Mohon tunggu...
Ros Lafau0306
Ros Lafau0306 Mohon Tunggu... Mahasiswa

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pelukan Ayah: Aku masih mengingatnya dengan jelas

24 Juli 2025   08:11 Diperbarui: 24 Juli 2025   08:11 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Bersama dengan Ayah (Sumber foto/Rose)

Aku adalah anak perempuan yang gengsi memeluk ayah sendiri. 

Bukan karena tidak sayang, tapi karena... entahlah, mungkin karena aku pikir aku akan selalu ada di rumah. Duduk diam di kursi, dan menatap kosong ke halaman rumah, atau pura-pura tidak mendengar saat ayah  tidak ada dirumah. 

Aku jarang memeluk ayah, jarang berfoto bersamanya, dan hampir tidak pernah bercanda atau pergi berdua dengannya. Aku pikir itu wajar, sampai hari aku pergi meninggalkan rumah.

Hari ketika aku naik bus ke kota orang, mengejar mimpi, meninggalkan halaman yang sudah begitu ku kenal sejak kecil barulah aku tahu, betapa banyak hal yang tak sempat aku lakukan untuk ayah. Bukan karena waktu tak cukup, tapi karena aku terlalu merasa selalu punya waktu bersama dengan ayah. 

Ayah ku bukanlah orang yang banyak bicara. Ia bukan tipe yang sering mengirim pesan panjang atau menelpon hanya untuk bertanya, "Sudah makan kamu nak?" Tapi justru dari diamnya itulah, aku belajar bahwa cinta seorang ayah memang tak selalu datang dalam bentuk kata-kata. Kadang hadirnya cukup dengan caranya diam menunggu di depan halaman rumah. 

Dulu, aku tidak terlalu memperhatikan ayah, jarang bicara dengannya bahkan jarang menyapa ayah. Aku lebih dekat dengan ibu, lebih terbiasa berbagi cerita dengannya. Sedangkan ayah terasa seperti seseorang yang ada tapi tak pernah kusapa dengan hati yang tulus. 

Aku masih ingat hari ketika aku meninggalkan rumah, berpamitan dengan keluarga, dan mengejar cita-cita di kota orang. Aku masih ingat ekspresi wajah Ayah. Ia menahan air mata agar tidak jatuh.

Untuk pertama kalinya, aku memeluk Ayah saat ia mengantarku ke kapal. Ayah menangis ketika aku memeluknya. Ia tak banyak berkata, hanya satu kalimat pendek yang sampai hari ini masih kuingat: "Jaga dirimu di sana, Anakku."

Tangannya menepuk pelan bahuku, dan entah kenapa rasanya berbeda. Mungkin karena itu pertama kalinya aku benar-benar merasa, ada yang akan sangat kehilangan ketika aku pergi.

Saat itu aku belum tahu, rasa rindu bisa sesakit ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun