Mohon tunggu...
Roselina Tjiptadinata
Roselina Tjiptadinata Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - Bendahara Yayasan Waskita Reiki Pusat Penyembuhan Alami

ikip Padang lahir di Solok,Sumatera Barat 18 Juli 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Suka Duka Melepas Anak Studi ke Luar Negeri

17 September 2019   05:44 Diperbarui: 17 September 2019   11:17 925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : rlhsnews.com

Setiap Orangtua Pasti Mengharapkan yang Terbaik bagi Anak-anaknya
Pada umumnya impian setiap orangtua adalah agar anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang terbaik, agar dapat dijadikan bekal dalam menjalani kehidupan mereka kelak.

Sejak anak-anak masih kecil, kita sudah mulai berpikir tentang di mana nanti mereka akan sekolah. Dan bila sudah duduk di bangku  SMA, maka yang menjadi pikiran adalah bagaimana agar mereka dapat melanjutkan ke perguruan tinggi yang terbaik. Hal ini juga terjadi dalam keluarga kami. 

Pengalaman Putra Pertama Kami
Waktu putra  pertama kami Lulus SMA, ia menyampaikan hasrat hatinya, kalau kami mengizinkan dirinya untuk melanjutkan studi ke Amerika Serikat.

Pada waktu itu kehidupan kami sudah berubah total dari penjual kelapa di pasar, menjadi pengusaha. Maka dengan senang hati kami mengabulkan keinginannya. Sebab sejak dari SD hingga SMA nilai rapornya selalu masuk ranking 3 besar dalam kelasnya.

Pada awalnya ia ikut tes TOEFL dan lulus dengan nilai terbaik. Langkah pertama sudah dilalui dengan baik. Selanjutnya seluruh persyaratan sudah dipenuhi dan sudah ada konfirmasi dari Universitas, bahwa Irmansyah diterima di jurusan Komputer.

Karena tidak mungkin meninggalkan usaha kami yang baru berkembang, maka putera kami berangkat sendirian ke California, Amerika Serikat.

Suasana di Rumah Tiba-tiba Berubah
Kata orang, selama 3 bulan pertama, anak yang studi di luar negeri akan mengalami "homesick" atau rindu rumah. Tapi yang terjadi justru kami berdua yang merasa ada sesuatu yang kurang dalam rumah.

Ketika tiba saat makan malam, biasanya kami saling berbicara dengan anak-anak, sementara makanan disediakan, Tapi sejak putra kami berangkat, di meja makan ada satu kursi yang kosong, yakni di mana Irmansyah biasa duduk makan bersama kami. 

Karena kami berdua diam, maka kedua anak kami yang lainnya ikut berdiam diri. Apa yang dimakan rasanya tawar, tanpa rasa, karena suasana hati yang sedang galau dampak dari pertama kalinya anak kami studi di tempat yang jauh.

Setiap hari Minggu, putra kami pasti menelepon. Begitu telepon masuk, maka TV dan radio kami matikan, agar tidak mengganggu.

Kami Tidak Memanjakan Anak
Walaupun pada waktu itu, sesungguhnya kami mampu membelikan kendaraan bagi putra kami, namun kami tidak melakukannya. Karena ingin putra kami belajar menghemat dan mandiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun