Mohon tunggu...
Rumi Alfianor
Rumi Alfianor Mohon Tunggu... Mahasiswa - Instagram: @rumialfianor

"Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari." - Pram

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

"Filosofi Teras", Buku Keren untuk Sobat Insecure

6 Februari 2022   15:18 Diperbarui: 6 Februari 2022   15:22 1267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata 'insecure' belakangan menjadi tren dan sering diucapkan atau sekadar menjadi caption media sosial oleh para muda-mudi masa kini, seiring isu mengenai mental health mulai mencuat di beberapa tahun terakhir.

Insecure sendiri adalah gangguan kecemasan yang di mana jika seseorang  mengidap gangguan mental ini akan menjadi merasa tidak nyaman, tidak aman dan takut, sehingga berpotensi mengakibatkan gelisah dan tidak percaya diri, bahkan dalam kasus yang lebih parah dapat pula mengakibatkan depresi.

Tentunya gangguan kecemasan yang disebutkan di atas dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, mulai dari pengalaman buruk yang pernah dialami seperti sering mendapatkan penolakan dan kegagalan, atau bahkan dapat juga disebabkan oleh sifat perfeksionis, loh, teman-teman! Sehingga, yang bersangkutan selalu ingin terlihat sempurna oleh orang lain dan tidak menerima kekurangan atas dirinya.

Ngomong-ngomong mengenai sifat perfeksionis, kita sadari atau tidak, sedikit banyaknya diakibatkan oleh peranan media sosial. Betapa tidak, sehari-hari jika kita scroll, sebut saja di Instagram, maka kita akan banyak menjumpai 'selebgram-selebgram' berkulit putih mulus serta body goals-nya bertengger di restoran mahal sehingga membentuk paradigma secara perlahan namun masif, bahwa standar sosok perempuan cantik ialah mereka yang putih, kurus dan kaya---dengan mobil mewah dan pakaian mentereng.

Hal di tersebut di atas kemudian membuat para kaum hawa yang tidak berpenampilan seperti 'standar yang dipersepsikan' menjadi galau, bahkan dalam tahap yang ekstrem dapat membuat yang bersangkutan depresi dan merasa tidak percaya diri, tidak bersyukur bahkan memaki dirinya sendiri karena tidak mendapat afirmasi 'cantik' di lingkungan sosialnya.

Buku Filosofi Teras, tentu cocok untuk mereka yang memiliki asumsi-asumsi negatif seperti hal di atas. Buku ini akan mengajarkan kita untuk mengelola emosi dalam diri dengan prinsip filosofi Stoisisme, sebuah filosofi Yunani lampau yang dicetuskan oleh filsuf bernama Zeno lebih dari 2.000 tahun yang lalu.

Henry Manampiring, penulis buku dengan tebal halaman 344 ini ingin menyampaikan kepada pembacanya bahwa menurut filosofi Stoisisme ada dua dikotomi kendali dalam kehidupan. 

Pertama adalah apa-apa yang dapat kita kendalikan (internal); perasaan, persepsi dan sikap kita sendiri, dan yang kedua adalah apa yang tidak dapat kita kendalikan (eksternal); komentar orang lain, pendapat orang lain dan pandangan orang lain terhadap kita.

Dengan menyadari dan memahami dua dikotomi kendali tersebut, membuat kita lebih bijak dalam mengendalikan emosi. Pandangan orang lain terhadap kita---apa pun itu---tidak dapat kita kendalikan, dan akan selalu ada persepsi baik serta buruk orang lain terhadap kita, dan yang dapat kita kendalikan adalah cara kita menyikapi pandangan tersebut.

Buku yang diterbitkan tahun 2019 oleh Penerbit Buku Kompas ini mengajak kita untuk berfokus kepada apa yang kita dapat kendalikan, dan bodo amat terhadap apa-apa yang tidak dapat kita kendalikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun