Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Seorang anak kampung, lahir dan bertumbuh di Rajawawo, Ende. Pernah dididik di SMP-SMA St Yoh Berchmans, Mataloko (NTT). Belajar filsafat di Driyarkara tapi diwisuda sebagai sarjana ekonomi di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Terakhir, Magister Akuntansi pada Pascasarjana Universitas Widyatama Bandung. Menulis untuk sekerdar mengumpulkan kisah yang tercecer. Blog lain: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Menjaga Likuiditas Koperasi Kredit (Credit Union) di Tengah Pandemi Covid-19

11 Juli 2020   11:54 Diperbarui: 11 Juli 2020   11:47 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Amerika Serikat dianggap memiliki regulasi perbankan yang paling maju, bahkan berumur panjang sejak pertengahan abad ke-19. Kebijakan cadangan kas telah ditetapkan pada 1863, bersamaan disahkannya UU Bank Nasional. Pada 1933, kembali mengesahkan undang-undang perbankan tentang cadangan kas untuk mengendalikan kebijakan kredit. Sementara di belahan negara-negara Eropa, cadangan kas baru didengungkan pasca Perang Dunia II.

Cadangan kas yang kemudian kita kenal dengan istilah 'likuiditas' belum didefenisikan secara baik (Rudolf Duttweiler, 2009). Likuiditas lebih mudah dikenali daripada didefenisikan. Di abad ke-19, Knies (1876) menekankan perlunya penyangga uang tunai untuk menjembatani kesenjangan negatif antara arus kas masuk dan kas keluar (pembiayaan) yang tidak terduga sebelumnya.

Selama krisis global pada akhir 2007 yang dimulai dari negeri Paman Sam, meskipun memiliki tingkat modal yang tinggi, bank-bank tidak cukup mudah mengelola likuiditas dengan optimal. Kekurangan likuiditas suatu bank mampu menginfeksi dan mengacaukan seluruh sistem keuangan. Sebab itu, memahami likuiditas merupakan tema yang penting terutama bagi lembaga keuangan bank dan non bank.

Dan rasio likuiditas digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek dengan menggunakan aset lancar. Ellen May (Kontan.co.id, 7 Juli 2020) membagi rasio likuiditas terdiri dari: current ratio, quick ratio dan cash ratio.

Pertama: current ratio yakni Aset Lancar/Utang (Kewajiban) Lancar. Sebagai contoh perhatikan gambar laporan keuangan Kopdit (CU) A di bawah ini:

Laporan Keuangan. Roman Rendusara
Laporan Keuangan. Roman Rendusara
Jadi, current ratio adalah Rp 19.453.403.650/Rp 7.814.169.791 = 2,49 kali. Artinya, Kopdit (CU) A belum mampu membayar kewajiban anggota dengan kas yang ada dan simpanan pada bank. Jika terjadi rush money, Kopdit (CU) A mungkin menunggu pengembalian piutang anggota. Hemat saya, current ratio sangat tergantung pada nett performace loan (NPL)/portofolio at risk (PAR). Semakin tinggi NPL maka semakin sulit Kopdit (CU) menyediakan kas, sebab uang masih beredar di tangan anggota yang lalai/macet.

Kedua: quick ratio adalah kas dan setara kas, investasi jangka pendek dan piutang anggota dibagi dengan aset lancar. Rumusnya, =  (kas dan setara kas+investasi jangka pendek+piutang)/aset lancar. Sebagai contoh perhatikan gambar laporan keuangan Kopdit (CU) A di bawah ini:

Laporan Keuangan. Roman Rendusara
Laporan Keuangan. Roman Rendusara
Jadi, quick ratio = (Rp 7.126.253.650+Rp 12.322.150.000)/Rp 19.453.403.650 = 0,99 kali (99,97%). Artinya, ketersediaan kas pada Kopdit (CU) A sangat banyak namun bukan untuk mengantisipasi penarikan kewajiban jangka pendek anggota. Quick ratio menunjukkan kas melimpah.

Ketiga; cash ratio adalah kas dan setara kas dibagi dengan hutang lancar atau kewajiban jangka pendek. Rumusnya, kas dan setara kas/kewajiban lancar. Sebagai contoh perhatikan gambar laporan keuangan Kopdit (CU) A di bawah ini:

Laporan Keuangan. Roman Rendusara
Laporan Keuangan. Roman Rendusara
Jadi, cash ratio = Rp 7.126.253.650/Rp 7.814.169.791 = 0,91 kali (91,20%). Artinya, Kopdit (CU) A mampu menyediakan kas riil apabila sewaktu-waktu terjadinya penarikan uang secara besar-besaran (rush money).

Kopdit (CU) sebagai salah satu penyedia likuiditas dan perantara keuangan dalam sistem keuangan diharapkan mampu -- dalam istilah Laura Chiaramonte (2018) -- 'menukar kekayaannya' demi ketersediaan cadangan kas. Memang Gerakan Koperasi Kredit Indonesia mengacu pada PEARLS dari WOCCU sebagai alat diagnosa, apakah Kopdit (CU) sedang sehat atau sedang sakit. PEARLS salah satu indikatornya adalah likuiditas.

Nah, ketiga ratio di atas manakah alat ukur tingkat likuiditas yang paling ampuh. Hemat saya, current ratio, quick ratio dan cash ratio memiliki keampuhannya masing-masing namun tergantung tingkat krisis yang dialami oleh Kopdit (CU). Di tengah pandemi Covid-19 ini, cash ratio paling dipertimbangkan untuk mengukur ketersediaan kas untuk membayar kewajiban jangka pendek anggota. Likuiditas memastikan anggota bisa menarik sibuhar kapan saja dan mencairkan simpanan berjangka (sisuka) jatuh tempo. Selebihnya likuiditas menjamin pelayanan pinjaman kepada anggota berjalan maksimal.

Pentingnya memahami tingkat likuiditas agar anggota Kopdit (Credit Union) mampu mengukur kemampuan Kopdit (CU) untuk membayar kewajiban anggota dan memenuhi hak anggota. Sebab, anggota Kopdit (CU) hanya tahu, kapan dibutuhkan, uang riil (kas) selalu tersedia.

Likuiditas ibarat 'darah'-nya Kopdit (CU), yang mengangkut 'air, vitamin dan nutrisi' demi mengontrol suhu dan memastikan ketersediaan nutrisi bagi Kopdit (CU) agar tidak sakit. Bayangkan kalau Kopdit (CU) tanpa likuiditas, seperti manusia tanpa darah.  Oleh sebab itu, pentingnya menjaga likuiditas agar Kopdit (CU) tidak mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun