Mohon tunggu...
Ropiyadi ALBA
Ropiyadi ALBA Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Pendidik di SMA Putra Bangsa Depok-Jawa Barat dan Mahasiswa Pasca Sarjana Pendidikan MIPA Universitas Indra Prasta Jakarta

Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat, membaca dan menulis untuk pengembangan potensi diri dan kebaikan ummat manusia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru, Sang Arsitek dalam Pembelajaran

19 Juli 2021   21:25 Diperbarui: 20 Juli 2021   15:45 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://suneducationgroup.com/

Guru memiliki peran yang sangat penting dalam Sistem Pendidikan Nasional. Ia merupakan arsitek dalam pembelajaran,  yang memiliki kemampuan merancang skema dan rencana pembelajaran. 

Seorang guru yang profesional harus mampu merancang dan merencanakan pembelajaran dengan baik, tanpa harus menunggu petunjuk atau perintah dari atasannya (kepala sekolah) dalam melakukan sebuah perubahan dan inisiatif dalam pembelajaran. 

Sebagai seorang arsitek pembelajaran yang baik, ia harus memiliki kompetensi dalam merencanakan, melaksanakan, dan melakukan evaluasi dalam pembelajaran. Ia juga dibekali dengan kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. 

Selain itu, ia harus terus membekali diri dengan mengasah kemampuannya dengan cara mengikuti pelatihan-pelatihan, Webinar, atau melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. 

Hal ini perlu dilakukan agar pembelajaran yang dilakukan semakin berkualitas, terarah, dan menyenangkan.

Ketika tampil di dalam kelas, seorang guru bertindak sebagai fasilitator pembelajaran yang mampu menciptakan pembelajaran yang interaktif dan mengaktifkan peran siswa dalam proses pembelajaran. 

Ia tidak boleh mendominasi pembelajaran, dengan menganggap seolah-olah hanya dirinyalah yang paling tahu di kelas. Seiring perkembangan zaman memasuki masa revolusi industri gelombang keempat (era 4.0), sudah saatnya pembelajaran tidak lagi berbasis pada sesuatu yang sifatnya abstrak dan jauh dari kehidupan sehari-hari. 

Pembelajaran harus bersifat realistik dan dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa. Pengalaman siswa harus dijadikan sebagai titik awal dari sebuah pembelajaran dalam memahami sebuah konsep-konsep setiap mata pelajaran.

Seorang guru yang baik harus sudah beralih dari pembelajaran yang bersifat ekspositori-dengan ceramah sebagai ciri utamanya- menuju sebuah pembelajaran yang menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik). 

Paling tidak ada tiga model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran dengan pendekatan ilmiah, yaitu pembelajaran berbasis masalah (Problem Base Learning), pembelajaran berbasis proyek (Project Base Learning), dan pembelajaran penemuan terbimbing (Discovery Learning).

Guru sering dianggap sebagai pelaksana (implementator) kurikulum. Peran guru hanya sebatas menjalankan kurikulum yang telah disusun. Guru dianggap hanya sebagai tenaga teknis yang bertanggung jawab dalam mengimplementasikan berbagai ketentuan yang ada. 

Hal ini tidak sepenuhnya salah, namun selain sebagai pelaksana kurikulum, guru juga bertindak sebagai pengembang (developer) kurikulum. Guru memiliki kewenangan dalam mendesain sebuah kurikulum sesuai dengan karakteristik, visi dan misi sekolah serta sesuai dengan pengalaman belajar yang dibutuhkan siswa.

Sebagai pengembang kurikulum, seorang guru harus mampu mengevaluasi pelaksanaan kurikulum di satuan pendidikan tempat ia mengabdi. Dalam mengevaluasi sebuah pelaksanaan kurikulum secara mendalam, harus diawali oleh sesuatu yang paling fundamental, yaitu nilai-nilai yang menyangkut filosofis dalam pendidikan. 

Di tengah derasnya arus globalisasi dan digitalisasi dalam dunia pendidikan, maka nilai-nilai Pancasila sebagai landasan filosofis pendidikan nasional, tidak boleh hilang atau memudar dari setiap penetapan kebijakan, dari yang paling tinggi berupa Undang-Undang, sampai aturan di bawahnya seperti Permendikbud dan visi misi sekolah.

Bentuk evaluasi dalam penerapan kurikulum di sekolah, harus juga menyentuh aspek Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian.  

Jika ada salah satu komponen dalam ketiga standar tersebut dirasa kurang sesuai dengan kondisi sekolah dan peserta didik, maka seorang guru dapat melakukan modifikasi dan adaptasi terhadap ketiga standar tersebut.

Sebagai contoh, adalah hal yang menyangkut Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang merupakan bagian dari Standar Proses. 

Seorang guru harus mampu membuat RPP yang otentik bukan hasil jiplakan dari sekolah lain dan  sesuai dengan kondisi sekolah serta peserta didik, tanpa harus meninggalkan komponen RPP yang telah digariskan dalam Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang standar Proses. 

Seorang guru harus menjadikan RPP yang telah disusunnya sebagai pedoman dalam melakukan langkah-langkah pembelajaran di kelas.

Sekali lagi perlu saya katakan bahwa guru adalah arsitek dalam pembelajaran. Dari pengabdiannya dapat kita lihat gambaran kedepan berupa perjuangan untuk menegakkan bangunan kokoh peradaban berupa penanaman pondasi kepada para generasi penerus masa depan bangsa.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun