UMKM Ikan Asin Kenjeran: Dari Nelayan Hingga ke Dapur Kita
Â
Kenjeran di Surabaya dikenal sebagai kawasan nelayan yang masih kental dengan tradisi pengolahan hasil laut. Salah satu produk khas yang lahir dari sana adalah ikan asin. Meski terlihat sederhana, ikan asin bukan hanya soal rasa gurih yang akrab di lidah, tapi juga sumber penghidupan bagi banyak keluarga pesisir. Dalam kunjungan lapangan, kami berkesempatan berbincang dengan salah satu pelaku UMKM ikan asin di Kenjeran. Dari sana, kami melihat lebih dekat proses produksi, tantangan, hingga makna usaha ini bagi kehidupan masyarakat.
Proses Produksi yang Sederhana tapi Tekun
Jenis ikan yang biasa diolah antara lain strepeng, layur, dan menong. Ikan yang baru ditangkap akan dibersihkan, lalu diberi garam semalaman sebelum dijemur. Bila cuaca terik, ikan bisa kering dalam 1--2 hari. Namun saat musim hujan, proses ini bisa molor hingga hampir seminggu.
Garam berfungsi sebagai bumbu sekaligus pengawet alami agar ikan tahan lama. Metode ini diwariskan turun-temurun, sehingga rasa asin khas Kenjeran tetap terjaga hingga kini.
Â
Skala Produksi dan Pasar
Dalam kondisi normal, saat hasil tangkapan melimpah, seorang pelaku usaha bisa mengolah hingga 10 kilogram ikan per hari. Namun, jika paceklik datang, hasil bisa sangat sedikit, bahkan kadang nihil.
Produk ikan asin biasanya dipasarkan melalui pengepul. Harga jual bervariasi, mulai Rp15.000 hingga Rp40.000 per kilogram. Ikan yang kering sempurna dihargai lebih tinggi daripada yang setengah kering. Fluktuasi harga ini membuat pendapatan nelayan tidak pernah pasti.
Tantangan Cuaca dan Biaya