thorax untuk mengetahui kondisi saluran pernafasan dan paru-parunya.

Seusai melalui setiap rangkaian dari Ruang UGD hingga Ruang Radiologi yang memakan waktu kurang dari satu jam, kami pun memasuki ruang rawat inap khusus bagi anak-anak yang berada di lantai tujuh dari gedung Rumah Sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun