Mohon tunggu...
Rosanto dwi
Rosanto dwi Mohon Tunggu... Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga yang aktif dalam bidang ekonomi

Prof. Dr. Rossanto Dwi Handoyo, SE., M.Si., Ph.D. merupakan Guru Besar di bidang Ekonomi Internasional pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga. Fokus keilmuannya mencakup ekonomi moneter, perdagangan internasional, serta analisis data ekonomi makro dengan pendekatan ekonometrika seperti GMM, VAR, dan VECM.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mengkritisi Arah Kebijakan dalam Paket Ekonomi 8+4+6

18 Oktober 2025   18:51 Diperbarui: 18 Oktober 2025   18:51 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tumpukan Rupiah (Sumber: https://wallpaperaccess.com/rupiah)

Target pertumbuhan ekonomi 5,2% pada 2025 menjadi ambisi besar pemerintah. Untuk menopangnya, negara kembali menggelontorkan stimulus melalui Paket Ekonomi 8.4.5 dengan alokasi dana Rp16 triliun. Program ini digadang-gadang sebagai jawaban atas kebutuhan menjaga daya beli, menciptakan lapangan kerja, sekaligus memperkuat kesejahteraan masyarakat. Namun, pertanyaan mendasar tetap menggantung: apakah paket senilai Rp16 triliun ini cukup signifikan untuk mendorong pertumbuhan atau hanya sekadar menjadi pemicu konsumsi jangka pendek yang cepat menguap?

Fakta menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia memang masih berada di kisaran moderat. Triwulan kedua 2025 mencatat 5,2% sedangkan triwulan pertama hanya 4,8%. Untuk menambah 0,2% pertumbuhan, setidaknya dibutuhkan penyerapan 300 hingga 400 ribu tenaga kerja baru. Jika target tahunan 5,2% hendak tercapai secara konsisten maka total sekitar 7,5 juta lapangan kerja perlu tercipta. Di sinilah peran paket ekonomi diuji, apakah ia mampu menghadirkan solusi struktural atau sekadar tambal sulam temporer?

Program dan Tantangan Implementasi


Paket 8+4+5 terdiri dari 17 program, termasuk 8 program akselerasi yang diarahkan khusus pada pertumbuhan. Salah satu yang menonjol adalah program magang untuk lulusan perguruan tinggi maksimal satu tahun setelah lulus. Tujuannya mempercepat transisi ke dunia kerja mengingat angka pengangguran terdidik masih tinggi. Namun, efektivitasnya bergantung pada arah implementasi. Jika magang hanya ditempatkan di instansi pemerintah dengan kapasitas terbatas maka manfaatnya minim. Sebaliknya, jika diarahkan ke sektor swasta yang lebih dinamis dan relevan maka program ini berpotensi menjadi katalis bagi penyerapan tenaga kerja.

Kebijakan lain adalah insentif PPh 21 ditanggung pemerintah khususnya bagi sektor padat karya dan pariwisata. Tujuan utamanya meningkatkan daya beli pekerja. Meski demikian, efektivitas kebijakan ini masih diperdebatkan. Sebab, pekerja dengan penghasilan di bawah Rp60 juta per tahun sudah bebas pajak sehingga dampaknya baru terasa bagi kelompok menengah seperti supervisor atau asisten manajer. Bila kelompok ini menahan konsumsi maka efek pengganda terhadap pertumbuhan akan melemah. Dengan kata lain, kebijakan ini hanya akan bekerja jika masyarakat percaya diri untuk membelanjakan pendapatannya.
Selain insentif, paket ini juga mencakup program penyerapan tenaga kerja seperti operasionalisasi Koperasi Desa Merah Putih dan replanting perkebunan rakyat. Namun, potensi tumpang tindih dengan program serupa di kementerian lain seperti Kementerian Koperasi dan UKM maupun Kementerian Pertanian menjadi ancaman nyata. Risiko double funding bukan hanya menurunkan efektivitas tetapi juga membuka peluang temuan audit yang mencoreng kredibilitas fiskal pemerintah. Program pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih menghadapi risiko serupa, lebih menguntungkan pengelola ketimbang memberi efek menetes ke masyarakat.

Paket 8+4+5 lebih tepat dipahami sebagai perluasan dari program lama baik secara ekstensifikasi maupun intensifikasi. Orientasi pro poor yaitu membantu masyarakat miskin, pro job yaitu menyediakan pekerjaan, dan pro growth yaitu mendorong pertumbuhan memang terlihat jelas. Namun, tanpa pengawasan dan evaluasi ketat, program ini berpotensi kembali terjebak dalam problem klasik, besar di atas kertas tetapi minim di lapangan.

Risiko Fiskal dan Keseimbangan APBN

Di luar persoalan teknis program terdapat risiko fundamental yaitu kapasitas fiskal negara. Saat ini defisit APBN berada di kisaran 2,4% terhadap PDB. Tambahan stimulus Rp16 triliun menimbulkan pertanyaan apakah sumber dana berasal dari efisiensi, cadangan, atau utang baru. Selama defisit masih di bawah 3% aturan fiskal memberi ruang. Tetapi risiko tetap membayang, apalagi bila pertumbuhan tidak mencapai target 5,2%. Jika hanya 5% maka penerimaan negara otomatis menurun, kapasitas belanja menyempit, dan ruang fiskal terhimpit.

Data Februari 2025 menunjukkan penerimaan pajak baru Rp187 triliun, sekitar 8,6% dari target tahunan. Angka ini lebih rendah dari tren ideal, menandakan perlambatan basis penerimaan. Dalam situasi seperti ini, pemerintah harus berhati-hati memilih prioritas belanja. Program dengan dampak langsung seperti bantuan sosial, subsidi energi, dan Program Keluarga Harapan perlu dijaga. Tetapi pada saat yang sama, pemerintah wajib mencari alternatif sumber penerimaan, termasuk optimalisasi PNBP, tarif impor, dan dividen BUMN. Sayangnya, sejak pengelolaan BUMN berada di bawah Danantara, transparansi kontribusi dividen ke kas negara masih kurang jelas sehingga menimbulkan pertanyaan akuntabilitas.

Pemerintah juga mendorong reformasi perpajakan melalui Cortex untuk menutup celah penghindaran pajak oleh wajib pajak besar. Jika berhasil maka langkah ini bisa memperluas basis penerimaan tanpa membebani masyarakat kecil. Namun, reformasi semacam ini membutuhkan konsistensi politik dan kelembagaan, sesuatu yang kerap terhambat oleh tarik menarik kepentingan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun