Mohon tunggu...
Rosiana
Rosiana Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar

A reluctant learner.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Suka Duka Menjadi "Buruh Kimia"

22 Februari 2019   13:42 Diperbarui: 24 Februari 2019   15:38 1450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ini lab tempat saya bekerja. Kecil dan sederhana tapi penuh cerita..

Hasilnya? Menjadi kerak. Kerak ini yang nantinya akan merusak mesin boiler, karena akan memperlambat penguapan. Jadi perusahaan saya membuat sebuah larutan yang bisa memperlambat reaksi tersebut. sehingga kerak yang ada di dalam boiler pun tidak akan terlalu parah.

Ini adalah pose fake smile ketika saya jadi 'buruh kimia'
Ini adalah pose fake smile ketika saya jadi 'buruh kimia'
Nah, di sini yang menjadi tantangannya. Karena sampel air yang dianalisis oleh perusahaan tempat saya bekerja berasal dari Boiler, Coolling Tower, dan Chiller maka mau ga mau saya harus visit industri-industri yang menjadi klien perusahaan kami.

Jadi kalau Kompasianers di sini berpikir bahwa seorang buruh kimia itu kerjanya selalu analisis sampel di lab itu SALAH BESAR! Saya ulangi SALAH BESAR! Saya sebagai buruh kimia bahkan dari total lima hari bekerja mungkin hanya 2-3 hari kerja di lab.

Sisanya? Turun lapangan. Manjat tower, panas-panasan ke ruang boiler. Gak jarang digodain abang-abang teknisi boiler.

Ini lab tempat saya bekerja. Kecil dan sederhana tapi penuh cerita..
Ini lab tempat saya bekerja. Kecil dan sederhana tapi penuh cerita..
Nah ini, di sini yang menjadi duka. Partner kerja saya kebanyakan laki-laki. Jadi saya harus pandai-pandai menjaga diri. sebetulnya kalau partner karyawan dari perusahaan tempat saya kerja sih baik-baik.

Malah mereka selalu menjaga saya, tapi ya ketika saya ditugaskan untuk sampling sendirian karena ada mandat dari bos ya saya harus patuh.

Beberapa kali ketika saya mau sampling boiler water pasti teknisinya selalu ganjen. Bahkan pernah bilang begini ke saya, "Duh neng mending jadi istri Aa aja dari pada harus kerja begini."

Di situ saya hanya bisa tertawa kecil dan langsung to the point saya butuh pertolongan untuk sampling. 

Gak hanya itu, malah saya pernah hampir dicolek dagunya, tapi saya tepis dan saya saat itu marah! Saya bilang ke abangnya, "Aduh maaf ya kang saya di sini mau kerja, bukan diginiin. Tolong yang sopan!"

Di situ abangnya malah ketawa terus bilang, "Aduh si eneng meni galak (Aduh si eneng galak amat)."

Ya itu hanya beberapa potongan kecil dari duka yang dirasa. Selebihnya adalah ketika hasil analisis jauh dari prediksi dan klien minta data tersebut dimanipulasi agar saat laporan ke bos tertinggi tidak kena semprot. 

Di sini nih, hati nurani diuji. Satu sisi kita juga gak mau kehilangan klien, tapi satu sisi kita gak mungkin berbohong. Toh memanipulasi data juga akan merugikan klien untuk jangka panjang.

Jadi kami harus melakukan negosiasi, coba memberikan pengertian kepada pihak klien bahwa hasil analisis kita ini sudah akurat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun