Mohon tunggu...
Rosalia Aini La'bah
Rosalia Aini La'bah Mohon Tunggu... -

Hidup adalah perjuangan !!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Surrogate Mother

13 Januari 2012   05:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:57 6614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Banyak pasangan yang mengalami kesulitan mendapatkan anak rela melakukan apa saja. Termasuk melakukan bayi tabung, atau bahkan mencari ibu pengganti alias sewa rahim atau surrogate mother atau ibu tumpang. Sewa rahim yaitu menggunakan rahim wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan benih lelaki (sperma) (pasangan suami istri), dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut sehingga dilahirkan. Pasangan suami istri, membayar sejumlah uang kepada ibu tumpangan atau syarikat yang menguruskan kerja mencari ibu tumpang yang sanggup mengandungkan anak percantuman benih mereka dan dengan syarat ibu tumpang akan menyerahkan anak tersebut setelah dilahirkan atau pada masa yang telah dijanjikan.

Saat ini surrogate mother atau yang biasa disebut dengan sewa rahim ini telah marak di dunia, bahkan isu sewa rahim telah sampai di Indonesia. Banyaknya pasangan suami istri yang menginginkan keturunan namun belum juga dikaruniai keturunan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya kondisi rahim yang kurang sehat, suami tidak bisa mengekskresikan sperma, kondisi rahim yang tidak memungkinkan untuk hamil, factor usia, serta di era globalisasi ini wanita cenderung mementingkan karir.

Perkembangan sains dan teknologi berpengaruh juga pada cara manusia mengembangkan keturunannya, sehingga bila kita perhatikan sekarang, ada dua cara manusia melangsungkan dan memperoleh keturunannya. Pertama, dilakukan melalui hubungan langsung antar lawan jenis. Kedua, dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan teknologi berupa inseminasi buatan. Ilmu dan teknologi sekarang sangat canggih, tapi sedikit sekali perhatian diberikan kepada studi mengenai masalah-masalah etisnya. Keperawatan sebagai profesi dituntut untuk mengembangkan keilmuannya sebagai wujud kepeduliannya dalam meningkatkan kesejahteraan manusia.

B.Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui sejauh mana masalah sewa rahim atau surrogate mother ini terjadi di Indonesia, bagaimana pandangan secara etika dan hukum di Indonesia serta pemecahan untuk masalah etis tersebut.

C.Manfaat

1.Meningkatkan pengetahuan perawat tentang masalah etik yang terjadi serta pemecahan masalah tersebut.

2.Diharapkan dengan makalah ini, dapat dikembangkan ilmu atau cara baru dalam dunia keperawatan untuk mengatasi masalah etik tersebut sehingga praktek surrogate mother tidak terjadi lagi di Indonesia.



BAB II

ISI

A.Pengertian Sewa Rahim

Sewa rahim yaitu fenomena yang masih baru yang diperkatakan di negara kita namun di luar ngara terutamanya Amerika dan Eropa fenonema ibu tumpang sudah menjadi perkara biasa. Kadar permintaan ibu tumpang yang amat tinggi diatas permintaan pelanggan pasangan yang kurang upaya mendapatkan anak dan juga dari alasan lain. Teknologi sewa rahim biasanya dilakukan bila istri tidak mampu dan tidak boleh hamil ayau melahirkan. Embrio dibesarkan dan dilahirkan dari rahim perempuan lain bukan istri, walaupun bayi itu menjadi milik (secara hukum) suami istri yang ingin mempunyai anak tersebut. Untuk “jasa”nya tersebut, wanita pemilik rahim biasanya menerima bayaran yang jumlahnyatelah disepakati keluarga yang ingin menyewa rahimnya tersebut, dan wanita itu harus menandatangi persetujuan untuk segera menyerahkan bayi yang akan dilahirkannya itu ke keluarga yang telah menyewa.

Sejauh ini dikenal dua tipe sewa rahim :

1.Sewa rahim semata (gestational surrogacy)

Embrio yang lazimnya berasal dari sperma suami dan sel telur istri yang dipertemukan melalui teknologi IVF, ditanamkan dalam rahim perempuan yang disewa

2.Sewa rahim dengan keikutsertaan sel telur (genetic surrogacy)

Sel telur yang turut membentuk embrio adalah sel telur milik perempuan yang rahimnya disewa itu, sedangkan sperma adalah sperma suami. Walaupun pada perempuan pemilik rahim itu adalah juga pemilik sel telur, ia tetap harus menyerahkan anak yang dikandung dan dilahirkannya kepada suami istri yang menyewanya. Sebab, secara hukum, jika sudah ada perjanjian, ia bukanlah ibu dari bayi itu. Pertemuan sperma dan sel telur pada tipe kedua dapat melalui inseminasi buatan, dapat juga melalui persetubuhan antara suami dengan perempuan pemilik sel telur yang rahimnya disewa itu.

Praktek dalam hal yang disebut kedua ini, dilihat dari sudut apapun dan dengan alas an apapun, merupakan perzinaan.

B.Pandangan Kemajuan Pengetahuan Teknologi terhadap Sewa Rahim

Erat kaitannya dengan teknologi IVF dan sewa Rahim adalah teknologi pengawet embrio. Persatuan spermadengan sel telur di luar tubuh dapat disusul dengan pengawetan embrio di laboratorium karena berbagai sebab. Bila waktunya tiba, embrio itu dipindahkan ke rahim wanita yang akan mengandung dan melahirkannya, dan wanita ini dapat merupakan wanita yang memang ingin punya anak, dapat pula wanita yang hanya menyewakan rahimnya. Dengan sendirinya teknologi ini bermuatan masalah pula, seperti teknologi-teknologi lain, paling tidak secara potensial.

Berbagai komplikasi tersebut dimuka memperlihatkan bahwa berbagai masalah etik, moral, social, dan hukum yang terlibat dengan teknologi sewa rahim, baik yang actual maupun potensial, adalah lebih berat, lebih banyak, dan lebih bervariasi dibandingkan teknologi inseminasi buatan dan IVF.

Pengetahuan dan kemampuan yang sudah dikuasai manusia dalam berbagai teknologi reproduksi tersebut di muka, yaitu, inseminasi buatan, bayi “tabung,”dan sewa rahim, belum mengutak-atik unsur mikro dari proses reproduksi seperti inti sel (nucleus) dan struktur yang lebih kecil lagi, seperti, inti dari inti sel (nucleous), kromosom, dan gen, yang merupakan unsur-unsur paling dasar yang menentukan keberadaan makhluk hidup. Tindakan mengutak-atik unsur-unsur paling dasar ini sering dilabelkan sebagai “mencanpuri pekerjaan atau karya ilahi.” Ternyata, walaupun belum menyentuh unsur-unsur itu, berbagai teknologi reproduksi yang sudah dibahas itu sudah sarat bermuatan bermacam potensi makalah etik, moral, agama, social, dan hokum. Apakah ini kodrat yang tak terelakan dari tiap kemajuan teknologi, khususnya teknologi dalam bidang biologi? Walaupun kontroversial kedengarannya, apakah berbagai masalah yang menyertai berbagai kemajuan itu merupakan pertanda bahwa manusia tidak perlu, atau tida boleh, melakukan terobosan untuk menjadikan berbagai aspek dalam hidupnya lebih terkontrol dan lebih menyenangkan?

Berbagai faktor, seperti perkembangan teknologioptika yang sangat pesat dengan dikembangkannya berbagai mikroskop yang sangat kuat pembesarannya, diciptakannya berbagai instrument presisi mikro yang sanggat canggih untuk pekerjaan mikroskopik, pengetahuan yang makin berkembang dan makin spesifik mengenai gen dan kromosom, dan tersedianya berbagai bahan yang makin cocok untuk menunjang kehidupan di luar tubuh, sangat membentu perkembangan teknologi reproduksi tingkat mikroskopik, seperti cloning dan rekayasa genetic. Kedua teknologi ini memungkinkan ilmuan untuk mengutak-atik unsur mikro dari proses reproduksi, yang merupakan unsur paling fundamental dari eksistensi, wujud, ciri, dan sifat makhluk hidup. Kegiatan ini, apalagi bila “dikerjakan” terhadap manusia, oleh sementara orang dianggap “intervensi” terhadap karya ilahi, karena mencampuri kegiatan yang selama ini dianggap merupakan monopoli Tuhan, terlepas dari apakah memang secara tersurat ataupun tersirat tampak adanya larangan di dalam Kitab-Kitab Suci berbagai agama untuk melakukan teknologi itu. Teknologi reproduksi tingkat mikroskopik itu biasanya dimulai pada makhluk-makhluk paling sederhana (makhluk bersel satu, seperti bakteri yang gennya direkayasa untuk menghasilkan vaksin terhadap penyakit tertentu), kemudian beranjak ke makhlu yang lebih kompleks (cloning dan rekayasa genetik tanaman pangan), ke hewan tingkat tinggi (cloning binatang menyusui), dan akhirnya, ke manusia.

C.Pandangan Etika terhadap Sewa Rahim

Dalam dua dua warsa terakhir ini kemajuan Iptek Kedokteran dalam bidang reproduksi manusia begitu pesatnya, sehingga dewasa ini terdapat berbagai cara pelaksanaan dalam upaya kehamilan di luar cara alami, yang disebut “Teknologi Reproduksi Buatan” (TRB) dan dalam UU kesehatan disebut kehamilan di luar secara alami. TRB merupakan teknik dimana oosit dimanipulasi sebelum ditandur alihkan, baik sebagai oosit maupun sebagai embrio. Hal ini dilakukan sebagai upaya terakhir pengobatan pasangan kurang subur (infertile), karena memerlukan upaya yang besar, dapat menimbulkan distress pada pasangan yang bersangkutan, dan dengan cara lain mungkin kehamilannya berhasil.

D.Pandangan Hukum di Indonesia terhadap Sewa Rahim

Walaupun kebanyakan perjanjian ibu tumpang tidak bermasalah semasa dibuat selalunya ia timbul ia timbul seperti perniagaan kanak-kanak. Ini disebabkan konsep ibu tumpang yang dinggap baru, terdapat beberapa undang undang dan peraturan baru di Amerika yang mempertimbangkan kontrak ini. Se setengah negeri di sana mengangap kontarak ibu tumpang adalah sah. Mahkamah juga tidak selalunya memohon komitmen ibu tumpang untuk melepaskan anak kandungannya kepada pasangan yang membiayainya. Bagi negeri yang menghalang kontrak lebih sukar untuk memutuskan hak yang sepatutnya. Undang-undang keluarga mempertimbangakan apa yang baik. Dengan kerana itu hakim akan pertimbangkan hubungan ibu secara biologi kepada bayi dalam menyelesaikan permasalahan ibu tumpang. Hukum perundangan dalam US superreme court juga kurang jelas pada masalah yang timbul pada konrak ini. Keputusan penggunaan ibu tumpang yang dibuat adalah secara peribadi dan sulit. Walaubagaimanapun sekali keputusan dibuat sesetengah isu mengenai perubatan dan keewangan perlu dipertimbangkan.

Dalam pasal 127 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”) diatur bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan :

a.Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam Rahim istri dari mana ovum berasal.

b.Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyaikeahlian dan kewenangan untuk itu.

c.Pada fasilatas pelayanan kesehatan tertentu.

Adapun metode atau upaya kehamilan di luar cara alamiah selain yang diatur dalam pasal 127 UU Kesehatan, termasuk ibu pengganti atau sewa menyewa/penitipan rahim, secara hukum tidak dapat dilakukan di Indonesia.

Sebagai informasi tambahan, praktek transfer embrio ke rahim titipan (bukan rahim istri yang memiliki ovum tersebut) telah difatwakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 26 Mei 2006.

Praktek ibu pengganti atau sewa menyewa rahim belum diatur di Indonesia. Oleh karena itu, tidak ada perlindungan hukum bagi para pelaku perjanjian ibu pengganti ataupun sewa menyewa rahim.

Dalam pasal 1338 KUHPer memang diatur mengenai kebebasan berkontrak, dimana para pihak dalam kontrak bebas untuk membuat perjanjian, adapun isi dan bagaimanapun bentuknya:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Akan tetapi, asas kebebasan berkontrak tersebut tetap tidak boleh melanggar syarat-syarat sahnya perjanjian dalam pasal 1320 KUHPer yaitu :

1.Kesepakatan para pihak

2.Kecakapan para pihak

3.Mengenai suatu hal tertentu

4.Sebab yang halal

Jadi, salah satu syarat sahnya perjanjian adalah harus memiliki sebab yang halal, yaitu tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum (pasal 1320 jo pasal 1337 KUHPer). Sedangkan, seperti dijelaskan diatas, praktek ibu pengganti bukan merupakan upaya kehamilan yang dapat “dapat dilakukan” menurut UU Kesehatan. Dengan demikian syarat sebab yang halal ini tidak terpenuhi.

Hal lain yang penting diperhatikan dalam maslah ini adalah hak anak-anak yang terlahir dari ibu pengganti tidak boleh terabaikan, khususnya hak identitas diri yang dituangkan dalam akta kelahiran (lihat pasal 27 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). Apabila terjadi perselisihan antara seseorang dengan si ibu pengganti, maka penyelesaiannya harus mengendapkan prinsip kepentingan terbaik bagi si anak.

Dasar hukum :

1.Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie atau BW, Staatblad 1847 No. 23)

2.Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

3.Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

E.Pandangan Hukum Islam terhadap Sewa Rahim

Suami dan istri atau salah satu dari keduanya dianjurkan untuk memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan, demi membantu mereka dalam mewujudkan kelahiran anak. Namun, mereka syaratkan spermanya harus milik sang suami dan sel telur milik sang istri, tidak ada pihak ketiga diantara mereka. Misalnya, dalam masalah sewa rahim.

Jika sperma berasal dari laki-laki lain baik diketahui maupun tidak, maka ini diharamkan. Begitu pula jika sel telur berasal dari wanita lain, atau sel telur milik sang istri, tapi rahimnya milik wanita lain, ini pun tidak diperbolehka. Ketidakbolehan ini dikarenakan cara ini akan menimbulkan sebuah pertanyaan yang membingungkan, “Siapakah sang ibu bayi dari bayi tersebut, apakah si pemilik sel telur yang membawa karakteristik keturunan, ataukah yang mederita dan menanggung rasa sakit karena hamil dan melahirkan?” Padahal, ia hamil dan melahirkan bukan atas kemauannya sendiri.

Selain ibu tumpang anak persenyawaan in vitro juga kemungkinan membawa penyakit penyakit pada ibu tumpang. Sama sepeti patogen yang memasuki badan embrio berkemungkinan tidak dipastikan benar bebas dari kuman dan virus yang mana akan mengubah serba sedikit genetik bayi. Disamping sebab kesihatan emosi ibu tumpang juga harus diketahui sama ada ia benar ikhlas atau pun terpaksa menjadi ibu tumpang. Emosi yang tidak stabil akan menggangu emosi anak yang dikandung. Selain itu ibu tumpang juga harus diberikan rawatan sepenuhnya sebelum mengandung dan selepas mengandung. Ibu tumpang yang sakit melahirkan anak mungkin akan terbawa bawa menyebabkan emosinya terus terganggu. Tambahan lagi anaknya itu akan diberikan pada orang, setiap ibu mempunyai perasaan yang tersendiri dan tidak pernah ada ibu yang tidak menyayangi anaknya.

Para ahli fiqih sendiri berbeda pendapat jika hal ini benar-benar terjadi. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa ibu sang bayi tersebut adalah si pemilik sel telur, dan para ahli fiqih lebih condong kepada pendapat ini. Ada juga yang berpendapat bahwa ibunya adalah wanita yang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bahwa bayi tabung dengan sperma dan ovum yang diambil dari pasangan suami istri yang sah dibenarkan oleh Islam, selama mereka berdua dalam ikatan perkawinan yang sah. Tetapi kalau bayi tabung tersebut dari hasil bantuan donor sperma atau ovum dari orang lain yang tidak ada hubungan perkawinan yang sah atau dari pembuahan percampuran ovum dan sperma suami istri yang sah, kemudian dimasukkan ke dalam rahim orang lain (sewa rahim), maka hukumnya haram sama dengan zina dan kedudukan bayi tersebut sama dengan anak zina. Demikian pula jika sperma suami dan ovum dari salah seorang istri yang dimasukkan ke dalam rahim istrinya yang lain, maka hukumnya tetap haram, karena terkait dengan masalah warisan dan nasab dari sebelah ibu, yang mana ibunya, istri yang pertama atau yang kedua dan seterusnya.

Sebagai contoh umat Islam yang mana setiap masalah dapat diatasi. Contohnya bagi suami yang tidak upaya isteri boleh meminta cerai darinya dan bernikah dengan lelaki lain agar tidak berlaku penzinaan. Begitu juga isteri yang tidak upaya suami boleh poligami. Ini kerana Islam menyuruh memelihara keturunan. Setiap keturunan yang lahir kebumi perlu tahu siapa ibu kandungnya dan siapa bapanya. Bagi anak ibu tumpang ibu kandung adalah ibu tumpang manakala ibu genetik ibu pasangan tersebut. Maka di sini tidak terdapat pemeliharaan keturunan boleh dikata sifat rasional manusia anak akan keliru akan keturunannya. Perasaan ibu, anak, ibu bapa genetik harus diambil kira juga tidak semua pekerjaan itu di sertakan dengan niat yang ikhlas ada juga yang terdesak oleh keaadaan. Ibu tumpang disini dapat kita lihat terdesak pada keewangan dan pasangan kontrak pula melihat kanak-kanak jiran dan kawa-kawan dan timbul keingginan mempunyai anak. Namun tidak dapat dipastikan kasih sayang mereka pada anak tersebut sudah pasti terselit perasaan tidak percaya dan tidak puas hati. Dan anak tersebut mungkin akan terbiar sama seperti anak-anak lain di barat.

Untuk memperjelas keharaman cara-cara yang lain, berikut ini uraian penalarannya :

1.Nabi mengharamkan penempatan nutfah pada Rahim perempuan yang bukan istrinya.

2.Kedudukan ibu senantiasa dikaitkan dengan tugasnya sebagai seorang yang mengandung dan melahirkan, seperti yang ditegaskan Al-Qur’an di dalam beberapa ayat, misalnya surat Al-Mujadallah ayat 2, In ummahatuhum Illa al-la’iy waladnahum (ibu-ibu mereka tidak lain adalah perempuan yang melahirkan mereka), surat Al-Anfal [8]: 15 Hamalathu ummuhu kurhan wa wadha’athu kurhan (ibunya mengandung dengan susah payah dan melahirkan dengan susah payah juga); dan surat Al-Baqoroh [2]: 233, Ia tudharra walidatun bi waladiha (janganlah seorang ibu menderita karena anaknya).

3.Mengenai soal sewa-menyewa atau soal pinjam meminjam Rahim, harus diselidiki lebih dahulu, apakah syarat dan rukunnya bisa terpenuhi. Kalau tidak terpenuhi, berarti ada cacat yang berkibat kebatalan.

Oleh sebab itulah Islam mengharamkan penggunaan perkhidmatan ibu tumpang ini bagi menjaga salah satu perkara tersebut iaitu dengan bertujuan memelihara keturunan. Agama Kristian Khatolik turut melarang penggunaan perkhidmatan ibu tumpangan kerana Kristian Khatolik melarang pengeluaran air mani secara artificial iaitu tidak semula jadi termasuklah dengan cara membenarkan persenyawaan sperma dan ovum berlaku di luar rahim. Ini Jelas dapat dilihat di dalam proses ibu tumpang di mana terdapat air mani di ambil samada dari bank sperma atau bank ovum untuk disenyawakan. Namun ajaran Kristian mazhab protestan sebaliknya mereka beranggapan penggunaan perkhidmatan ibu tumpang ini tidak salah dari sudut pandangan agama. Dari pengkajian dan pemerhatian topik boleh dikatakan penggunaan ibu tumpang sememangnya tidak menepati fitrah kelahiran manusia dan pasti membawa berbagai masalah di dalam masyarakat. bukan sahaja tidak dapat menyelesaikan masalah kemandulan tetapi menambahkan masalah kekeliruan keturunan di dalam masyarakat. Persoalan siapakah anak itu dan benarkah ia anak kedua ibu,bapanya masih menjadi persoalan masyarakat .

F.Pandangan Hukum Katolik terhadap Sewa Rahim

Sila kedua dalam Pancasila (dirimuskan tiga tahun sebelum The Universal Declaration of Human Rights, 1948) mengemukakan gagasan tentang kemanusiaan yang adil dan beradab. Gagasan ini lahir dari pengalaman hidup bangsa Indonesia selama era penjajahan (Portugal, Inggris, Belanda, dan Jepang). Peaturan-peraturan dan kebijakan yang diskriminatif dan tindakan non-manusiawi dialami anak-anak bangsa. Kerja paksa dan pembunuhan anak-anak bangsa dengan kejam, misalnya, adalah buah tindak kekerasan yang bertentangan dengan peri kemanusiaan. Sebagai antithesis terhadap tindakan penjajahan yang melecehkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, Bung Karno merumuskan nilai ini ke dalam sila kedua tersebut. Pandangan tentang kemanusiaan ini dipengaruhi oleh paham kemanusiaan dalam filsafat Mahatma Gandhi, yang menekan dimensi universal kemanusiaan. Kemanusiaan tak pernak berkotak-kotak atau terbelah-belah sebab kemanusiaan itu pada prinsipnya adalah satu dan universal. Kemanusiaan yang satu dan universal ini bersifat social dan seharusnya merasuki semua bidang hidup manusia.

Konsili Vatikan II mengemukakan gagasan yang mendalam tentang nilai dasar kemanusiaan dengan mengembangkan gagasan dasar tentang manusia sebagai citra atau gambar Allah Sang Pencipta. Gagasan ini sebenarnya telah disoroti sejak awal Ajaran Sosial Gereja. Gaudium et Spes (7/12/1965) telah melahirkan kemanusiaan baru. Sebuah tatanan dan relasi baru berdasarakan antropologi baru dicanangkan dokumen ini. Kemnusiaan menjadi takaran baru bagi sosialitas actual dunia dewasa ini. Kemanusiaan yang dilontarkan di sini bukanlah kemanusiaan konseptual atau humanism induktif, melainkan kemanusiaan yang dialami sebagai sebuah konteks sejarah.

Kemanusiaan di sini bukan hanya berdasarkan kemanusiaan, melainkan berdasarkan keluhuran harkat dan martabat manusia. Kesatuan manusia dengan Sang Pencipta menyalurkan kekudusan dalam diri manusia. Manusia merupakan suatu kesatuan lahir dan batin, kesatuan antara tubuh, jiwa, dan roh. Peran akal budi dan hati nurani manusia menyadarkan manusia akan tanggung jawabnya dalam hidup dan penunaian kewajiban keagamaannya?

Bagaimanakah nilai dasar keluhuran martabat manusia dapat dipertahankan dalam menghadapi perkembangan dunia teknologi yang berkembang begitu pesat ?Apakah campur tangan medis modern tidak menyingkirkan atau melecehkan keluhuran martabat manusia? Batas-batas apakah yang semestinya diperhatikan dalam menerapkan dunia teknologi modern sehingga tidak mencederai manusia sebagai Citra Sang Pencipta?

Mengingat pandangan bioetika tolah dari keluhuran martabat manusia sebagai citra Sang Pencipta, maka semua langkah dan tindakan medis yang bertentangan dengan keluhuran harkat dan martabat manusia tidak diterima. Manusia pada dasarnya adalah subyek yang tidak pernah boleh disubyekkan oleh dunia medis. Obyektisasi manusia temasuk tindakan perendahan martabat manusia. Bank sperma, pembenihan buatan, pinjam jago, pinjam rahim, bayi tabung, dan rekayasa genetika demi prestasi dunia medis tidak dibenarkan secara moral karena kedudukan dan peran hokum kodrat tetap dipertahankan dalam Gereja Katolik.

Proses untuk mendapatkan keturunan tetap menjadi jalur perkawinan resmi, dan melalui hubungan persebadanan suami istri. Melalui prosedur alamiah ini Tuhan menciptakan manusia sesuai dengan citra-Nya. Manusia sama sekali bukan produk karya ilmiah atau karya seni manusia, sebab di dalam diri manusia terdapat kekudusan dan kemuliaan Sang Pencipta. Sekalipun dunia teknologi sebegitu pesat, ikatan perkawinan suami istri tetap menjadi jalur perkembangbiakan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.



BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

1.Teknologi reproduksi buatan merupakan hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada prinsipnya bersifat netral dan dikembangkan untuk meningkatkan derajat hidup dan kesejahteraan umat manusia. Dalam pelaksanaannya akan berbenturan dengan berbagai permasalahan moral, etika, dan hukum yang komplek sehingga memerlukan pertimbangan dan pengaturan yang bijaksana dalam rangka memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap semua pihak yang terlibat dalam penerapan teknologi reproduksi buatan dengan tetap mengacu kepada penghormatan harkat dan martabat manusia serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.

2.Pandangan internasional terhadap teknologi reproduksi buatan memiliki kesamaan terhadap tujuan pelaksanaan dan pengembangan teknologi reproduksi buatan yaitu dalam rangka memajukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam batas-batas penghargaan terhadap hak asasi manusia serta harkat dan derajat manusia untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia.

3.Hukum Indonesia mengatur mengenai teknologi reproduksi manusia sebatas upaya kehamilan diluar cara alamiah, dengan sperma dan sel telur yang berasal pasangan suami isteri dan ditanamkan dalam rahim isteri. Dengan demikian teknologi bayi tabung yang sperma dan sel telurnya berasal dari suami isteri dan ditanamkan dalam rahim isteri diperbolehkan di Indonesia, sedangkan teknik ibu pengganti (surrogate mother) tidak diizinkan dilakukan.

B.Saran

1.Agar pemerintah dan organisasi profesi memperkuat pengawasan dan meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya kontrol etika dan moral dalam penerapan teknologi reproduksi buatan serta membuat dan menerapkan peraturan yang jelas dalam rangka memberikan rambu-rambu dalam pelaksanaan teknologi tersebut sehingga mampu memberikan perlindungan hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam penerapan teknologi reproduksi buatan.

2.Agar semua praktisi yang terlibat dalam teknologi reproduksi buatan memperhatikan aspek moralitas, etika, dan ketentuan hukum yang berlaku sehingga segala tindakan yang dilakukan tetap berada dalam koridor yang benar dan terhindar dari permasalahan hukum.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun