*) Belajar dari FED dan ECB: Menguji Independensi Bank Indonesia
------
Independensi bank sentral selalu menjadi bahan perdebatan hangat dalam tata kelola ekonomi modern. Di satu sisi, bank sentral dituntut untuk menjaga stabilitas moneter agar inflasi terkendali, nilai tukar stabil, dan sektor keuangan sehat. Namun di sisi lain, pemerintah---melalui kebijakan fiskal---kerap memiliki kepentingan jangka pendek yang berpotensi mendorong bank sentral untuk tidak lagi independen. Pertanyaan besarnya: apakah Bank Indonesia (BI) benar-benar berdiri tegak sebagai lembaga independen, atau justru rentan dijadikan instrumen politik kekuasaan?
Membaca Gejolak: Rupiah, Suku Bunga, dan Tekanan Global
Pelemahan rupiah ke level Rp16.750 per dolar AS pada September 2025 menjadi alarm keras. Rupiah bahkan tercatat sebagai mata uang paling lemah kedua di Asia, hanya sedikit lebih baik dari peso Filipina. Bank Indonesia merespons dengan menyatakan akan menggunakan seluruh instrumen---dari intervensi pasar spot, DNDF, hingga pembelian SBN---untuk menjaga stabilitas rupiah (Bloomberg Technoz, 2025).
Namun, yang menjadi kontroversi adalah langkah BI menurunkan suku bunga acuan di tengah gejolak global akibat perang dagang, ketidakpastian geopolitik, serta capital outflow dari pasar obligasi Indonesia. Pertanyaan yang muncul: apakah langkah tersebut murni kebijakan moneter berbasis data, ataukah ada intervensi politik dari pemerintah yang sedang gencar mendorong kebijakan fiskal ekspansif?
Pelajaran dari Federal Reserve (FED)
Di Amerika Serikat, independensi Federal Reserve (FED) relatif terjaga. Meskipun presiden dapat menunjuk ketua FED, keputusan suku bunga dan kebijakan moneter tidak bisa begitu saja ditekan oleh pemerintah. Contoh nyata adalah ketika Paul Volcker pada era 1980-an berani menaikkan suku bunga secara ekstrem untuk meredam inflasi, meskipun kebijakan itu tidak populer secara politik dan berpotensi merugikan pemerintah yang sedang berkuasa.
Prinsip checks and balances memungkinkan FED berdiri kokoh. Pemerintah fokus pada fiskal, sementara FED pada moneter. Keduanya berjalan beriringan, tanpa subordinasi.
Powell, Gubernur FED, juga dalam tekanan Presiden Trump, untuk menurunkan suku bunga secara agresif  namun Powell tetap bertahan dengan kebijakan untuk melonggarkan kebijakan moneter sesuai dengan evaluasinya atas kondisi perekonomian.
Pelajaran dari European Central Bank (ECB)
Hal serupa juga terlihat pada European Central Bank (ECB) yang mengelola mata uang euro di kawasan dengan 20 negara anggota. Dengan struktur yang independen, ECB bahkan bisa menolak tekanan politik dari negara-negara anggota yang mengalami krisis, seperti Yunani pada era krisis utang Eropa.