Mohon tunggu...
Romanus Remigius CCH
Romanus Remigius CCH Mohon Tunggu... Administrasi - Praktisi Hipnoterapis Klinis

Seorang praktisi Hipnoterapi Klinis, lulusan Adi W Gunawan Institite of Mind Technology, pernah berkecimpung dalam dunia pendidikan lebih dari 18 tahun, memilih menjadi Mind Navigator agar semakin banyak orang mencapai hidup yang lebih sehat, sukses dan bahagia dalam berbagai aspek dan level kehidupannya.

Selanjutnya

Tutup

Money featured

Boleh Jadi, Ini yang Menyebabkan Anak Ketagihan Bermain Gim

16 Mei 2018   21:11 Diperbarui: 17 Juni 2020   11:55 838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: https://www.totalprestigemagazine.com/

"Saya makin pusing, Pak. Anak saya terlalu banyak main game, sulit untuk dihentikan. Padahal saya sudah teriakin berulang-ulang", kata seorang ibu setengah baya di ruang terapi saya. 

Dengan nada putus asa, ibu dari calon klien saya, mengeluhkan bagaimana repotnya mengatur anaknya yang semata wayang soal bermain game. Ia berharap putranya tidak lagi ketagihan bermain game.

Hampir sepanjang waktu setelah pulang sekolah, Dika, bukan nama sebenarnya, selalu bermain game. Handphone yang dibelikan orangtuanya beberapa waktu lalu nyaris tak pernah lepas dari tautan jari-jemarinya. 

Matanya hanya tertuju pada mainan kesukaannya. Dipanggil pun tidak menoleh, bahkan kadang dibentak pun Dika tak mendengar karena saking fokusnya.

Sejak memegang handphone beberapa waktu lalu, Dika memang mengalami perubahan drastis. Perhatiannya lebih tertuju pada aneka mainan pada gadgetnya. Terutama mobile legend yang paling disukainya dan menyedot perhatiannya berjam-jam lamanya. 

Daripada belajar atau mengerjakan PR dari sekolah, Dika lebih memilih bermain game. Apalagi harus membantu orangtuanya untuk menyelesaikan pekerjaan di rumah, mustahil rasanya.

Akibat buruk bermain game juga terjadi pada prestasi belajarnya. Saat menerima raport baru-baru ini, betapa kaget orangtuanya melihat raport yang hampir separoh jeblok nilainya. 

Dika sebenarnya termasuk anak yang cerdas di sekolahnya. Guru kelasnya pun sudah mengingatkan Dika untuk rajin belajar, agar mempertahankan prestas yang sudah baik. Namun Dika tak peduli dengan semua itu. 

Harapan dan kebanggaan kedua orangtuanya terhadap Dika terasa sangat sulit untuk diwujudkan.Belum lagi perilaku Dika terasa berubah akhir-akhir ini. 

Beberapa waktu sebelumnya Dika dikenal sebagai anak yang patuh dan rajin belajar. Bahkan juga sering membantu kedua orangtuanya untuk menyelesaikan pekerjaan di rumah. 

Namun kini Dika terlihat berbeda. Sikapnya berubah. Ia cenderung menyendiri dan asyik dengan mainannya. Bertolak belakang dengan apa yang pernah terjadi sebelumnya.

Orangtua mana yang tega membiarkan anaknya terus terjerembab dalam ketagihan bermain game. Apalagi sampai berdampak pada perubahan perilaku dan prestasi belajar yang semakin merosot. 

Itulah sebabnya mereka melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan ini. Memberikan nasihat, teguran, bahkan menngiming-imingi dengan hadiah kalau Dika mau berhenti bermain. 

Namun semua usaha itu berakhir dengan kekecewaan. Tak ada perubahan apa pun. Segala upaya menemui jalan buntu.Di saat kedua orangtuanya tengah gundah gulana dan nyaris putus asa dalam mencari solusi, Dika berulah lagi. 

Kali ini ia melakonkan drama yang jauh lebih dahsyat lagi, terasa mengguncang hati dan jiwa orangtuanya. Betapa tidak! Kartu kredit ayahnya jebol, dan ayahnya harus membayar lebih dari duabelas juta rupiah! 

Dika memanfaatkan kartu kredit ayahnya untuk membeli game online. Ia telah mengintip PIN karti kredit ayahnya dan mengingat angka-angkanya dengan tepat.Betapa kaget ayahnya saat mengetahui hal ini. 

Ada rasa marah yang memuncak, ada rasa sedih, bercampur aduk pula dengan perasan bersalah, kecewa, menyesal, dan seribu satu rasa lain yang sulit dilukiskan. 

Begitu pula ibunya, perasaan hatinya bagai diiris sembilu. Ini anak satu-satunya, sangat disayangi pula. Rasanya sesak di dada, sulit diungkap dengan kata-kata apapun.Dalam kondisi puncak putus asa, orangtua Dika menghubungi saya. 

Mereka berharap hipnoterapi dapat membantu mengatasi masalah ketagihan main game putranya. Dalam suasana hati yang putus asa dan hilang harapan, saya meyakinkan bahwa berdasarkan pengalaman menjadi hipnoterapis AWGI sejak tahun 2009, masalah ketagihan main game dapat diatasi dengan hipnoterapi. Ada kelegaan, terasa dari suara di ujung telepon. 

Mereka pun memutuskan untuk segera menemui saya untuk menjalani konseling dan terapi. Kami menyepakati waktu yang tepat untuk bertemu.Saat yang dinantikan akhirnya tiba. 

Dalam konseling dengan kedua orangtuanya, saya menggali informasi yang dibutuhkan untuk proses terapi nanti. Hal-hal seputar tumbuh kembangnya Dika sejak dalam kandungan dan bagaimana pola asuh kedua orangtuanya. 

Soal-soal mengenai kebutuhan dasar psikologis seorang anak dan bahasa kasih yang diterapkan dalam keluarga pun dibahas juga. Dan masih banyak hal lainnya dikupas tuntas dalam pertemuan ini.Selanjutnya saya melakukan wawancara dengan Dika. 

Dengan cara tertentu, saya menggali permasalahannnya. Kemudian membangun motivasinya untuk berubah. Saya juga mempersiapkan pikirannya untuk proses penemuan akar masalah dan sekaligus penyelesaiannya. 

Proses menggali akar masalah ke dalam pikiran bawah sadar Dika pun mulai dilakukan. Diawali dengan proses induksi, yaitu membawa klien ke dalam kondisi rileksasi yang sangat dalam. 

Kemudian klien dibimbing untuk menemukan momen-momen penting dalam kehidupannya. Tujuannya adalah untuk mengecek peristiwa atau kejadian yang menyebabkan masalah ketagihan main game saat ini.

Sesuai teori yang kemudian dibuktikan dalam pengalaman praktek selama ini, bahwa permasalahan anak atau bahkan orang dewasa sekalipun yang berkaitan dengan masalah emosi dan pikiran tidak terlepas dari pengaruh orang-orang terdekatnya, terutama kedua orangtuanya. Maka hasil temuan dalam terapi terhadap Dika pasti sangat ditunggu-tunggu oleh orangtuanya. 

Hal ini bisa menjadi bahan evaluasi bagi mereka untuk memperbaiki pola asuh selama ini.Proses terapi terus berlangsung dengan lancar. Informasi yang sangat penting terus digali. 

Dari hasil hypnoanalisa mendalam berdasarkan proses yang dilakukan akhirnya ditemukan akar masalahnya. Sesuatu yang bagi kebanyakan orang merupakan hal biasa atau bahkan sepele. 

Apa akar masalahnya? Kondisi atau peristiwa paling awal yang menjadi penyebab pertama masalah Dika adalah rasa bosan. Dika merasa bosan ketika ditinggal pergi oleh orangtuanya yang bekerja. Hal ini dirasakan sejak Dika berusia empat tahun. 

Dan terus terjadi beberapa kali dalam usia selanjutnya. Bahkan suatu ketika, ia merasa sangat bosan dan malas karena dibiarkan sendirian di sebuah ruangan dari pagi sampai sore. Rasa bosan ini sangat mencekam bagi Dika. 

Dari sinilah muncul perasaan kosong, tidak nyaman, bosan, dan malas. Karena perasaan ini membuat Dika merasa sangat tidak nyaman maka pikiran bawah sadarnya mencari jalan keluar untuk melindunginya. Pikiran bawah bekerja untuk melindungi individu dari bahaya sesuai persepsinya sendiri. 

Bagi pikiran bawah sadar perasaan malas, bosan, kosong dan tidak nyaman yang berlarut-larut ini sangat berbahaya bagi individu keseluruhan. Maka harus dicarikan jalan keluarnya.Gayung pun bersambut. 

Di saat itu pula, Dika dibelikan handphone oleh orangtuanya. Ini sangat menghibur, apalagi gamenya seru-seru. Pikiran bawah sadar merasa bahwa inilah solusi terbaik untuk menghalau rasa bosan, kosong, kesepian dan tidak nyaman. 

Maka bermain game dijadikan sebagai solusi oleh pikiran bawah sadar. Itulah sebabnya aktivitas bermain game menjadi sebuah kebiasaan yang melekat sangat erat karena program ini tercipta dalam pikiran bawah sadar. 

Segala upaya solusi yang dilakukan dengan pikiran sadar pasti kalah telak. Sebab kita tahu, pikiran bawah sadar sembilan kali lebih kuat kapasitasnya dari pikiran sadar.

Di saat Dika merasa bosan, jenuh, kesepian, dan lain-lain, sebenarnya Dika mengalami kekurangan kasih sayang, atau yang kerap disebut tangki cinta. Setiap anak membutuhkan tangki cinta dalam hatinya yang harus diisi oleh kedua orangtuanya. Namun karena sibuk bekerja, orangtua tidak dapat mengisi tangki cinta Dika secara penuh. 

Akibatnya Dika merasa mudah bosan, jenuh, kosong, kesepian, dan merasa tidak nyaman.Dalam kondisi seperti ini, tiba-tiba Dika mendapat handphone dengan mainan yang mengasyikkan. 

Meskipun menyenangkan, namun mainan dalam gadget tidak dapat menggantikan kasih sayang orangtuanya. Jadi tangki cinta Dika sebenarnya tetap kurang penuh atau bahkan nyaris kosong. 

Kurangnya kasih sayang dalam hati Dika inilah yang membuat Dika terus ketagihan dalam bermain game. Bahkan Dika mengalami perubahan perilaku dan prestasi yang semakin merosot.

Hal ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita selaku orangtua agar memberikan waktu luang yang cukup bagi anak-anak kita. Kasih sayang yang sejati merupakan sumber energi bagi anak-anak kita untuk dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya. 

Dengan demikian mereka dapat menampilkan perilaku terpuji, prestasi gemilang dan budi pekerti mulia. Itulah yang kita harapkan untuk terjadi pada anak-anak kita.Akhirnya kedua orangtua Dika pun merasa lega dan bangga. 

Dika mulai meninggalkan kebiasaannya ketagihan bermain game, dan berubah menjadi anak yang rajin, cerdas dan setia dengan tugas dan tanggungjawabnya. 

Setelah mengoreksi diri, orangtua Dika ingin membimbing anaknya dalam suasana yang penuh kasih, menumbuhkan benih kasih dalam lubuk hati yang paling dalam. Dengan demikian kelak Dika tumbuh menjadi pribadi yang penuh kasih, meraih prestasi terbaik dan menggapai masa depan yang cemerlang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun