Mohon tunggu...
Ronny Limbong
Ronny Limbong Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat/Peneliti/Pemikir

Pengamat di Bidang Studi HAM

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Diskriminasi di Tengah Pandemi

8 April 2020   11:39 Diperbarui: 8 April 2020   11:50 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Hindustan Times via BBC

Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar, mengkonfirmasi bahwa sebanyak 575 orang anggota DPR RI beserta seluruh anggota keluarga akan menjalani pemeriksaan virus corona (COVID-19) (23/3). Pemeriksaan yang dilakukan dengan metode rapid test ini rencananya akan dilaksanakan di komplek rumah dinas DPR RI yang terletak di Kalibata dan Ulujami, Jakarta Selatan. Total orang yang akan diuji sekitar 2000 orang yang meliputi anggota dewan beserta seluruh anggota keluarga, pembantu, dan driver.

Rencana ini sontak menimbulkan banyak kritik dari kalangan masyarakat. Hal ini dianggap sebagai langkah yang tidak elok karena dengan alat tes yang terbatas seharusnya tenaga medis dan kelompok rentan menjadi prioritas dalam rangkaian tes massal. 

Walaupun pada akhirnya pemerintah dalam keterangan Presiden RI, Joko Widodo, menyatakan bahwa tes massal akan diprioritaskan kepada dokter, tenaga medis, dan keluarganya. Namun wacana yang sudah telanjur mengemuka di masyarakat umum menunjukkan bahwa diskriminasi dalam akses pelayanan dan fasilitas kesehatan masih terjadi di tengah situasi yang genting ini.

Setelah mendatangkan 150 ribu rapid test kit dari Cina, pemerintah berencana untuk mendistribusikannya ke 34 provinsi di Indonesia. Teknik pengujian dengan metode rapid test ini lebih cepat dan tidak memerlukan instrumen yang rumit. 

Dibandingkan dengan metode lain yang memerlukan waktu sekitar 1,5 hingga 2 jam, teknik pengujian ini bisa mengeluarkan hasil dalam waktu setengah jam saja. Prioritas pemberian test kit kemudian akan diserahkan kepada masing-masing pemerintah daerah untuk menentukan prioritas yang akan dites. Dengan distribusi test kit ini diharapkan proses tracing serta penanganan karantina dapat dilakukan lebih cepat dan mudah sehingga penyebaran virus dapat diperlambat.

Dalam konteks hak asasi manusia (HAM) kewajiban pemerintah dalam upaya penanggulangan wabah virus corona termasuk di dalamnya penyelenggaraan rapid test diatur dalam instrumen HAM internasional. Dalam pasal 12 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob) negara pihak kovenan -- Indonesia sebagai salah satu negara yang sudah meratifikasi Kovensi Ekosob -- wajib mengambil langkah untuk mencapai perwujudan hak setiap orang dalam menikmati standar tertinggi dalam hal kesehatan fisik dan mental. 

Salah satu langkah yang dapat diambil adalah pencegahan, pengobatan, dan pengendalian segala penyakit menular, endemik, dan penyakit lainnya. Dalam Komentar Umum No.14 Kovenan Internasional Hak Ekosob tentang Hak Atas Standar Kesehatan Tertinggi yang Dapat Dijangkau, salah satu elemen penting dalam pemenuhan hak atas kesehatan adalah aksesibilitas yang berarti bahwa setiap orang harus dapat mengakses fasilitas kesehatan dan barang dan jasa tanpa diskriminasi. Setiap orang termasuk masyarakat marginal dan kelompok rentan harus memiliki akses yang sama.

Wacana pelaksanaan rapid test COVID-19 bagi anggota DPR RI beserta keluarga dan berita viral adanya pemeriksaan COVID-19 di rumah seorang pengusaha adalah salah satu praktik diskriminasi dalam akses pelayanan dan fasilitas kesehatan. Dengan kondisi jumlah rapid test kit yang terbatas, penentuan prioritas harus dilakukan dengan pertimbangan kebutuhan yang mendesak dari kelompok-kelompok tertentu seperti tenaga medis, masyarakat yang masuk dalam kategori orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP). Sudah sepatutnya penentuan prioritas pelayanan kesehatan tidak boleh ditentukan berdasarkan jabatan apalagi golongan, ras, dan etnis tertentu.

Tenaga medis yaitu dokter, perawat, dan staf front liner rumah sakit harus mendapat prioritas utama dalam pengujian. Setelah itu prioritas kedua yang mendapat giliran pengujian COVID-19 adalah warga yang termasuk kategori ODP dan PDP. Tidak lupa masyarakat kelompok rentan seperti lanjut usia juga harus dijadikan prioritas mengingat sebagian besar kasus positif COVID-19 di negara seperti Korea Selatan dan Italia didominasi oleh warga lansia. Penentuan skala prioritas ini penting karena kelompok-kelompok yang telah disebutkan lebih rentan terjangkit virus corona.

Sesuai dengan prinsip progressive realization dalam konteks hak ekosob, negara bertanggungjawab dalam pemenuhan hak atas kesehatan secara kontinu hingga standar tertinggi sehingga upaya penanggulangan tidak hanya berhenti pada standar minimal saja. 

Sebagaimana rekomendasi World Health Organization (WHO) pengujian dengan metode rapid test harus dilanjutkan dengan real time RT-PCR untuk keakuratan yang lebih tinggi. Jangan sampai karena hasil uji yang salah mengakibatkan penanganan yang salah pula sehingga penyebaran virus corona justru semakin memburuk. Segala jenis pengujian ini nantinya harus dilanjutkan dengan langkah penanganan yang komprehensif.

Dalam beberapa waktu terakhir pola stigmatisasi semakin menguat. Kasus penolakan pemakaman jenazah semakin marak di beberapa daerah. Warga sekitar daerah pemakaman menolak karena khawatir potensi penularan virus corona dari jenazah yang dikubur. Pola stigmatisasi juga berdampak kepada tenaga medis yang pada beberapa kasus diusir dari tempat kediamannya. 

Tenaga medis sebagai garda terdepan seharusnya mendapat penghargaan dari masyarakat atas dedikasinya dalam menghadapi risiko pekerjaannya. Pola stigmatisasi selama masa wabah COVID-19 ini terjadi karena kurangnya kesadaran serta pengetahuan masyarakat. 

Pemerintah harus menggandeng tokoh masyarakat sebagai penghubung dan pemberi edukasi tentang membangun solidaritas antar masyarakat di tengah-tengah wabah COVID-19. Karena terbukti dalam beberapa kasus dialog persuasif dan cara yang komunikatif menjadi kunci keberhasilan dalam pemberantasan praktik diskriminasi.

Dalam penanganan wabah pandemi COVID-19 tidak boleh ada satupun masyarakat yang tertinggal. Pemerintah bersama masyarakat harus membangun kerja sama agar upaya penanggulangan dapat tersampaikan dengan baik ke seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Semoga di masa yang sulit penuh tantangan ini menjadi momen bagi masyarakat dan pemerintah untuk belajar saling mendukung dan menyikapi segala perbedaan yang ada agar bangsa ini kelak menjadi bangsa yang semakin dewasa dan lebih beradab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun