Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara lahir dan tumbuh sebagai anak kampung di Rajawawo, Kec.Nangapanda, Ende-Flores, NTT. Kini, menetap di kampung sebagai seorang petani, sambil menganggit kisah-kisah yang tercecer. Kunjungi juga, floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menari sebagai Cara Merawat Kebahagiaan

29 Desember 2020   22:09 Diperbarui: 29 Desember 2020   22:13 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


Umumnya, masyarakat NTT merayakan kebahagiaan hidup dengan menari. Yang disebut pesta tanpa musik dan tari ibarat sayur tanpa garam. Mulai dari syukuran/pesta/upacara keagamaan hingga upacara adat dan kebudayaan.

Adapun beberapa daerah di NTT memiliki tarian khas daerah. Misalnya, tarian 'ja'i" di Ngada dan tarian 'gawi' di Ende. Dua tarian ini sudah dimodifikasi dalam musik yang lebih modern. Sementara, di tanah Timor masih didominasi tarian dansa sebagai buah manis kolonialisme.

Seperti Hari Raya Natal tahun ini, meski di tengah pandemi, kami tetap merayakannya kebahagiaan Natal dengan penuh menari penuh riang gembira. Bersama saudara sekampung di Kepi, Desa Rapowawo, Kecamatan Nangapanda, Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), kami bersuka cita dengan bersama.

Menari, bagi masyarakat NTT, adalah ungkapan kebahagiaan dengan syukur penuh tunduk atas kehidupan. Kami bahagia dan bersyukur atas segala yang diberikan Tuhan, rezeki dan hasil panen. Kami bahagia atas penyelenggaraan Ilahi dalam hidup. Kami bersyukur, sebab Allah mewahyukan diri-Nya dalam Yesus Kristus yang dirayakan dalam setiap Natal.

Ketika kami menari di hari raya Natal, kami sedang bersyukur atas kelahiran Sang Juru Selamat. Melalui gerak tubuh, kami sedang berkomunikasi dengan alam dan Allah. Gerakan tubuh kami adalah doa dan sembah. Saras Dewi, dalam 'Tari sebagai Pengetahuan' (Kompas, 14/11/2020), mengatakan menari menjadi medium komunikasi antara manusia dan alam yang selama ini dianggap hening.

Kami bersorak dan ikut bernyanyi, tubuh bercakap-cakap melalui gerakan. Meski gerakan kami adalah orkestra kebahgiaan meski tidak seirama. Namun, kami yakin, syukur dan kebahagiaan tetap terhubung dengan yang sakral.

Kebahagiaan hidup yang dirayakan seperti ini memang tidak menjadi ukuran kebahagiaan sejatinya. Masyarakat NTT sangat kuat dalam 'pesta' (menari bersama), namun belum tentu diberi predikat daerah paling bahagia.

Toh, bisa jadi kami hanya bergembira, tidak sampai bahagia. Sebab bahagia dan gembira berbeda makna. Bahagia adalah situasi dan keadaan tentram dan damai. Sedangkan gembira adalah keadaan suka dan senang dalam suatu waktu tertentu.

Bahagia melampui ruang dan waktu. Lebih eskatologis. Makanya, sangat sulit mengukur kebahagiaan seseorang, karena ia tidak terlihat jelas. Seseorang bahagia bisa juga diungkapkan dengan menangis. Dan, seseorang yang sedang menangis tidak menggambarkan ia sedang gembira.

Makanya, BPS 2017 merilis, NTT sebagai daerah yang tidak bahagia. Dari Indeks Kebahagiaan Nasional (IKN) 70,69, NTT berada pada urutan ketiga dari ekor, 68,98. Meski NTT masih lebih baik dari Sumatera Utara dan Papua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun