Mohon tunggu...
nobel haqqi
nobel haqqi Mohon Tunggu... Mahasiswa - blogger harian nonstop

writer_speaker_influencer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pekerja Rumah Tangga (PRT) dalam Konteks Perlindungan Anak

9 Mei 2023   15:09 Diperbarui: 9 Mei 2023   15:16 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: simplemost.com (riska sartika dewi) 

Pekerja Rumah Tangga  dalam konteks perlindungan anak 

oleh: Ronven Apriani 

Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah pekerja anak yang cukup tinggi. Kemudian dijelaskan oleh Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang bahwa angka pekerja anak di indonesia saat ini semakin memprihatinkan. Hal tersebut disebabkan oleh turunnya perekonomian Indonesia. Berdasarkan data hasil rapid assessment yang dilakukan oleh Jaringan Advocasi Nasional Kerja Layak PRT (JALA PRT) pada tahun 2009 lalu, menyatakan bahwa jumlah PRT di indonesia mencapai 10.744.887, dimana 67% dari rumah tangga kelas mengah dan menengah atas telah memperkerjakan PRT. Dari data tersebut, terhitung 30% diantaranya adalah Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA), bahkan hingga saat ini angka PRTA tercatat meningkat pada tahun 2020 sesuai dengan data Sakernas, dimana terdapat 9 dari 100 anak usia 10-17 tahun sekitar 9,34% atau 3,36 juta anak yang bekerja dan 1,17 juta diantaranya bekerja sebagai PRT.

Latar belakang Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA)

Banyaknya anak yang bekerja informal sebagai Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA) kemudian menjadi sebuah masalah sosial di lingkungan masyarakat. Menurut ILO No. 182 yang telah diratifikasi Indonesia dengan Undang-undang No. 1 Tahun 2000 bahwa pada dasarnya pekerjaan informal seperti PRT tersebut dilarang dilakukan oleh anak berusia dibawah umur 18 tahun, hal ini dianggap sebagai pekerjaan terburuk bagi seorang anak yang berusia dibawah umur 18 tahun.  Dianggap sebagai pekerjaan terburuk bagi anak dibawah umur karena pekerjaan informal PRT memberi dampak buruk bagi kesehatan, perkembangan anak, kerentanan kekerasan fisik, psikis dan human trafficking, bahkan memberi peluang besar untuk putus sekolah.

Penyebab banyaknya anak yang bekerja sebagai PRT ini melalui beberapa faktor baik internal maupun eksternal, mulai dari penyampaian informasi mengenai pekerjaan PRT, diajak dan direkomendasikan kepada majikan agar bisa segera mulai bekerja. Kebanyakan seorang actor perantara melakukan hal tersebut untuk memasukan anak sebagai PRT, yang mana actor yang dimaksud adalah orang yang berada dalam lingkungan internal maupun eksternal. Actor tersebut akan berperan aktif untuk  memberi informasi dan memasukan anak. Actor yang paling berperan dalam hal ini biasanya adalah berasal dari kalangan kerabat atau saudara PRTA dalam garis keturunan, sehingga menjadi pekerjaan turunan dalam suatu keluarga tertentu yang dikaderisasi oleh kerabat sendiri dengan maksud menolong namun pada hakikatnya anak menjadi korban. Hal tersebut dianggap serius yang terjadi di Bandung, sehingga pemerintah tidak boleh tinggal diam. Pemerintah mengambil kebijakan dengan bekerja sama dengan LAHA (Lembaga Advocasi Hak Anak) yang secara khusus menangani masalah pekerja anak di kota Bandung yang sampai saat ini terus mengalami peningkatan.

Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan dari latar belakang masuknya anak sebagai PRTA adalah adanya proses kaderisasi dan ajakan oleh kerabat atau saudara sendiri. Keterlibatan kerabat dalam pengkaderisasian anak menjadi PRT tersebut tidak hanya melalui saudara, akan tetapi bisa saja melalui orang tua, sehingga PRT menjadi pekerjaan turun temurun dalam suatu keluarga.

Ancaman dan Pelanggaran yang dialami oleh PRTA 

Ancaman dan pelanggaran HAM yang dialami oleh Pekerja Rumah Tangga Anak ini tidak jauh berbeda dengan ancaman dan pelanggaran HAM yang dialami oleh PRT pada umumnya. Hal tersebut dikarenakan PRT dan PRTA merupakan pekerjaan yang bekerja di lingkungan privat dan berada di rumah masing-masing pribadi, sehingga ancaman dan pelanggaran HAM sangat rentan terjadi terhadap PRTA, pelanggaran HAM yang dimaksud antara lain: kekerasan; eksploitasi; kekerasan fisik, psikis dan seksual. Selain itu, menyangkut Hak Asasi Manusia, anak juga memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, dengan adanya pekerjaan PRT tersebut menjadi penghalang sekaligus menjadi perampas hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak karena kebanyakan anak putus sekolah untuk bekerja sebagai PRT.

Sebagai contoh pada tahun 2012 lalu, seorang PRT yang masih berusia anak jatuh sakit akibat tindakan kekerasan oleh pemberi kerja, kekerasan yang dimaksud meliputi memukul, menendang dan menampar tanpa ampun. Disinyalir pekerja melakukan tindakan kekerasan tersebut dikarenakan PRTA tidak bisa melaksanakan pekerjaanya sesuai dengan perintah majikan. Akibat dari perbuatannya tersebut, pemberi kerja kemudian dituntut berdasarkan UU PKDRT dan UU Perlindungan Anak. Hakim memutuskan bahwa terdakwa dihukum dengan hukuman pidana penjara selama 2 (dua) tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun