Mohon tunggu...
Rosse Hutapea
Rosse Hutapea Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi PR

PR Practitioner

Selanjutnya

Tutup

Money

Model Hukum Hybrid untuk Mengatur Praktek Konvergensi Usaha TIK

23 September 2016   16:11 Diperbarui: 23 September 2016   16:28 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Irwan Djaja, saat dilantik sebagai Doktor Ilmu Hukum di Kampus UPH, Karawaci, Tangerang.

                                                             

Praktek konvergensi usaha TIK yang mengintegrasikan jasa dan produk sektor telekomunikasi, media dan teknologi informasi, kini semakin berkembang pesat, khususnya di negara-negara maju di Barat dan Asia, seperti Jepang. Di Indonesia industri TIK mempunya potensi yang sangat besar, tetapi kenyataannya perkembangan industri TIK di Indonesia tidak secepat yang diharapkan. Dalam kenyataannya praktek bisnis konvergensi TIK sulit berkembang karena regulasi yang kurang memadai.

Kondisi tersebut menjadi objek permasalahan yang diangkat dalam disertasi berjudul ‘Penataan Hukum Konvergensi Dalam Penyelenggaraan Usaha Teknologi, Iinformasi, Dan Komunikasi: Tinjauan Dari Perspektif Regulasi dan Regulator’ oleh Irwan Djaja, Senior Advisor Berita Satu Media Holding, pada  20 September 2016, di kampus Universitas Pelita Harapan, Karawci, Tangerang.

Melalui disertasinya ia mengusulkan agar praktek dan pelaksanaan konvergensi di industri TIK diatur oleh model hukum hybrid, yang menggabungkan hukum konvensional dan hukum lapisan, yang berlandaskan beberapa asas, prinsip, parameter serta kebijakan. Model hukum hybrid, menurut Irwan, dapat menjembatani kebutuhan praktis solusi konvergensi, memberikan stabilitas transformasi regulasi, dan menjawab urgensi waktu pelaksanaan.

Sementara dari perspektif regulator, Irwan juga menyarankan perlu penataan ulang melalui pemisahan fungsi. Fungsi pengaturan, pembinaan dan pembuatan kebijakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, sedangkan fungsi pengawasan dan pengendalian kebijakan oleh Komisi Independen Komunikasi.

Rektor UPH Jonathan L Parapak, yang memimpin sidang ini, menyambut baik disertasi Irwan Djaja. Menurutnya, hal baru dari disertasi tersebut adalah soal teori konvergensi. Jonathan sepakat dengan usulan promovendus tentang perlunya UU terpadu (konvergensi) atas UU yang berlaku saat ini. Di sisi lain, dia melihat tiga UU yang berlaku saat ini (UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) ) sudah ketinggalan zaman. Pasalnya perkembangan teknologi sangat cepat dan masif. Karena itu, perlu UU yang lebih baru dan UU baru itu menyatukan.

Disertasi ini dipromotori oleh  Prof. Dr. Bintan R. Saragih, SH., dan ko-promotor Dr. Danrivanto Budhijanto, SH., LL.M., serta tim penguji yang terdiri dari Prof. Dr. Valerine J. L. Kriekhoff, SH., MA.; Prof. Dr. Drs. Henry Subiakto, SH., M. Si.; Dr. V. Henry Soelistyo, SH., LL.M.; Dr. Bernard Nainggolan, SH., MH.; dan Dr. Maria G.S. Soetopo Conboy, B.Sc., MBA.

Usai sidang, Dekan FH UPH, Prof. Dr. Bintan R. Saragih, SH. menyatakan kelulusan Irwan Djaja dengan prestasi Summa Cum Laude dan menjadi Doktor Ilmu Hukum ke-29 dari program Doktor Ilmu Hukum Pascasarjana UPH.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun