Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara lahir dan tumbuh sebagai anak kampung di Rajawawo, Kec.Nangapanda, Ende-Flores, NTT. Kini, menetap di kampung sebagai seorang petani, sambil menganggit kisah-kisah yang tercecer. Kunjungi juga, floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Rizki, Pemuda Aceh yang Menimba Toleransi dari Lembata

15 Oktober 2015   23:12 Diperbarui: 15 Oktober 2015   23:12 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Rizki Zulfitri, Guru Penjaskes Peserta SM-3T asal LPTK Unsyiah, Aceh penempatan Kabupaten Lembata, NTT"]Rizki Zulfitri, Guru Penjaskes Peserta SM-3T asal LPTK Unsyiah, Aceh penempatan Kabupaten Lembata, NTT

INDONESIA berduka lagi. Pertiwi menangis perih. Tatkala anak – anak bangsa melegalkan kekerasan atas nama agama. Tempat ibadat yang suci dibakar dan dihanguskan. Umat-Nya dipaksa mengungsi ke mana arah. Sontak kita bertanya, di mana toleransi mesti kita rawat., di mana kita mesti menghargai perbedaan itu. Haruskah kita belajar toleransi dari Lembata, sebuah kabupaten di NTT itu?

Berikut Rizki Zulfitri, Guru Penjaskes SM-3T asal LPTK Unsyiah, Aceh penempatan Kabupaten Lembata, NTTmenceritakan pengalamannya dari tanah Lewaleba.

***

Alunan lagu Himne Guru (Pahlawan Tanpa Tanda Jasa) tersebut dinyanyikan dengan khidmat oleh seluruh siswa-siswaku. Suasana pun hening di ruang yang sederhana itu, air mata ku pun keluar deras tak terbendung. Sesekali ku kuatkan diri melihat wajah-wajah lugu yang tepat berada di hadapan, mereka pun sedang menyeka-nyeka air matanya. Tak kuat rasanya!

Hari itu senin (16/09/2013), hari terakhir aku berada di SMPN 2 Nagawutung. Tak terasa hampir setahun sudah berada di sini, Melewati hari-hari penuh suka maupun duka, kini saatnya mengucapkan sayonara.

Kepala sekolah, dewan guru dan siswa secara spontan menyiapkan acara sederhana untuk perpisahan sekaligus pelepasan bagiku. Acara yang sebenarnya membuat langkah kakiku semakin berat meninggalkan semua yang ada di sekolah ini.

Momen-momen paling emosional dalam hidup saat harus mengucapkan kata-kata perpisahan. Berat rasanya, tapi bukankah hidup harus terus berjalan. Bukankah sedari awal aku sudah tahu, aku tak lama berada di sini, hanya setahun, lalu kembali pulang!

Waktu berjalan dengan cepatnya, rasanya belum lama aku berada di sini. Mengabdi sebagai seorang pendidik di sekolah yang berada di pedalaman Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Bermula dari mengikuti program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM-3T), yakni suatu program pemerintah pusat dalam mewujudkan pemerataan pendidikan di Indonesia, aku “terdampar” di sebuah desa yang terkenal dengan sebutan desa Boto. Sebuah desa yang tak pernah terbesit dalam khayal, bahkan dalam mimpi terliar sekalipun.

Sebuah desa yang masyarakatnya menggantungkan hidup dengan bercocok tanam. Sebuah desa yang seluruh penduduknya beragama Katolik, sedangkan aku adalah seorang muslim yang berasal dari daerah yang terkenal fanatik dengan keislamannya, Aceh. Tapi aku diterima dengan baik, keramah-tamahan mereka membuat ku nyaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun