Mereka mengatakan bahwa luka karena senjata akan bisa sembuh, tapi luka karena perkataan dapat menetap seumur hidup dalam jiwa.
Pernahkah kamu merasa hancur hanya karena satu perkataan orang yang melukai hatimu? Atau mungkin, tanpa sadar, kamu pernah mengucapkan sesuatu yang membuat orang lain merasa kecil, tak berarti, bahkan kehilangan semangat hidup?
Perkataan memang tidak terlihat seperti peluru. Tapi dampaknya, kadang lebih mematikan. Di era media sosial, semua orang bisa dapat berbicara, tapi tidak semua sadar bahwa kata-kata yang keluar bisa menjadi pisau yang menusuk diam-diam.
Lalu, benarkah perkataan bisa membunuh jiwa? Sejauh mana kekuatan kata bisa menyelamatkan atau justru menghancurkan.Â
Kalimat seperti "Cuma bercanda kok!" atau "Dia pasti kuat, masa gitu aja baper?" menjadi pembenaran untuk melempar kata-kata tanpa tanggung jawab. Padahal, tidak semua orang punya ketahanan mental yang sama.
Bagi sebagian orang, satu komentar sinis bisa menjadi awal dari rasa tidak berharga. Satu ejekan bisa menjadi benih trauma. Dan satu kalimat tajam bisa membuat seseorang merasa tak layak untuk hidup.Â
Lidah memang tidak berdarah, tapi ia bisa menggores luka batin yang tidak terlihat oleh mata. Luka itu diam, tersembunyi, namun tetap terasa bahkan bisa bertahun-tahun.Â
Kita semua pernah menjadi korban. Tapi jujur saja, kita juga pernah menjadi pelaku. Mungkin kita pernah mengomentari fisik seseorang dengan enteng. Menertawakan kegagalan teman.Â
Mengkritik terlalu keras tanpa mempertimbangkan perasaan seseorang.
Semua itu mungkin kita anggap wajar. Tapi bagi yang mendengarnya, bisa menjadi pukulan yang sangat melukai hati.
Tapi yang perlu kita sadari, perkataan juga bisa menjadi penyelamat.